SABTU INI DI ISTANA MERDEKA:
PRESIDEN SOEHARTO MEWISUDA 543 PERWIRA LULUSAN AKABRI
Sejumlah 543 perwira muda Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI), akan diwisuda dalam upacara puncak Prasetya Perwira, di halaman lstana Merdeka Jakarta, Sabtu pukul 09.00 WIB, dengan Inspektur Upacara Presiden Soeharto.
Para perwira muda itu merupakan empat persen dari 13.001 calon taruna yang melamar tahun 1980/1981, atau sejumlah 520 orang. Lainnya berasal dari taruna angkatan sebelumnya yang belum beruntung naik tingkat.
Dari jumlah yang lulus tadi, tercatat 254 taruna Akademi Militer (Akmil), 64 taruna Akademi Angkatan Laut (AAL), 66 taruna Akademi Angkatan Udara (AAU) dan 159 Akademi Polisi (Akpol). Hanya ada beberapa taruna Akmil dan Akpol yang tidak lulus, masing-masing dua dan lima orang.
“Ibarat telur, tentu ada saja yang tidak bisa langsung menetas. Namun yang belum lulus, masih diberi kesempatan mengulang sekali lagi,” Danjen Akabri, Letjen (Marinir) Kahpi Surjadiredja, menjelaskan dalam jumpa pers, di Mako Akabri, Kamis siang.
Empat taruna lulusan dari empat angkatan akan menerima bintang tertinggi Adhi Makayasa langsung dari Presiden, sementara empat taruna lulusan lainnya, masing-masing akan mewakili agama Islam (dari Akmil), Protestan (AAL), Katolik (AAU) dan Hindu (Akpol).
Pelantikan perwira remaja di Istana, sesungguhnya merupakan tradisi lama. Misalnya Angkatan I Akademi Militer (MA) dilantik di Istana Yogyakarta 1948 oleh Presiden Soekarno. Setelah itu pernah pula pelantikan dilakukan di Istana Merdeka, Jakarta tahun 1959, 1971, 1984.
Tiga Tahun Saja
Mulai tahun pendidikan 1985/1986 ini, pimpinan Akabri melakukan perubahan jangka waktu studi. Yaitu dari sistem empat tahun menjadi sistem tiga tahun saja, ditambah setahun pembinaan kecabangan.
“Sejenis spesialisasi keahlian mereka,” tambah Kahpi menjelaskan.
Sistem tiga-satu ini disebutkan oleh Kahpi sebagai, “Banyak Menguntungkan ABRI”. Karena dalam sistem ini kebutuhan mendesak ABRI akan jumlah perwira yang kuranglah dan masih harus studi setahun lagi untuk spesialisasi di Akabri, toh perwira remaja itu sudah boleh mengambil kecabangan masing-masing secara lapangan di tiap angkatannya.
Misalnya di AAL, perwira remaja yang lulus tiga tahun akan melatih dirinya dalam kecabangan elektronika, atau teknik, atau marinir, langsung pada kedinasan di AL,” demikian Gubernur AAL, Laksamana Muda Sugiatmo menambahkan.
Apakah ada “kerugian” dengan dipakainya dahulu sistem empat tahun tersebut Kahpi menolaknya dengan menyebutkan bahwa kalaupun ada yang disebut kerugian itu hanya terletak pada pengeluaran uang saku taruna per bulan saja.
Namun ia mengakui, jatah calon taruna selama ini tidak sekali pun terpenuhi. “Kecuali tahun ini saja. Padahal kami tidak pernah melakukan possing grade, termasuk tahun ini,” tegas Kahpi pula.
Untuk tahun 1985/1986, terdapat 672 taruna lulus saringan atas 22.124 calon atau hanya sekitar tiga persen saja. Para taruna itu kini menghabiskan latihan 14 minggu mereka di kawasan kawah Candradimuka, dan direncanakan berakhir bulan November ini.
Gagal Karena Kropos
Sesungguhnya apa saja syarat diterima sebagai taruna Akabri menjelang upacara puncak para lulusan Akabri tahun ini di Istana Merdeka, ada baiknya para remaja sekolah menengah atas di Indonesia menyimaknya satu demi satu.
Tubuh yang sehat. “Ya, tubuh yang sehat nyaris tanpa cacatlah yang utama bila akan diterima di Akabri,” ungkap Kahpi Surjadiredja kepada pers. Syarat lainnya, yang juga cukup penting dan menentukan seperti psikotest, mental ideology (MI), kesamaptaan dan nilai akademisnya, turut pula berpengaruh.
“Tetapi biar angka akademisnya seratus kalau badannya kropos … wah pasti gagal!” tutur Kahpi lagi.
Danjen Akabri ini memberi contoh bagaimana 75 calon taruna Akabri yang mendaftar dinyatakan gagal karena ketidak beresan pendengaran mereka.
“Pendengarannya terganggu karena keseringan mendengar musik pakai walkman,” ujar Kahpi tertawa. Menurut Kahpi lagi, kasus ini terbanyak dialami anak-anak dari keluarga “gedongan”.
Namun ia tidak sependapat bahwa pendidikan di Akabri bisa berakibat kurang menekankan pada studi ilmiah. Dua angkatan, yaitu AAU dan Akpol sudah mencoba merintis usaha pemakaian sistem kredit semester (SKS) yang lazim dipakai di universitas-universitas.
“Kami menjamin bahwa mutu lulusan kami setingkat dengan sarjana muda,” tegas Gubernur AAU, Marsekal Muda JH. Soemarjono.
Akpol sendiri sudah mulai menjajaki kemungkinan pemakaian SKS selesai 108 kredit dalam pendidikannya. “Kami sedang memproses sistem SKS ini di Akpol,” tambah Gubernur Akpol, Mayjen Abdul Jabar.
Sistem SKS ini dilakukan pihak Akabri, dengan mengundang pula beberapa dosen universitas sesuai bidangnya untuk mengajar para tarunanya. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (21/09/1985)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 206-208.