PRESIDEN: JANGAN PUNYA PIKIRAN MENCARI IDEOLOGI ALTERNATIF

PRESIDEN: JANGAN PUNYA PIKIRAN MENCARI IDEOLOGI ALTERNATIF

 

 

Jakarta, Antara

Presiden Soeharto hari Selasa minta kepada pimpinan baru Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk menekankan pendidikan politik kepada warga dan pendukungnya, di samping membudayakan mekanisme Demokrasi Pancasila.

Dalam petunjuknya ketika menerima pengurus baru Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP di Bina Graha, Jakarta, Presiden menambahkan bahwa melalui pendidikan politik itu, warga dan pendukung PPP diharapkan bisa disadarkan tentang hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

“Oleh karena itu, jangan sampai ada pikiran-pikiran untuk mencari altematif yang lain dari Pancasila dan UUD ’45 karena Negara Pancasila terbukti mampu mengikat persatuan dan kesatuan,” katanya seperti dikutip Sekjen DPP PPP Matori Abdul Jalil kepada wartawan seusai diterima Kepala Negara.

Pada pertemuan tersebut, sambung Ketua Umum DPP PPP Ismail Hasan Metareum, Presiden juga minta supaya keluarga besar PPP ikut menjaga stabilitas politik.

Sehubungan dengan itu, Presiden mengingatkan bahwa negara menjamin kelangsungan hidup tiga kekuatan sospol yang menjadi peserta pemilu (PPP, Golkar dan PDI), di samping memberi jaminan bagi kebebasan setiap warganegara untuk melaksanakan ibadah sesuai keyakinan agama mereka.

“Kalau negara bisa stabil dan tenteram maka orang bisa beribadah lebih khusuk. Sebaliknya, kalau terganggu, maka kekhususkan beribadah juga bisa berkurang,” tegas Presiden dikutip Ismail Hasan.

Para pengurus DPP PPP hasil Muktamar II tersebut menghadap Presiden untuk memperkenalkan diri sekaligus melaporkan hasil-hasil muktamar di Jakarta akhir Agustus sampai awal September lalu itu.

Ketika ditanya sikap dan pandangan PPP atas kemungkinan perubahan sistem Pemilu, Ismail Hasan secara diplomatis mengatakan hal itu terserah pada konsensus nasional.

Sistem distrik atau sistem proporsional, menurut dia, ada baik dan ada buruknya. ”Yang mana pun dipakai, kami tidak mempersoalkan karena kami siap melaksanakan yang mana saja,” katanya.

“Kalau begitu sikap PPP kayaknya kurang tegas, Pak,” celetuk wartawan yang spontan dijawab oleh Ismail “Saudara bisa saja mengatakan begitu, tetapi kami berpendapat kedua sistem itu sama untuk kepentingan karni.” Tapi kalau saudara mau bicarakan mana sistem yang terbaik dalam kaitannya dengan rakyat, itu soal lain, sambungnya.

Ismail Hasan mencatat bahwa tahun 1969, DPR menetapkan kombinasi sistem pemilu, yakni sistem distrik dan proporsional, namun akhirnya lama-lama mengarah pada sistem proporsional penuh, dengan catatan yang kurang berarti Ismail Hasan juga menegaskan bahwa dengan terpilihnya dia sebagai ketua umum baru PPP, sistem kepemimpinan di dalam parpol itu tidak akan banyak berubah dibanding sewaktu HJ. Naro menjadi ketua umum.

“Kalau soal gaya kepemimpinan tentu tergantung pribadi masing-masing,”

sambungnya sambil tertawa ketika wartawan memperbandingkan gaya penampilannya yang bertolak belakang dengan Naro yang menggebu-gebu jika berbicara.

 

 

Sumber : ANTARA (03/10/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 336-337.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.