DENGAR PENDAPAT KOMISI-IX DPR RI PGRI
Jakarta, Antara
Komisi IX DPR-RI, yang dipimpin Wakil Ketua komisi, Sugeng Wijaya, Selasa, meninjau Gedung Guru, di Jakarta, sekaligus mengadakan rapat dengar pendapat dengan Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB-PGRI).
Ketua Umum PB-PGRI, H. Basyuni Suriamihatja ketika mengantar rombongan Komisi IX DPR-RI berkeliling gedung, mengatakan bahwa gedung yang diresmikan Presiden Soeharto tanggal 21 April 1987 itu menelan biaya sekitar Rp. 2,3 milyar.
Sekitar Rp. 1,9 milyar dari biaya pembangunan itu merupakan bantuan Presiden, dan lebih dari Rp. 401 juta merupakan dana yang terhimpun dari guru warga PGRI, dan siswa sekolah PGRI.
Gedung berlantai empat yang berlokasi di Jalan Tanah Abang, Jakarta Pusat itu dibangun di atas tanah seluas 1.500 meter persegi, dan luas bangunan keseluruhan sekitar 3.900 meter persegi.
Selama peninjauan, rombongan Komisi IX DPR-Rl juga mendapat penjelasan mengenai berbagai fasilitas dan pelayanan yang tersedia di Gedung Guru, seperti Wisma PGRI yang menyediakan sarana akomodasi, perpustakaan, dan ruang pertemuan yang dapat disewa umum.
Basyuni mengatakan bahwa Gedung Guru yang bersifat monumental dan fungsional itu melambangkan persatuan dan kesatuan guru, jiwa dan semangat, serta prestasi kebersamaan nasional.
Selain itu, pembangunan gedung dimaksudkan sebagai penghormatan dan kenangan bagi para guru pendidik bangsa, perintis dan pejuang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 yang tidak kenal menyerah.
Menyinggung masalah ke ikut sertaan guru dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan, Basyuni sewaktu mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR-RI, mengatakan bahwa guru yang melaksanakan tugas dengan baik dan penuh tanggungjawab, merupakan faktor yang sangat menentukan dalam upaya tersebut.
Dikatakan, mengingat peran guru sangat besar dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan, maka seorang guru harus dipersiapkan benar-benar sebelum berdiri di depan kelas (mengajar).
Oleh karenanya, seorang guru itu sebelum memasuki profesi keguruan haruslah merupakan seorang yang merasa terpanggil untuk menjadi guru. Pentingnya rasa terpanggil itu, menurut Basyuni, adalah karena profesi keguruan merupakan bidang pengabdian.
“Seorang guru itu harus menyadari bahwa meskipun keadaan ekonomi keluarga tidak akan berlebih, tetapi disamping itu ia harus tetap bahagia menjalankan tugas,” ujarnya.
”Tetapi, kenyataan dewasa ini menunjukkan bahwa tidak sedikit mereka yang memasuki lembaga pendidikan keguruan hanya sebagai pilihan kedua setelah gagal memasuki lembaga pendidikan lain.Kalau demikian keadaanya, sulit dibayangkan bagairnana mutu mereka itu bila kelak menjadi guru,” demikian Basyuni.
Sumber: ANTARA (14/07/ 1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 673-674