CATATAN DARI KEGIATAN PRESIDEN TAHUN 1988
Oleh: Heru Purwanto dan Achmad Faried
Jakarta, Antara
Titik-titik terang yang membawa optimisme tetap terlihat mewarnai perjalanan sejarah bangsa Indonesia selama tahun 1988, meskipun mendung masih menggelayut di atas langit perekonomian negeri ini akibat resesi dunia yang berkepanjangan.
Betapa tidak, sepanjang tahun ini Presiden Soeharto sedikitnya meresmikan beroperasinya 19 proyek yang berskala luas dan bernilai strategis.
Proyek strategis pertama yang diresmikan Kepala Negara tahun ini adalah Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit II dan III di perbatasan Kabupaten Bandung dan Garut, Jawa Barat tanggal 2 Februari, sedangkan yang terakhir Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif Badan Tenaga Atom Nasional (Batan), 5 Desember lalu di Serpong yang juga termasuk wilayah Jabar.
Proyek-proyek strategis lain yang diresmikan Presiden sepanjang tahun ini adalah Pusat Listrik Tenaga Uap (PLTU) Bukit Asam di Tanjung Enim Sumsel, Bendungan Serbaguna Wadaslintang di Kabupaten Wonosobo Jateng, Bendung Wawotobi di Sultra, 11 pabrik petrokimia di berbagai daerah, jalan tol Jakarta-Cikampek, dan Kilang Elpiji Bontang Kaltim serta Kilang Elpiji Arun Aceh.
Tentu bisa dibayangkan betapa besar arti dan manfaat proyek-proyek tersebut bagi kelangsungan pembangunan nasional pada umumnya dan bagi kehidupan masyarakat pada khususnya. Bendungan Serbaguna Wadaslintang umpamanya, mampu mengairi secara teratur sekitar 30 ribu hektar tanah pertanian sehingga pada akhirnya tentu berarti pula akan meningkatkan penghasilan para petani.
Bendungan yang dibangun dengan dana Rp.185 miliar sejak tahun 1982 itu memiliki daya tampung sekitar 500 juta meter kubik sehingga dapat pula mencegah banjir, selain dapat dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga listrik.
Gambaran lain tentang arti strategis proyek-proyek itu dapat dilihat dari manfaat PLTP Kamojang II dan III, yang masing-masing berkekuatan 55 megawatt. Dengan diresmikannya kedua unit tersebut maka kekuatan PLTP Kamojang menjadi 140 megawatt.
Menurut perhitungan, jika dibanding pembangkit listrik lainnya yang menggunakan diesel dan berkekuatan sama, PLTP Kamojang mampu menghemat BBM 259.000 barel per hari.
Jumlah proyek pembangunan yang diresmikan Kepala Negara selama tahun 1988 itu lebih banyak dibanding tahun sebelumnya, yang tercatat tidak kurang dari 16 proyek. Padahal, di samping proyek-proyek itu, masih ada sejumlah proyek lain yang diresmikan Presiden selama tahun 1988 yang sifatnya langsung menyentuh kepentingan rakyat.
Beberapa di antara proyek-proyek tersebut adalah Pusat Perbelanjaan Delta Plaza di Surabaya, pengusahaan hutan terpadu dan pemukiman peladang berpindah di Kalsel, serta pembangunan gereja, stadion olahraga, dan sekolah teknik di Timor Timur, propinsi termuda Rl.
Tercatat Sepanjang Masa
Di samping peresrnian proyek-proyek strategis tahun 1988 juga mencatat adanya sejumlah kegiatan penting Presiden Soeharto yang sekaligus akan tercatat dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia sepanjang masa.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kegiatan penting pertama Presiden Soeharto tahun 1988 diawali dengan penyampaian RAPBN di depan sidang paripuma DPR. RAPBN 1988/89 yang diajukan pada 5 Januari itu mencapai sekitar Rp28,9 trilyun atau naik 27,1 persen dibanding tahun sebelumnya.
Bagi pegawai negeri, anggota ABRI dan pensiunan, anggaran negara tersebut barangkali bukan merupakan sesuatu yang menggembirakan karena, belum mencakup kenaikan gaji.
“Pada saat RAPBN itu disusun, Pemerintah belum melihat peluang yang dapat dipertanggungjawabkan untuk melaksanakan rencana menaikkan gaji pegawai,” kata Presiden saat itu.
Akan tetapi, dalam tahun anggaran mendatang harapan tentang kenaikan gaji mudah-mudahan bisa menjadi kenyataan mengingat Presiden sendiri sudah menyatakan bahwa Pemerintah menyadari gaji pegawai, anggota ABRI dan pensiunan sudah saatnya dinaikkan karena, telah beberapa tahun tidak.
Kegiatan penting lain yang dilakukan Presiden Soeharto tahun ini, mungkin paling penting karena hanya dilakukan setiap lima tahun, adalah penyampaian pertanggung jawaban tugasnya sebagai Mandataris MPR di dalam Sidang Umum MPR diJakarta.
