TEGAKNYA HUKUM ADALAH MASALAH PRINSIP

TEGAKNYA HUKUM ADALAH MASALAH PRINSIP

Jaksa Agung :

Korupsi Diberantas tanpa Kompromi

PRESIDEN:

Tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan merupakan masalah prinsip, sekaligus kebutuhan bangsa dan negara Indonesia, Presiden Soeharto menegaskan di Istana Negara Rabu pagi tatkala berbicara pada upacara pengambilan sumpah ketua Mahkamah Agung Ali Said serta pelantikan Menteri Kehakiman Ismail Saleh dan Jakarta Agung Hari Soeharto.

Upacara pengambilan sumpah dan pelantikan pejabat tinggi hukum itu dihadiri juga oleh Wakil Presiden dan Nyonya Karlinah Umar Wirahadikusumah, Pangab Jenderal TNI L.B. Moerdani, Menteri-Menteri Kabinet Pembangunan IV, pimpinan Lembaga Tertinggi/tinggi Negara maupun keluarga pejabat baru tersebut.

Ketiganya mengucapkan sumpah menurut agama Islam. Ketua Mahkamah Agung Ali Said mengucapkan sumpahnya sendiri dengan disaksikan oleh Presiden Soeharto, sedangkan Menteri Kehakiman Ismail Saleh dan Jaksa Agung Hari Soeharto mengikuti sumpah yang dilafalkan oleh Presiden.

Melanjutkan amanatnya, Presiden Soeharto mengingatkan bahwa sistem pemerintahan negara dalam Undang-Undang Dasar menegaskan antara lain, Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum.

"Ini mengandung arti bahwa negara kita tidak boleh dan tidak akan berdasarkan atas kekuasaan belaka," tegasnya.

Dikatakan, Pemerintahan negara yang hanya berdasarkan kekuasaan belaka akan terasa mencekam dan menakutkan rakyatnya sendiri. Perasaan tercekam dan ketakutan lurus bertolak belakang dengan cita-cita untuk membangun manusia Indonesia yang utuh, mandiri, bebas, bertanggung jawab dan sejahtera lahir batin.

Untuk membangun manusia Indonesia yang demikian itulah penting sekali peranan hukum yang adil, berwibawa dan mengayomi seluruh rakyat tanpa kecuali.

Ditegaskan pula bahwa tegaknya hukum mempakan kebutuhan nyata dewasa ini, terutama untuk ikut mengantarkan dengan selamat perjalanan pembangunan.

Menurut Kepala Negara, langkah yang selama ini telah dijalankan harus dilanjutkan, ditingkatkan dan makin disempurnakan seperti pembaharuan hukum, peningkatan aparatur hukum yang mampu dan berwibawa, memperluas dan memperkokoh kesadaran hukum masyarakat.

Berkata Presiden : "Di bawah naungan hukum yang mengayomi seluruh lapisan dan golongan masyarakat dengan wibawa segenap aparat penegak hukum yang cakap, maka akan makin berkembang kreativitas masyarakat, akan tumbuh subur kegairahan hidup dan akan bangkit partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Almarhum Mudjono

Pada kesempatan itu, Kepala Negara mengatakan bahwa langkah-langkah ketua Mahkamah Agung lama Mudjono (almarhum), pribadi serta semangatnya telah memberi angin yang segarpada untuk menegakkan hukum.

"Kita telah kehilangan seorang pribadi yang tegar dan kokoh, yang berdisiplin dan bekerja keras, yang akrab, tetapi tegas. Pada pribadi beliau tercermin keagungan hukum yang berwibawa, mengayomi dan adil."

Diakui bahwa pekerjaan almarhum Mudjono memang belum rampung, tapi almarhum telah merintis jalan yang sedang dilalui bersa mamenuju tegaknya hukum yang berwibawa dan rasa keadilan yang menyejukkan hati, yang harus menjadi keyakinan dalam kehidupan bangsa dan negara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Janji

Sedangkan kepada ketua Mahkamah Agung baru Ali Said oleh Presiden Soeharto dijanjikan kerja sama yang erat.

"Dengan hati yang mantap saya menggunakan hak Presiden Republik berdasarkan undang-undang untuk mengangkat saudara sebagai ketua Mahkamah Agung," kata Presiden Soeharto.

Kepada Menteri Kehakiman Ismail Saleh dan Jaksa Agung Hari Soeharto oleh Presiden selain diucapkan selamat juga diingatkan bahwa tugas di hadapan mereka tidak ringan.

”Namun, dengan bekal pengalaman luas yang saudara-saudara arungi selama ini, semoga tugas terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Rakyat mendambakan tegaknya hukum dan keadilan, rakyat ingin memiliki aparat penegak hukum yang berwibawa dan mampu, yang membimbing mereka agartidak tersesat melanggar hukum,” demikian Presiden Soeharto.

