PRESIDEN AJAK RAKYAT TTG EKONOMI RAPBN 87/88

PRESIDEN AJAK RAKYAT TTG EKONOMI RAPBN 87/88

 

 

Presiden Soeharto hari Selasa mengajak para wakil rakyat yang duduk dalam DPR RI untuk menanggapi resesi ekonomi dunia yang berkepanjangan dan serba tidak menentu itu secara realistik.

“Kenyataan itu kita tanggapi secara realistik,” kata Kepala Negara ketika menyampaikan pidato pada sidang paripurna DPR RI di Jakarta mengantarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 1987/88 dan Nota Keuangan.

Presiden mengatakan, sebagai bagian dari ekonomi dunia yang makin erat jalin-menjalinnya antara satu negara dengan negara lain, lebih-lebih dengan berbagai kelemahan dan kekurangan sebagai suatu bangsa yang sedang membangun, maka kita merasakan pengaruh pengaruh yang tidak menguntungkan dari resesi ekonomi dunia.

Karena itu, kata Presiden menambahkan, memasuki Repelita IV dengan sadar kita menetapkan laju pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari Repelita III.

Padahal, berkata Presiden selanjutnya, justru dalam Repelita IV itu kita bertekad untuk meletakkan kerangka landasan pembangunan dalam rangka mencapai sasaran pembangunan jangka panjang agar mampu tinggal landas menuju terwujudnya cita-cita nasional masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Bulatkan Tekad

Presiden Soeharto menyatakan sadar sepenuhnya akan beratnya tantangan dalam Repelita IV, tapi justru itulah yang membulatkan tekad kita untuk meningkatkan kerja keras kita, meningkatkan efisiensi, produktivitas dan disiplin nasional kita.

Hal itu, kata Kepala Negara, akan membuat kerangka landasan dalam Repelita IV tetap dapat kita capai dan dapat mewujudkan landasan yang mantap dalam Repelita V.

Oleh sebab itu, Presiden Soeharto melanjutkan, jika dalam Repelita IV kita menghadapi tantangan yang tidak ringan, maka kita masih mempunyai waktu untuk membenahi segala sesuatunya dalam Repelita V sehingga dalam Repelita VI kita dapat tinggal landas dalam melanjutkan pembangunan kita menuju terlaksananya cita-cita nasional.

Menurut Presiden, langkah langkah yang diambil untuk mengatasi tantangan-tantangan jangka menengah maupun persiapan jangka panjang itu, ada enam macam dan diambil sejak 1983.

Langkah-langkah itu, kata Presiden, adalah devaluasi rupiah pada bulan Maret 1983, deregulasi perbankan, undang-undang perpajakan, Inpres No.4 tahun 1985 dalam rangka memperlancar kehidupan ekonomi dan menurunkan biaya produksi, Kebijaksanaan 6 Mei 1986 dilanjutkan dengan Kebijaksanaan 25 Oktober 1986 dan berbagai langkah debirokratisasi untuk mendorong kegiatan ekonomi rakyat.

Tidak Sangsi

Lmgkah paling akhir yang telah diambil, kata Presiden, adalah devaluasi mata uang rupiah bulan September 1986, yang dilakukan untuk mengamankan neraca pembayaran kita karena merosotnya harga minyak bumi di pasaran dunia.

Tanpa langkah langkah nyata yang telah kita ambil itu keadaan ekonomi dan jalannya pembangunan tidak mungkin mencapai keadaan seperti sekarang ini, kata Presiden Soeharto.

Presiden Soeharto dalam sidang Paripurna DPR RI itu menyampaikan RAPBN 1987/88 sebesar Rp22, 7 triliun lebih, 6,4 persen lebih besar dari anggaran yang sedang berjalan sekarang. (RA)

 

 

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (06/01/1987)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 339-340.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.