INDUSTRIALISASI PEROLEH MOMENTUM KUAT UNTUK MAJU LEBIH PESAT
Jakarta, Angkatan Bersenjata
PRESIDEN Soeharto mengatakan proses industrialisasi di Indonesia telah mulai memperoleh momentum yang kuat untuk maju lebih pesat lagi di masa datang.
“Selangkah demi selangkah kita bergerak maju memperbaiki struktur ekonomi kita dengan titik berat kekuatan industri yang didukung oleh sektor pertanian yang tangguh, sebagaimana diamanatkan GBHN,” ujar Presiden ketika meresmikan 12 pabrik petrokimia yang tersebar di Jakarta, Jabar, Jatim dan Sumsel dan dipusatkan di PT Asahimas Subentra, Cilegon Banten, Sabtu.
Presiden mengemukakan berbagai kemajuan pesat di sektor industri yang sangat mengesankan, menunjukan ketepatan arah kebijaksanaan yang kita tempuh selama ini. Terutama melalui serangkaian kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi. “Sekarang telah tercipta iklim usaha yang makin baik dan lebih pasti, yang harus terus kita kembangkan di masa datang.”
Itu juga berarti bangsa kita benar-benar berkemampuan dan cakap dalam membangun industri. Kemajuan-kemajuan itu juga menunjukkan meningkatnya kemampuan para pengusaha, tenaga ahli dan terampil, para pekerja, tenaga-tenaga manajemen, pemasaran dan kemampuan lain di tengah masyarakat. Semua itu mempertebal keyakinan bahwa sektor industri akan menjadi penggerak utama pembangunan di tahun-tahun mendatang.
Untuk itu Kepala Negara menyampaikan penghargaan kepada semua yang telah berperan secara kreatif, berhasil membangun sektor industri sehingga mampu meningkatkan laju perekonomian bangsa kita. Kerja keras dan keuletan mereka telah ikut mendorong lajunya pembangunan di sektor industri.
Kita memang harus berusaha untuk terus meningkatkan kemampuan kita, meningkatkan potensi sumber daya manusia. Ini makin terasa penting dalam Repelita V, yang merupakan tahapan untuk meletakkan landasan yang kukuh dan kuat agar kita dapat memasuki proses tinggal landas dalam Repelita VI. “Dalam memasuki proses tinggal landas tadi kita harus makin mengandalkan sumber daya manusia, karena potensi itulah yang merupakan kekuatan dinamis pembangunan,” kata Presiden mengingatkan.
Tidak Padat Karya
Sementara itu Menteri Perindustrian Hartarto dalam laporannya mengatakan industri petrokimia pada umumnya adalah padat modal menggunakan teknologi canggih, dan tidak padat karya. Namun kehadirannya mampu mendorong perkembangan industri hilirnya yang umumnya padat karya.
Menurut Hartarto kehadiran ke-12 pabrik petrokirnia itu mempunyai arti penting bagi pemerintah, karena adanya penanaman modal sebesar Rp 27,69 milyar ditambah US$ 254,39 juta akan mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 1.332 orang.
Selain itu hasil produksinya diperkirakan akan menyumbang penghematan devisa sebesar US$ 73,29 juta dan memperoleh devisa sebesar US$ 47.60 juta per tahun.
Penghematan dan penghasilan devisa itu antara lain dari PT. Gema Polytama Kimia seperti yang dilaporkan Dirutnya Ir. Fadel Muhammad kepada Presiden. Berstatus PMA, pabrik ini yang berlokasi Cilegon Jawa Barat menghemat devisa sebesar US$ 8.750.000 per tahun dan mendapatkan devisa US$ 14.950.000 per tahun. Tenaga kerja yang dibutuhkan 92 Indonesia ditambah 5 tenaga asing. Pabrik ini menghasilkan polyol 20.000 ton per tahun dipasarkan ke luar negeri 35 % dan selebihnya untuk konsumsi dalam negeri. Berproduksi Juni 1989 pabrik ini menelan biaya US$ 34.600.000.
Komisaris Utama PT Asahimas Subentra Chenical Sudwikatmono atas nama ke 12 pabrik yang diresmikan mengemukakan pabrik-pabrik tersebut adalah PT. Asahimas Subentra Chemical (PMA) di Anyer Cilegon investasi US$ 197 juta menghasilkan EDC 280.000/tahun, VCM 150.000/tahun dan PVC 70.000/tahun serta 130.000/tahun.
PT Gema Polytama Kimia (PMA) di Anyer Cilegon investasi US$ 34,50 juta, lalu PT. Polyetem Lindo (PMDN) di Merak Jabar merupakan unit perluasan dari 14.000 ton l tahun menjadi 21.000 dengan investasi Rp 580 milyar dan pabrik baru PT Bentala Agung Praana (PMDN) di sei selincah Palembang berinvestasi Rp10.56 milyar dengan kapasitas 60.000 ton /tahun kedua pabrik ini menghasilkan polystyrene.
Tiga pabrik resin sintetik yaitu PT. Mulya Adhi Paramiu (Non PMA/PMDN) menghasilkan latex/resin synthetic dispersion 12.000 ton/tahun di Merak Jabar berinvestasi Rp 4,15 milyar, PT. Pardic Jaya Chemical (PMA) di Tangerang berinvestasi US5 2,46 juta dan PT. Juslus Sakti (Non PMA/PMDN) berinvestasi Rp 2.10 milyar di Jakarta menghasilkan unsaturated polyester resin 6.000 ton/tahun.
Dua pabrik penghasil bahan kimia khusus yaitu PT. Nalco Perkasa (PMA) investasi US$ 10,83 juta dengan kapasitas 6.400 ton/tahun di Bogar, PT. Pulosynthetics (PM) yang merupakan perluasan investasi sebesar US$ 0,74 juta menghasilkan 1000 ton/tahun berlokasi di Jakarta.
Dua pabrik penghasil surfactant/pembersih adalah PT. Manyar Kimindo (PMDN) berinvestasi Rp 4,47 milyar hasilnya sebanyak 10.800 ton/tahun berlokasi di Gresik dan PT. Poleko indonesia Chemical (PMA) yang merupakan unit perluasan berinvestasi US$ 8,8 juta menghasilkan 17.100 ton/tahun berlokasi di bekasi.
Kemudian PT Dirgantara Buana sasana (Non PMA/PMDN) suatu pabrik baru di Jakarta berinvestasi Rp 599 juta menghasilkan cairan hidraulik sebagai minyak rem untuk kendaraan bermotor dengan kapasitas 500.000 liter/tahun.
Peresmian ke-12 pabrik itu ditandai dengan penekanan tombol sirene dan penandatanganan 12 prasasti. Dihadiri oleh Ibu Tien Socharto. Menko Polkam Sudomo, Menko Ekuin Radius Prawiro, Menteri Perindustiian Hartarto, Menpen Harmoko, dan Menteri Perhubungan Arwar Anas, acara peresmian itu diakhiri dengan peninjauan keliling.
Sumber : ANGKATAN BERSENJATA (28/08/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal.469-471.