PRESIDEN SOEHARTO: TUJUAN CITA-CITA BESAR HARUS DIMULAI DARI KEBERSIHAN NIAT
Jakarta, Kompas
Presiden Soeharto mengajak umat Islam di tanah air untuk menyadari pentingnya peningkatan kualitas sebagai umat dan kualitas sebagai bangsa melalui pendidikan, termasuk melalui pendidikan agama. Sebab menurut Kepala Negara, pembangunan bangsa memang harus berarti peningkatan kualitas manusia dan kualitas masyarakat.
Berbicara pada peringatan Isra Mi’raj hari Selasa malam di Masjid Istiqlal, Jakarta, Presiden menegaskan, dari segi jumlah, umat Islam dan bangsa Indonesia sangat besar. Tapi jumlah penduduk saja bukan unsur yang menentukan nilai keberhasilan sebagai umat dan bangsa. Justru AI Qur’an sendiri mengingatkan, tidak sedikit kelompok kecil mampu mengungguli kelompok yang.lebih besar.
“Ini berarti kualitas lebih menentukan dari pada kuantitas, mutu lebih menentuka. Dari pada jumlah,” tegas Kepala Negara pada peringatan yang dihadiri pula Wapres dan Ny. E.N. Sudharmono SH beserta para pejabat dan puluhan ribu umat Islam Ibu kota tersebut.
Menurut Kepala Negara, melalui pendidikanlah usaha meningkatkan kualitas bangsa, kecerdasannya, keterampilan dan kepribadiannya dapat diusahakan.
Pendidikan Agama
Dalam hal ini Presiden menyatakan rasa syukurnya, karena umat Islam Indonesia melalui berbagai organisasi dan lembaga kemasyarakatannya, telah berbuat banyak dalam lapangan pendidikan. Akan tetapi Kepala Negara juga mengingatkan agar semua keberhasilan itu tidak lantas membuat semua boleh cepat berpuas diri.
Tantangan dan tuntutan yang dihadapi masih jauh lebih besar dari pada yang dibayangkan. “Masyarakat Indonesia sedang mengalami berbagai perubahan yang bergerak cepat dan berskala luas”.
Menurut Presiden, pengalaman bangsa-bangsa lain menunjukkan bahwa perubahan-perubahan mendasar yang dialami bangsa-bangsa yang sedang membangun, acapkali mendatangkan masalah-masalah, terutama dalam pembahan nilai-nilai.
Masalah-masalah itu pun tentu tidak bisa dihindari pula oleh bangsa Indonesia, tetapi justru harus bisa dihadapi dan diatasi sebaik-baiknya. Karena itu maka pendidikan yang dilakukan harus juga diarahkan pada kukuhnya kepribadian anak-anak didik. Di sinilah, menurut Kepala Negara, peranan pendidikan juga agama sangat penting.
”Memang, salah satu tujuan pendidikan agama adalah membantu anak-anak didik untuk lebih mendewasakan dirinya, untuk lebih mematangkan sikap dan kepribadiannya, sehingga tidak terombang-ambing oleh perkembangan dan perubahan masyarakat.” Karena itu menurut Presiden Soeharto, pendidikan agama hendaknya juga mampu mempertajam daya tanggap anak-anak didik terhadap perkembangan lingkungan dan masyarakatnya, terhadap perkembangan budaya dan bangsanya.
Kepala Negara mengharapkan masalah ini hendaknya tidak hanya menjadi pemikiran dan mendapatkan perhatian umat Islam saja, tetapi juga oleh semua tokohtokoh agama terutama mereka yang mengabdi dalam lembaga-lembaga pendidikan.
Sebelumnya Presiden Soeharto mengajak umat Islam untuk merenungkan kisah Isra Mi’raj, yang menurut Kepala Negara, memberikan banyak pelajaran kepada bangsa Indonesia sebagai bangsa yang sedang berjuang untuk melewati tahap demi tahap pembangunan bangsa ini.
Dikatakan, pembedahan dan penyucian diri Nabi Muhammad SAW serta pengisian iman, ilmu dan hikmah sebelum memulai perjalanan Isra Mi’raj mempakan pelajaran bagi bangsa Indonesia, bahwa setiap perjuangan untuk mencapai cita-cita besar harus bermula dari kebersihan niat. Niat yang bersih itu adalah bahwa kita berjuang untuk tujuan luhur, untuk kepentingan dan kemajuan kita bersama.
Namun perlu disadari pula bahwa niat saja tidak cukup. Ia memerlukan manusiamanusia yang berkualitas, yang mempunyai keyakinan yang teguh, pengetahuan yang cukup dan kebijaksanaan yang penuh kearifan.
Akidah dan Perbuatan
Senada dengan Presiden Soeharto, Dirjen Dikdasmen Prof. Dr. Hasan Walinono yang menyampaikan uraian hikmah Isra Mi’raj, juga mengajak umat Islam di tanah air untuk memperingati Isra Mi’raj selain dengan mengucapkan Alhamdulillah, juga harus dinyatakan pula dalam sikap, perilaku dan perbuatan dengan semakin meningkatkan ketaqwaan kepada-Nya. Juga untuk merenungkan kembali kehidupan keagamaan
serta menarik hikmah peristiwa Isra Mi’raj guna dijadikan sebagai sumber inspirasi dan pendorong semangat baru untuk lebih meningkatkan mutu kehidupan keberagamaan dan semakin meningkatkan peranan umat dalam upaya besar pembangunan nasional.
Antara lain ia mengajak umat untuk meningkatkan disiplin nasional melalui kewajiban melakukan shalat, serta meningkatkan pendidikan pada anak-anak didik.
Menteri Agama Kabinet Pembangunan IV, H. Munawir Sjadzali antara lain mengingatkan agar pengertian dan pemahaman agama hendaknya sedemikian matang, luas, segar dan berkembang sehingga agama tidak merupakan
kendala atau penghambat bagi laju pembangunan dan pembaharuan, tapi agama justru dapat berperan sebagai motivator dan dinamisator bagi kemajuan. Sekaligus sebagai pengawal dan pelaksanaan pembangunan, dan dapat ikut menjamin tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Sementara itu hubungan intern umat Islam sendiri dan hubung antara umat Islam dengan saudara-saudaranya sebangsa yang beragama lain, serta para penghayat Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan juga hubungan antara umat-umat beragama dengan pemerintah haruslah sedemikian serasi, sehingga dalam menghadapi segala masalah nasional dan kenegaraan nanti dapat berpikir dan bertindak sebagai suatu kesatuan yang utuh dan dengan tekad yang tunggal. Yakni mensukseskan pembangunan nasional. “Islam adalah agama akidah dan agama perbuatan.” tegas Munawir.
Peringatan dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Qur’an oleh Muhammad Musyaffa, qori terbaik golongan cacad netra pada MTQ ke-15 di Bandar Lampung, dan ditutup dengan doa oleh K.H. Hassan Basri, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia.
Sumber : KOMPAS(17/03/1988)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 464-466.