PRESIDEN: PEMBANGUNAN TIDAK AKAN LUPUT DARI KEKURANGAN
Jakarta, Angkatan Bersenjata
PRESIDEN Soeharto menilai pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia selama ini, telah menunjukkan hasil menggembirakan, namun pada sisi lain ia juga mengakui masih ada berbagai kekurangan yang harus diatasi dan penyimpangan yang perlu diluruskan.
Ketika meresmikan proyek-proyek pembangunan di Bengkulu, yang bernilai hampir Rp 67 miliar, Sabtu sore Kepala Negara juga mengingatkan kepada Bangsa Indonesia tentang pentingnya agama sebagai satu-satunya sandaran batin, yang dapat memberi rasa kedalaman dalam hidup, baik dalam suka cita keberhasilan maupun dalam kesulitan.
“Pengalaman hidup kita menunjukkan bahwa kehidupan kebendaan saja, serba kecukupan lahiriah saja, tidak dapat memberi kedalaman kepada kehidupan kita. Bisa saja orang serba kecukupan secara lahiriah kebendaan, tetapi jiwanya selalu gelisah”, katanya
Presiden menambahkan bahwa nilai-nilai moral spiritual yang diajarkan oleh agama akan memberi makna dalam bagi pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia sebagai pengamalan Pancasila.
Peresmian proyek-proyek pembangunan di Bengkulu itu dipusatkan di Kecamatan Muko-Muko, Kabupaten Bengkula Utara, pada lokasi Irigasi Air Manjuto (salah satu di antara proyek yang diresmikan), yang letaknya sekitar 290 km sebelah utara kota Bengkulu.
Upacara peresmian yang menurut rencana dimulai pukul 10.00 WIB tertunda lebih empat jam karena terlambatnya kedatangan Presiden dan rombongan di Bengkulu akibat cuaca buruk yang melingkupi Bandara Padang Kemiling sejak pagi hingga siang.
Tidak Tutup Mata
Setelah terlebih dulu minta maaf atas keterlambatannya yang di luar dugaan dan jangkauan untuk diatasi manusia itu, Presiden di depan ribuan warga masyarakat Bengkulu yang menantinya sejak pagi menyatakan bahwa pembangunan adalah hasil kerja manusia, yang pasti tidak pernah luput dari kekurangan.
“Pembangunan yang kita laksanakan telah berhasil mencapai kemajuan yang besar. Hal itu tidak berarti kita menutup mata terhadap kekurangan-kekurangan yang masih harus kita atasi dan penyimpangan-penyimpangan yang harus kita luruskan”, katanya.
Akan tetapi, sambungnya, secara garis besar Bangsa Indonesia telah mencapai tingkat kemajuan dan kemantapan sehingga akan sanggup memasuki tahap baru yang sangat penting, yakni tahap tinggal landas mulai Repelita VI.
Presiden memberikan gambaran tentang kemajuan-kemajuan tersebut, seperti di bidang ekonomi ia menunjuk pada keberhasilan mewujudkan struktur ekonomi yang kian seimbang sehingga perekonomian Indonesia mempunyai daya tahan makin kuat
“Di bidang politik, kita juga telah berhasil membangun kesepakatan dalam pelbagai masalah dasar”, katanya seraya menambahkan bahwa kemajuan di bidang sosial budaya antara lain ditandai oleh berhasilnya peningkatan mutu pendidikan tingkat kesehatan dan kedalaman rasa keagamaan di kalangan masyarakat.
Karena itu, kata Kepala Negara, meskipun pembangunan telah menunjukkan banyak kemajuan, berbagai kekurangan yang masih ada haruslah dibenahi, terutama untuk menjawab berbagai tantangan yang semakin berat di masa datang.
Empat Irigasi
Proyek-proyek pembangunan yang diresmikan Presiden tersebut terdiri atas empat irigasi di berbagai tempat terpisah dan sebuah masjid megah yang dibangun di Kodya Bengkulu.
Menteri Pekerjaan Umum Radinal Mochtar melaporkan bahwa keempat irigasi itu dibangun dengan dana APBN dan bantuan luar negeri.