Tanpa kompromi

Jaksa Agung Hari Soeharto, yang baru dilantik Presiden mengatakan, kejaksaan akan menindak korupsi tanpa kompromi, baik jumlahnya besar maupun kecil.

Berbicara selesai pelantikannya Rabu pagi di Istana Negara, kepada wartawan Hari Soeharto menambahkan, "Tidak hanya jaksa dan aparat penegak hukum yang ingin menindak korupsi itu tanpa kompromi, tapi juga semua rakyat."

”Saya gembira sekali mengetahui dari koran-koran bahwa rakyat menggebu-gebu minta tindakan terhadap korupsi diteruskan," Tambahnya.

Menurut Jaksa Agung yang baru itu, sikap rakyat serupa itu akan memberi dukungan kepada aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi. Semua pejabat, termasuk aparat kejaksaan harus peka terhadap aspirasi rakyat, termasuk dalam soal keadaan.

"Adalah tugas pejabat untuk melaksanakan amanat rakyat," tambahnya.

Hari Soeharto yang masih merangkap jabatan Kepala BP7 (Badan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) itu mengatakan, perilaku jaksa sebagai penegak hukum tetap dijiwai oleh P-4.

Namun ditambahkan, meskipun dalam memberantas korupsi jaksa harus menggunakan azas Pancasila, tetapi jaksa tidak harus berphilantropis (berperikemanusiaan secara berlebih-lebihan). Soalnya menurut Hari Soeharto, UDD dan Tap-tap MPR harus ditegakkan. Untuk menegakkannya kita tidak perlu berperikemanusiaan secara berlebihan. Tapi itu tidak berarti tidak ber-Pancasila.

Menjawab pertanyaan wartawan dia mengatakan, sebagai Jaksa Agung yang baru dia tetap akan meneruskan garis-garis kebijaksanaan yang telah dilakukan oleh pendahulunya, Ismail Saleh. Ini dianggap perlu agar usaha-usaha yang dilakukan berkesinambungan.

Tidak Terbentur

Ismail Saleh, bekas Jaksa Agung yang dilantik menjadi Menteri Kehakiman, kepada wartawan mengatakan, selama menjalankan tugasnya sebagai jaksa Agung dia tidak pernah memperoleh hambatan, ataupun terbentur pada "tembok­tembok" penghalang ataupun backing-backing yang berusaha menggagalkan kebijaksanaannya.

Benturan-benturan itu tidak terjadi karena katanya dalam melaksanakan kebijaksanaan dia selalu berusaha melakukan pendekatan-pendekatan dengan pimpinan instansi secara langsung.

"Banyak perkara yang maju ke pengadilan. ltu merupakan bukti bahwa tembok-tembok itu tidak ada," kata Ismail Saleh. Juga anak buahnya, katanya, tidak pernah menemui tembok-tembok penghalang, semuanya berjalan Iancar.

Ditanya tentang kesan-kesannya selama menjadi Jaksa Agung, Ismail Saleh mengatakan kesannya yang mendalam adalah kerja sama serta kekompakan antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung dan Departemen Kehakiman, yang sangat erat.

Kerja sama antara para penegak hukum adalah suatu syarat yang mutlak, katanya. Yang juga mengesankan, ucapnya lagi, ialah usaha menegak kewibawaan Kejaksaan, Pemerintah dan hukum.

Program Jaksa Masuk Desa merupakan suatu kepuasan tersendiri, karena dapat meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, katanya lagi.

Jaksa Masuk Desa dapat diterima oleh rakyat dan masyarakat, aparat pemerintah daerah serta mendapat dukungan dari DPR, hal ini sangat membahagiakannya, kata Ismail Saleh.

Dia berharap penggantinya, dapat melanjutkan kebijaksanaan yang telah digariskannya apalagi adanya kesamaan berfikir antara dia dengan Hari Soeharto.

Kesamaan berfikir itu ialah penegakan hukum itu tidak selamanya bersifat represif, tetapi juga preventif. Dia juga sependapat dengan Hari Soeharto agar jaksa tidak merupakan momok yang ditakuti dan dibenci oleh masyarakat, tetapi yang disegani sehingga menimbulkan aspek kewibawaan.

Katanya lagi usaha penertiban dalam bidang kejaksaan telah membuahkan hasil yang memadai sehingga merupakan modal dalam melaksanakan tugas-tugas berikutnya.

Ismail Saleh menambahkan dia juga memperkenalkan tiga tata di kejaksaan, yaitu tata pikir, tata laku dan tata kerja.

Setiap jaksa tidak saja harus mantap dalam tata pikir dan tata kerjanya, juga dalam tata lakunya, kata Menteri Kehakiman Ismail Saleh. (RA)

Jakarta, Merdeka

Sumber : MERDEKA (01/06/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 808-811.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.