Setelah tanggal 11 Maret 1988 dilantik kembali sebagai Presiden Mandataris MPR untuk periode 1988-1993 pada sidang tersebut, Jenderal TNI Purn. Soeharto mengumumkan pembentukan Kabinet Pembangunan V di Istana Merdeka, 21 Maret.
Selain itu juga diumumkan tiga pejabat negara setingkat menteri, yaitu Jaksa Agung, Panglima ABRI, dan Gubernur Bank Indonesia.
Wakil Presiden yang mendampingi Presiden selama masa jabatan itu adalah Letjen TNI Purn. Sudharmono, SH yang juga dilantik pada hari yang sama di dalam Sidang Umum MPR 1988.
Susunan Kabinet Pembangunan V yang diumurnkan Presiden Soeharto terdiri atas 21 menteri negara yang memimpin departemen, tiga menteri negara sebagai coordinator, delapan menteri negara bidang tertentu,dan enam menteri negara dengan sebutan menteri muda.
Pelantikan dan pengambilan surnpah 38 menteri itu dilakukan oleh Presiden dalam suatu acara khidmat di Istana Negara, Jakarta, dua hari setelah nama-nama mereka diumumkan.
Dubes dan Tamu
Seperti juga tahun-tahun sebelumnya, kegiatan penting Presiden sepanjang tahun 1988 adalah menerima surat-surat kepercayaan duta besar, sejumlah negara sahabat.
Tidak kurang dari 17 dubes baru negara sahabat yang menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada Presiden dalam tahun ini, termasuk Dubes Kerajaan Inggris
W.K.K. White, CMC, Dubes Kerajaan Arab Saudi Talnat Amin Hamdi, Dubes Kesultanan Oman Ali bin Abdlullah bin Ali Al-Musafer, dan Dubes Hongaria Istvan Debreczeni.
Di samping itu selama setahun ini Presiden juga menerima delapan kepala pemerintahan dan kepala negara sahabat yang bertamu ke Indonesia. Yang patut dicatat, penyambutan tamu negara yang datang ke Indonesia mulai awal 1988 dilakukan secara sederhana dan praktis sesuai dengan kebijaksanaan baru Pemerintah.
Berdasarkan tata cara baru tersebut, dentuman meriam dan penyambutan dengan barisan kehormatan militer tidak lagi dilakukan ketika tamu tiba di pelabuhan udara seperti tahun-tahun sebelumnya, melainkan dilakukan di halaman Istana Merdeka.
Upacara kenegaraan untuk mengantar kepulangan tamu seusai kunjungan resminya juga ditiadakan. Dengan begitu, tamu cukup pamit dengan Presiden di Istana Merdeka sebelum diantarkan ke pelabuhan udara oleh Menlu yang juga menjemputnya pada saat tiba di Indonesia.
Tamu negara pertama yang disambut dengan tata cara baru tersebut adalah Perdana Menteri Italia Giovanni Goria yang datang 6 Januari sedangkan yang terakhir dalam tahun 1988 adalah Presiden Republik Gambia Ny. Jaimeh Jawara yang tiba 6 Desember lalu.
Tamu negara lainnya yang diterima Presiden Soeharto tahun ini adalah Perdana Menteri Papua Nugini Wingti, Presiden Republik Sosialis Rumania Nicolae Ceausescu, Perdana Menteri Spanyol Felipe Gonzalez, Perdana Menteri Kerajaan Thailand Chatichai Choonhavan, Perdana Menteri Kerajaan Belanda Ruud Lubbers, dan Presiden Republik Korea Roh Tae woo.
Terima Penghargaan
Atas kesungguhan dan keberhasilannya memimpin Indonesia dalam melaksanakan program keluarga berencana, Presiden Soeharto minggu pertama Desember 1988 menerima tanda penghargaan “Global Statement Award” dari Population Institute, sebuah lembaga kependudukan intemasional.
Yang membanggakan, Presiden Soeharto tercatat sebagai kepala pemerintahan pertama di dunia yang menerima tanda penghargaan tersebut.
Di sela-sela kesibukannya memimpin bangsa dan negara, Presiden Soeharto masih sempat menyumbangkan darahnya bagi kepentingan kemanusiaan, tepatnya tanggal 8 Januari dalam rangka memperingati ulang tahun ke-40 perkawinannya dengan Ibu Tien yang jatuh 26 Desember 1987.
Menurut Presiden, kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk nyata penghayatan dan pengamalan Pancasila sekaligus untuk menunjukkan rasa kesetiakawanan sosial.
HUT perkawinan Pak Harto dan Ibu Tien tanggal 26 Desember tahun 1988 ini diperingati di Istana Tampak Siring, Bali, dalam suatu acara sederhana yang dihadiri para anggota keluarga serta Muspida Bali.
Pada kesempatan itu, Kepala Negara meuyerahkan otobiografi berjudul “Soeharto Pikiran, Ucapan Dan Tindakan Saya” kepada mereka yang hadir sebagai tanda mulai beredarnya buku baru tersebut.
Sumber:ANTARA (28/12/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 391-394.