Di samping Irigasi Air Manjuto (lrigasi Muko-Muko ), tiga irigasi lain yang diresmikan Kepala Negara adalah irigasi Air Nipis Seginim di Kecamatan Manna, Bengkulu Selatan (170 Km selatan Bengkulu), irigasi Air Musi Kejalo di Kecamatan Curup, Kabupaten Rejang Lebong (sekitar 91 km timur Bengkulu) dan irigasi Air Kedurang yang juga terletak di Kecamatan Manna Kabupaten Bengkulu Selatan.
Di antara keempat Irigasi tersebut, pembangunan Irigasi Muko-Muko menelan biaya paling besar, yakni sekitar Rp 50 miliar, sedangkan tiga lainnya masing-masing mencapai sekitar Rp 9.1 miliar, Rp 4,7 miliar, dan Rp 84 juta.
Masjid yang diresmikan presiden, adalah masjid Akbar Bengkulu dibangun dengan dana Rp 1.5 miliar berasal dari sumbangan masyarakat, perusahaan swasta, bantuan Pemda TingkatIdan bantuan Presiden.
Masjid yang mampu menampu ng sekitar 3.000 jemaah dan nampaknya akan menjadi kebanggaan masyarakat Bengkulu itu, memiliki kubah terbuat dari fibreglass, yang tingginya 24 m dari muka lantai. diameter bawah 32 meter dan diameter atas 10 meter.
Gubernur Bengkulu Soeprapto dalam sambutannya menjelaskan bahwa sejak dibangunnya Pelabuhan Pulau Baai, Bengkulu kini terlepas dari isolasi keterbelakangan.
“Begitu isolasi jebol, banyak pengusaha swasta yang masuk ke Bengkulu, baik swasta nasional maupun asing,” katanya.
Ketika memberikan contoh tentang kemajuan wilayahnya, Soeprapto menjelaskan, “kalau dulu, lewat darat, jarak dari kota Bengkulu ke Muko-Muko harus ditempuh empat hari, kini jarak tersebut dapat ditempuh hanya dalam tempo sekitar tujuh jam”.
Selesai peresmian itu Presiden menyerahkan secara simbolis hak guna tanah dan sertifikat tanah kepada para transmigran yang masing-masing diterima oleh Alirudin, Nawai dan Kamarun, serta Dirut PT. Perkebunan Wai Sebayur.
Hadir dalam peresmian itu Ibu Tien Soeharto, Mensesneg Moerdiono, Mendagri Rudini, Menteri PU Radinal Moochtar, Menteri Pertanian Wardojo, Menteri Transmigrasi Soegiarto, Menteri Agama Munawir Sjadzali dan Panglima ABRI Jenderal Try Sutrisno. Hadir pula Gubernur Bengkulu Soeprapto, Gubernur Jawa Tengah Ismail dan Gubernur Sumatera Barat, serta undangan lainnya.
Temu Wicara
Sementara itu dalam kesempatan temu wicara Presiden Soeharto menganjurkan agar para petani yang belum mampu, tetap menggunakan alat-alat pertanian yang sederhana. Dengan tata cara bertani yang baik maka hasilnya juga akan baik bahkan bisa terus meningkat.
“Kita tidak perlu segera dengan mekanisasi alat-alat pertanian misalnya menggunakan traktor, karena selain mahal kita harus belajar dulu bagaimana menggunakannya, dan perawatannya juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit,” tambahnya.
Kepada para petani Kepala Negara juga menyarankan kalau cukup beruang agar mereka menggunakan temak untuk mengolah sawah misalnya, karena dengan menggunakan ternak selain kita memeliharanya juga kotorannya baik untuk pupuk. “Pupuk kotoran temak baik sekali untuk menyuburkan tanah dan menambah hasil pertanian,” tambahnya.
Anjuran dan saran itu disampaikan Presiden Soeharto ketika bertatap muka dan berbicara langsung dengan para transmigran baik lokal maupun yang berasal dari Kedungombo, Boyolali di Muko-Muko Bengkulu Utara, Sabtu sore, setelah meresmikan 4 bendung/irigasi dan Masjid Akbar Bengkulu.
