LIMA JUTA TON BERAS HILANG SETIAP TAHUN

LIMA JUTA TON BERAS HILANG SETIAP TAHUN

 

Presiden Soeharto mengungkapkan, di Indonesia setiap tahun sekitar 5 juta ton beras hilang akibat penanganan pasca panen yang kurang baik. Beras yang hilang itu mencapai 20 persen dari produksi saat ini sekitar 26.5 juta ton.

Kepala Negara mengemukakan hal itu ketika menerima para menteri pertanian dan kehutanan dari negara-negara ASEAN di Istana Merdeka Kamis pagi. Para menteri itu berada di Jakarta dalam rangka menghadiri pertemuan yang akan membahas berbagai masalah yang menyangkut bidang pertanian dan kehutanan.

Di antara menteri yang hadir dalam pertemuan dengan Presiden Soeharto adalah Menteri Pembangunan Nasional Kerajaan Brunei Darussalam Pangeran Datuk Ismail bin H. Damid, Menteri Pertanian Malaysia Datuk Sri Sanusi bin Juned, Wakil Menteri Sumber Alam Philipina Bien Ferindo Marquez, Menteri Pembangunan Nasional Singapura Teh Ceong Wang, Menteri Pertanian Thailand Harlee Namond, Menteri Pertanian Ir. Achmad Affandi, dan Sekjen ASEAN.

Menurut Presiden, penanganan pasca panen ini perlu mendapat perhatian karena kerugian akibat penanganan yang kurang baik itu cukup besar, yakni sekitar 20 persen dari jumlah produksi.

“Kalau ini bisa dikurangi setengahnya saja, produksi beras akan bisa ditingkatkan 2,5 juta ton tanpa harus memperluas areal tanaman padi untuk menambah produksi beras,” ujarnya.

Presiden juga mengungkapkan bahwa kebutuhan beras di Indonesia per kapita sekitar 140 kg per tahun. Produksi beras tahun 1986 sekitar 26,5 juta ton atau mengalami peningkatan sedikit dari tahun lalu. Jumlah produksi ini masih dapat mencukupi kebutuhan beras di dalam negeri.

Wereng Coklat

Presiden juga menjelaskan tentang serangan hama wereng coklat yang terjadi di beberapa daerah. Hal ini antara lain karena para petani terlalu menyukai satu jenis varietas padi yakni Cisadane.

Mereka terus menerus menanam padijenis tersebut, bahkan ada petani yang tiga kali menanamnya dalam satu tahun. Selain itu juga menggunakan insektisida terus menerus.

Akibatnya muncul hama wereng coklat yang menyerang tanaman padi Cisadane dimana hama ini tahan terhadap insektisida.

Untuk musim tanam berikutnya, Pemerintah telah menganjurkan para petani untuk mengganti padi Cisadane dengan varietas lain yang tahan hama wereng.

“Namun ini tidak mudah karena petani sudah terlanjur terbiasa menggunakan varietas Cisadane,” ujarnya menjelaskan. Selain itu bibit padi yang tahan wereng ini jumlahnya juga masih sangat terbatas.

Kepala Negara mengemukakan pula bahwa kehidupan masyarakat di pedesaan masih sangat sederhana. Untuk meningkatkan kesejahteraan mereka kini dikembangkan koperasi untuk menangani perekonomian di pedesaan.

Saat ini jumlah desa di Indonesia sekitar 65.000. Kalau tiap koperasi merupakan gabungan dari 10 desa maka di Indonesia harus ada sekitar 6.500 koperasi di pedesaan.

Presiden mengakui menumbuhkan koperasi di pedesaan bukan suatu hal yang mudah. Karena itu perlu terus menerus ditingkatkan kesadaran masyarakat, sebab masih banyak yang belurn mengerti dan mempercayai koperasi.

Kepala Negara juga mengemukakan perlunya masing-masing anggota ASEAN meningkatkan ketahanan ekonominya sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan nasional masing-masing. (RA)

 

 

Jakarta, Prioritas

Sumber : PRIORITAS (28/11/1986)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 704-705.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.