DALAM MENDATANGKAN PELATIH ASING : PRESIDEN lNGATKAN SOAL KETAHANAN NASIONAL

DALAM MENDATANGKAN PELATIH ASING : PRESIDEN lNGATKAN SOAL KETAHANAN NASIONAL

 

 

Presiden Soeharto mengingatkan pada KONI Pusat, agar tetap memperhatikan aspek kewaspadaan di bidang ketahanan nasional dalam program mendatangkan pelatih asing untuk meningkatkan prestasi dan membina atlet cabang olahraga tertentu.

Hal ini disampaikan Presiden ketika Senin siang, menerima kunjungan Ketua Umum KONI Pusat Surono bersama 20 pengurus lainnya, yang melaporkan hasil Musyawarah Olahraga Nasional Maret lalu.

Dalam kesempatan kunjungan itu Surono, ketua umum yang dipilih dalam Musornas lalu, melaporkan pula persiapan terakhir tim Asian Games Indonesia yang akan berangkat ke Seoul.

Kontingen Indonesia untuk Asian Games Seoul 20 September – 5 Oktober mendatang, menurut Surono, berjumlah 309 orang. Terdiri dari 207 atlet, 15 wasit dan 66 pelatih. Indonesia akan terjun di 23 cabang olahraga.

Dalam kesempatan kunjungan Senin (1-3) siang itu. Surono juga melaporkan rencana penyelenggaraan SEA Games XIV di Jakarta 9 – 22 September 1987 mendatang, yang akan mempertandingkan 25 cabang olahraga. Ini merupakan SEA Games yang terbanyak mempertandingkan cabang olahraga selama ini.

Tetap Berangkat

Rencana keberangkatan tim Asian Games secara bersama-sama, tetap tak berubah. Kecuali dua cabang olahraga selancar angin/layar serta berkuda yang berangkat lebih dulu, atlet-atlet dari 21 cabang lainnya tetap berangkat bersama-sama, tanggal 7 September mendatang.

Hal ini ditegaskan wakil ketua kontingen Indonesia Arnold Lisapaly di kamar kerjanya Senin siang, setelah acara kunjungan pada Presiden.

“Saya justru menanggapi positif adanya keluhan sementara atlet dari cabang olahraga tertentu, bahwa mereka akan jenuh karena terlalu lama menunggu sampai saat bertanding. Mereka mengeluh, itu tanya mereka bukan robot,” kata Arnold.

Ucapan Arnold ini menanggapi adanya keluhan dari kalangan bulu tangkis, dan juga beberapa cabang olahraga lain yang dijadwalkan tanding menjelang akhir pesta olahraga itu.

Dari bulu tangkis misalnya, waktu menunggu yang terlalu lama, 20 hari di Seoul sebelum turun bertanding tanggal 27 September, dikhawatirkan akan membuat kondisi atlet yang selama ini terjaga akan menurun drastis.

Hal ini terutama dilatarbelakangi kekhawatiran terbatasnya persediaan lapangan bulu tangkis untuk latih-tanding, berhubung dengan banyaknya peserta lain yang tentu akan memanfaatkan pula untuk latihan.

Namun Arnold tetap berpendapat, bahwa Korsel kali ini akan bersungguh-sungguh memenuhi tuntutan-tuntutan seperti ini.

“Korea akan menyelenggarakan Olimpiade (1988). Mereka kini sedang disorot IOC, dan Asian Games kali ini dianggap sebagai semacam gladi resik/general rehearsal). Di samping tentunya kali ini dituntut, pelatih untuk pakai otak untuk memanfaatkan waktu menjelang pertandingan tersebut,” katanya.

Selain dituntut kreativitas dari pelatih, kreatif dalam mencari cara latihan agar kondisi atlet tidak menurun, juga tentunya dituntut kreatif pula mencari fasilitas latihan lainnya.

“Kenapa waktu di Singapura (SEA Games 1983), dengan fasilitas latihan dan tempat tinggal (di Kampus Nanyang) yang lebih buruk, mereka tidak mengeluh? kini di perkampungan atlet Asian Games di Seoul yang serba canggih, mengeluh?”

Menurut Arnold, penyesuaian diri tidak hanya pada iklim tapi juga pada ruang. Jarak antara perkampungan ke tempat latihan, menyesuaikan diri dengan jadwal latihan, dengan tempat bertanding, memerlukan waktu yang panjang. “Untuk mengurus tetek bengek saja saya perkirakan makan waktu satu setengah hari terbuang,” katanya.

Rule Tokyo

Tim pertama yang berangkat ke Seoul adalah tim layar dan selancar angin, Senin (1/9) kemarin yang berkekuatan 10 atlet dan 3 offisial. Menyusul Selasa (2/9) tim berkuda, yang mempergunakan pesawat carteran Hercules.

“Ada memang maskapai penerbangan kita yang khusus cargo bisa mengangkut mereka, tapi mesti ganti pesawat di Singapura, mesti 5 hari menunggu karantina. Dengan carter, bisa langsung.” Kata Arnold.

Pesawat yang akan mengangkut segenap atlet lain yang tersisa, pada 7 September pun merupakan pesawat khusus yang dicarter, yakni pesawat Garuda rute Jakarta-Denpasar-Tokyo.

“Pemerintah memberi izin, dengan trayek khusus Jakarta-Denpasar-­Tokyo-Seoul. Garuda tidak mempunyai trayek khusus ke Seoul dan tidak mudah mengurus 300 atlet pindah pesawat,” kata Arnold mengungkapkan keuntungan lain, bila berangkat bersama. Karena memang pemberangkatan tim ini dibiayai pemerintah, maka harus mernpergunakan Garuda.

“Maka kali ini kegesitan pelatih diuji dan akan tampak, mana tim yang dewasa mana yang tidak,” kata Arnold pula. (RA)

 

 

Jakarta, Kompas

Sumber : KOMPAS (02/09/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 611-613.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.