Para transmigran itu antara lain bermukim di daerah yang mendapat kemudahan dari proyek irigasi Muko-Muko. Dalam luas areal 7.500 Ha itu, sebelah kiri area yang diresmikan, lokasinya dibagikan 2.395 Ha untuk 2.100 KK penduduk setempat, 857 Ha untuk 500 transmigran eks Kedungombo dan transmigrasi urnurn, 1.400 Ha untuk 700 KK transmigran swakarsa Kedungombo, 1.837 Ha untuk transmigrasi sebanyak 1.000 KK bantuan Yayasan Dharmais termasuk juga di antaranya bekas penduduk Kedungombo dan ICII Ha untuk KK pemukiman kembali perambah hutan lindung.
Sederhana
Presiden Soeharto menghendaki agar para transmigran yang bertani itu tidak perlu ragu untuk tetap menggunakan teknologi sederhana dalam pertanian, namun harus dikuasai benar-benar sehingga menguntungkan.
Kepala Negara juga menganjurkan kepada para petani benar-benar menguasai panca usaha tani. Dengan begitu mereka akan mampu menghidupi keluarganya. “Jangan selalu minta tambahan waktu untuk terus diberi makan gratis dari pemerintah dari waktu yang disediakan setahun, sebab masih banyak para transmigran yang membutuhkan perhatian,” kata Presiden.
Dalam menanam palawija, disarankan pula antara lain, menanam singkong sebab dari pada dibuat gaplek kini ada teknologi yang mampu membuatnya menjadi tepung setelah diparut. Tepung ini bisa disimpan lama, sekitar 1 tahun, dan bisa dijadikan nasi tiwul atau roti. “Biar nanti rakyat Muko-Muko bisa makan roti, tiap hari,” kata Presiden sambil tertawa.
Kepada para transmigran asal Kedungombo juga diminta untuk menulis surat kepada kawan-kawannya di sana untuk segera mengikuti jejak mereta bertransmigrasi. Karena dengan bertransmigrasi kehidupan masa depannya lebih terjamin, sebab pemerintah telah menyediakan tanah seluas 2 Ha yang cukup subur untuk menghasilkan.
Presiden juga mengingatkan bahwa masa depan para transrnigran itu terletak pada diri mereka sendiri. Artinya mereka harus bekerja keras.
Sudah Minta
Dalam acara temu wicara itu Presiden mendengarkan penuturan langsung dari para transmigran asal Kedungombo. Seorang transmigran yang mengaku pernah kuliah di UNS untuk jurusan ilmu-ilmu social dan politik, tidak segan untuk bertransmigran. “Kini saya sudah mantap pak tinggal di sini,” katanya atas pertanyaan Presiden bagaimana keadaan di Jawa dengan di Muko-Muko ini.
Apalagi di proyek pemukiman transrnigrasi SP V dimana mereka tinggal ada sebuah SD dengan ruang kelas sebanyak 6 buah, dimana anak-anak mereka bisa bersekolah .Pemerintah kata Presiden tengah memikirkan untuk membuat sekolah yang lebih tinggi karena jumlah lulusan SD atau usia sekolah 7-12 tahun terus bertambah.
Dua transmigran lokal, masing-masing Nawai dan Muslihat secara terus terang mengatakan senang sekali dengan adanya transmigran asal Kedungombo ini. Mereka dipandang lebih mempunyai keterampilan dalam bertani, sehingga para transmigran lokal bisa menirunya.
“Masyarakat asli Bengkulu tidak merasa terganggu dengan datangnya mereka dari Jawa, bahkan kami bisa memperoleh manfaat yang tidak sedikit. Kaum ibunya tambah maju dengan program PKK dan transmigran dari Kedungombo itu pandai membuat jemblem (misro, sejenis makanan), akhimya sekarang istri kami tiap hari membuat jemblem pak,” kata Nawawi yang disambut tawa hadirin termasuk Presiden dan Ibu Tien Soeharto.
Sementara Muslihat mengatakan sebelum adanya transmigran asal Kedungombo itu, banyak diantara kawannya yang suka dengan sistem ladang berpindah, tapi kini tidak lagi. Menurutnya cara berladang tetap, merupakan yang lebih baik seperti yang dilakukan para transmigran asal Kedungombo itu.
Presiden Soeharto mengatakan memang ada sementara kekuatiran terhadap para transmigran asal Jawa ini. Namun dengan pengalaman yang dituturkan Muslihat dan Nawawi, maka kekuatiran tidak beralasan itu menjadi lenyap.
Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (03/07/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal.441-446.