JUWONO SUDARSONO: PDRI, SATU BENTUK POLITIK INTERNASIONAL YANG PERTAMA

JUWONO SUDARSONO: PDRI, SATU BENTUK POLITIK INTERNASIONAL YANG PERTAMA

 

 

Jakarta, Antara

Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), adalah salah satu bentuk politik internasional yang pertama, demikian Dekan FISIP UI Prof. Dr. Juwono Sudarsono di Jakarta, Selasa.

Juwono menunjuk dua kawat dari Yogyakarta kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Isinya meminta Mr. Sjafruddin untuk membentuk “exile government” di India bila pembentukan Pemerintah Darurat Sumatera tidak berhasil. New Delhi katanya dalam Seminar PDRI, merupakan titik sambung untuk meluaskan jaringan informasi tentang agresi militer 19 Desember 1948 oleh Belanda dan tentang eksistensi PDRI di Sumatera.

Langkah Mr. A.A. Maramis (Menlu) kemudian menunjukkan betapa semangat juang itu tersebar di kalangan perwakilan RI di luar negeri, meskipun keadaan keuangan jauh dari mencukupi. Ia mengemukakan keberhasilan upaya diplomasi yang dilakukan Dr. H.M. Rasidi di TimurTengah khususnya Mesir, Irak, Arab Saudi dan

Suriah serta Mr. Utojo di sekitar Singapura dan Malaysia serta Soedarpo Sastro satomo, Soedjatmoko dan LN. Palaar di AS. Konferensi Asia untuk Indonesia di New Delhi menghasilkan Resolusi New Delhi 28 Januari 1949 yang menuntut Belanda untuk menarik diri dari Karesidenan Yogyakarta, yang kemudian disepakati oleh India, Australia, Cina, Kuba, Norwegia dan AS.

Juwono Sudarsono memang masih mempertanyakan, “apakah ada kerjasama baik antara PDRI Sumatera dan wakil-wakil RI di luar negeri” karena seringkali kawat dan berita yang dilakukan kedua pihak tertahan atau hilang di tengah jalan. Tetapi, katanya, bagaimanapun melalui kawat yang dikirim PDRI (Arsip Nasional, 155/PDRI, 15/2/49) diketahui bahwa “PDRI telah mendapat kedudukan sebagai satu-satunya pemerintah pusat sementara. Keabsahan PDRI di luar negeri diakui.”

Adanya unsur pemerintah yang tetap di tanah air dan perwakilannya di luar negeri diakui sebagai perutusan yang sah dari “Republik”, sudah merepotkan Belanda bukan saja di negara-negara “Asia-Afrika dan Non-Blok” tetapi juga sekutu penting AS, Australia dan Inggris.

Juwono memperkirakan gagasan “exile government” sebagian diambil dari konsep pemerintah pelarian Charles De Gaulle yang bermarkas di London setelah Perancis diduduki Jerman fasis tahun 1940-an.

Seminar dua hari tentang PDRI dibuka Senin oleh Men sesneg Drs. Moerdiono yang membacakan amanat tertulis Presiden Soeharto.

Sementara itu sejarawan senior LIPI Dr. Taufik Abdullah menyatakan bahwa PDRI sebagai sejarah telah berlalu (dikenang atau dilupakan), dan sebagai kisah­cukup lama tak terkisahkan.

Ia menyatakan, sebuah pola dominasi sejarah (perang kemerdekaan) telah terbentuk yang berkisar pada poros Jakarta-Yogyakarta. Dalam penulisan sejarah perang kemerdekaan “nasib” PDRI hampir terabaikan.

 

 

PDRI Berpusat di Sumatera Barat

“Dalam sejarah PDRI diperlakukan sebagai interlude belaka, bukan suatu episode sejarah yang utuh pada dirinya,” lanjut Taufik.

Ditegaskan bahwa dengan memperhatikan kembali sejarah PDRI dan periode ke tiga dari Sejarah Perang Kemerdekaan, berbagai hal dapat ditemukan, kontinuitas sejarah yang utuh, (PDRI) bisa diingat kembali dalam ingatan kolektif bangsa serta “beberapa hal” yang makin meneguhkan keterikatan pada cita-cita dan strategi bersama dan makin memberi peluang untuk mengadakan inovasi yang kreatif. Seminar dua hari itu diikuti 185 peserta.

 

 

Sumber : ANTARA (26/09/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 332-333.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.