PRESIDEN SOEHARTO TINGKATKAN EKSPOR NON MIGAS
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto meminta agar ekspor nonmigas terus dikembangkan semaksimal mungkin pada tahun terakhir Pelita IV dan dalam Pelita V mendatang guna menghadapi harga minyak yang tidak menentu.
Menteri Penerangan Harmoko ketika menjelaskan kepada wartawan tentang hasil-hasil sidang kabinet terbatas bidang ekuin di Bina Graha Jakarta hari Rabu mengatakan bahwa untuk mendorong pengembangan ekspor nonmigas itu, Kepala Negara memberi petunjuk supaya usaha tersebut didukung serta diperlancar oleh instansi yang menangani perijinan, perbankan dan pengangkutan.
Presiden mengingatkan bahwa pengembangan ekspor nonmigas itu tidak terbatas pada komoditi yang besar melainkan juga yang kecil.
“Karena menyadari bahwa ekspor nonmigas adalah hasil yang kita laksanakan agar kita memiliki nilai tambah dari pengolahan bahan yang bisa kita ekspor, jadi tidak tidak hanya yang besar-besar, tetapi yang kecil-kecil juga perlu dikembangkan, ” katanya.
Menurut Harmoko, proyek-proyek yang akan ditingkatkan dan dikembangkan ekspornya dalam waktu dekat, antara lain adalah industri pengolahan kayu, rotan, karet alam, serta industri pengolahan kulit.
Juga akan dikembangkan ekpor perhiasan, serta alat-alat transpor seperti kendaraan bermotor, sepeda motor, termasuk komponennya.
Dalam sidang yang dipimpin Presiden tersebut dilaporkan bahwa nilai ekspor nonmigas Indonesia September lalu terus mengalami kenaikan menjadi 872,3 juta dolar AS.
Ini merupakan angka positif bila dilihat sejak kenaikan bulan Juni, yaitu 758 juta dolar AS, Juli 721,8 juta dolar AS dan Agustus 800,2 juta dolar AS.
Peningkatan ekspor nonmigas Indonesia sejak Juni itu merupakan prestasi karena dalam sejarah baru pada bulan-bulan itulah nilai ekspor bulanan menembus angka 700 juta dolar AS.
Harmoko menjelaskan bahwa bila dilihat dari data, untuk ekspor komoditi nonmigas, bulan Januari-Agustus, ada peningkatan yang besar. Sebagai contoh ia menyebutkan nilai ekspor komoditi tengkawang yang mencapai 1.738 persen peningkatannya dibanding periode sama tahun lalu.
Komoditi penting lain yang nilai ekspomya naik, yaitu ikan tongkol yang mencapai 81 persen, fanili mencapai 40 persen, kayu manis dan bunganya juga 40 persen, kemudian lada putih 38 persen, getah karet 23 persen, biji pala dan bunganya 48 persen, bulu bebek 61 persen, dan kulit kerang 68,72 persen.
Kelompok hasil-hasil industri barang-barang ekspor penting yang nilainya meningkat antara lain kayu 67 persen, karet 32 persen, asam berlemak 98 persen, makanan olahan 25 persen, tekstil 5,41 persen, makanan ternak 3,64 persen, dan minyak nabati 15,31 persen.
Barang-barang industri penting lainnya adalah semen 53 persen, barang anyaman 123 persen, mebel 172 persen, kertas 244 persen, kaca dan barang dari kaca 91,8 persen, kulit dan barang dari kulit 46,35 persen, serta rotan 80,51 persen.
Komoditi hasil industri yang nilai ekspomya turun adalah mutiara turun 12 persen, minyak asiri 35 persen, pupuk 62 persen, alat listrik 55,30 persen.
Kecuali itu dilaporkan bahwa kopi juga mengalami penurunan 35 persen, serta buah-buahan dan telur 2,43 persen.
Sumber: ANTARA (02/12/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 582-583