PRESIDEN SOEHARTO IMBAU NEGARA MAJU AGAR LEBIH TERTIB MEMECAHKAN MASALAH KEPENDUDUKAN
New York, Kompas
Presiden Soeharto menilai, negara-negara kaya yang semestinya dapat berbuat lebih banyak justru belum cukup berbuat menanggulangi masalah kependudukan sedunia. Padahal, masalah kuantitas dan kualitas yang dihadapi oleh mayoritas umat manusia yang berada di negara berkembang pasti akan membawa dampak terhadap pertumbuhan dan kehidupan seluruh bangsa di muka bumi. Karena itu ia mengimbau perhatian dan keterlibatan negara-negara maju dalam memecahkan masalah kependudukan yang merupakan unsur pokok dari pembangunan berkelanjutan secara global.
Hal ini dikemukakan Presiden Soeharto dalam pidatonya ketika menerima Penghargaan Kependudukan PBB (United Nations Population Award UNPA) 1989 Kamis petang waktu setempat (Jum’at Subuh WIB). Diiringi tepuk tangan riuh dari segenap yang memenuhi ruang Dewan Perwakilan PBB di lantai II Gedung Markas Besar PBB di New York, Presiden Soeharto yang tanggal 8 Juni tepat berulang tahun ke-68 menerima penghargaan medali, dan cek sebesar 12.500 dollar AS dari Sekjen PBB Javier Perez de Cueller.
Demikian dilaporkan wartawan Kompas Ansel da Lopez dan Threes Nio dari New York Jum’ at kemarin. Presiden Soeharto yang mengenakan jas biru tua dan kopiah hitam memasuki ruangan upacara bersama Sekjen PBB, Ketua Komisaris UNPA Mario Moya Palencia, Sekretaris Komite UNPA Dr. Nafis Sidik, dan Menteri Program Nasional dan Kependudukan Togo M. Aissah Agberta yang mewakili lembaga yang dipimpinnya juga menerima penghargaan PBB.
Alunan musik lembut dari biola yang dimainkan sebuah kuartet menyambut para tamu membuat suasana terasa khidmat. Kepala Negara dan Sekjen PBB kemudian naik ke tempat pimpinan dan duduk berdampingan. Setelah itu Ny. Tien Soeharto yang mengenakan kebaya berwarna hijau di dampingi Ny. Perez di Cuellar mengambil tempat di depan panggung pimpinan. Pidato Presiden Soeharto disampaikan dalam bahasa Indonesia sedang pidato Menteri Aissah Agberta dalam bahasa Perancis.
Masalah Kependudukan
Javier Perez de Cuellar dalam kesempatan ini menegaskan terpilihya Presiden Soeharto oleh PBB untuk menerima Penghargaan Kependudukan 1989 karena dukungannya yang begitu kuat yang telah diberikan selama 20 tahun kepada pelaksanaan program KB di Indonesia. Selama itu berbagai kemajuan di bidang kependudukan telah dicapai berupa menurunnya tingkat kelahiran kesuburan dan kematian bayi.
Beberapa bulan setelah memangku jabatan Presiden pada tahun 1967 Presiden Soeharto bersama 26 kepala negara lainnya menandatangani sebuah deklarasi tentang kependudukan. Dan pada tahun 1968 Presiden Soeharto langsung menandatangani sebuah instruksi yang merupakan dasar kuat bagi pelaksanaan program kependudukan yang instensif di Tanah Air. Program inimulai dilaksanakan pada tahun 1970 di bawah koordinasi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Tujuannya antara lain untuk menurunkan angka rata-rata kelahiran sampai setengahnya pada tahun 2000.
Dalam 20 tahun terakhir ini angka kelahiran kasar menurun dari 44 menjadi 29 per 1000 penduduk. Angka kelahiran total atau jumlah anak yang pernah dilahirkan oleh seorang wanita selama masa reproduksi rata-rata menurun dari 5,6 anak pada periode 1967-1970 menjadi 3,3 pada periode 1985-1989.
“Kami mengembangkan strategi dasar pelembagaan dan pembudayaan norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Berdasarkan strategi ini maka KB bukanlah semata-mata masalah kuantitatif demografis serta masalah klinis kontrasepsi, tapi menyangkut usaha untuk mengadakan perombakan tata nilai dan norma. Dengan demikian program KB merupakan bagian dari usaha pembaharuan bangsa, memerangi kemiskinan keterbelakangan dan ketidakpedulian,” kata Presiden Soeharto dalam pidatonya dan lalu dilukiskan betapa tidak mudahnya jalan yang harus dilalui untuk mencapai hasil seperti sekarang.
Dalam masyarakat pertanian yang tradisional, setiap anak adalah sumber kebahagian yang membawa rezeki masing-masing. Anak menjadi penolong sang ayah di ladang dan sang ibu di dapur, penawar hati orangtua dalam menghadapi kesulitan hidup.
Presiden juga menegaskan bahwa salah satu hasil pembangunan yang mempunyai pengaruh besar terhadap penurunan pertumbuhan penduduk adalah sektor pendidikan. Secara umum pendidikan yang makin luas dan makin tinggi membukakan cakrawala pandangan bagi masyarakat untuk maju dan menerima gagasan serta inovasi baru, termasuk wawasan masa depan, motivasi berkeluarga kecil, tanggungjawab terbadap anak, usia kawin yang lebih matang, dan sebagainya.
Tuntutan Kualitas
Menurut Kepala Negara, program KB Masib tetap akan merupakan kegiatan yang penting dan barus dilaksanakan dengan upaya yang makin meningkat dalam Repelita V dan selanjutnya. Kendatipun demikian pendekatan kuantitatif dengan pengendalian kelahiran itu tidak lagi akan mencukupi dalam menghadapi tantangan kependudukan di masa-masa yang akan datang. Betapapun berhasilnya pendekatan ini,jumlah penduduk Indonesia mau tidak mau akan melampaui 200juta jiwa pada awal abad ke-21. Tuntutan dan kebutuhan pun akan makin meningkat, baik terbadap lapangan kerja, sarana kehidupan, energi ruang maupun sumber alam.
Beban yang dipukul lingkungan hidup akan semakin berat, sehingga dapat mengancam kesinambungan pembangunan untuk generasi-generasi seterusnya.
“Yang dituntut dari penduduk kami menjelang abad ke-21 tidak saja terbatas pada keseimbangan jumlah, tetapi juga kualitas yang lebih memadai dan sesuai dengan perubahan zaman yang terjadi dengan cepat. Tuntutan dan tantangan seperti itu sudah tentu harus dihadapi dengan pendekatan yang lebih terpadu, kuantitatif, dan kualitatif,” kata Presiden Soebarto.
Dikemukakan , sebenarnya yang barus ditanggulangi itu bukan banyak jumlah penduduk yang besar tapi kualitas yang melekat padajumlah itu. Penduduk yang besar memang akan merupakan kendala bagi pembangunan atau beban lingkungan, yaitu apabila tidak mempunyai, kualitas yang memadai. Namun jumlah yang besar itu sebenarnya dapat merupakan modal yang sangat besar pula, andaikata dapat dikembangkan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas yang dapat memanfaatkan sumber daya alam secara arif dan berkelanjutan seraya menopang kehidupan manusiaitu sendiri.
Presiden Soebarto mengemukakan bahwa tujuan akhir dari pembangunan Indonesia adalah membangun manusia seutuhnya tidak banyak dari segi kuantitatif tetapi juga kualitatif. Tidak banyak sebagai kendala tapi juga sebagai sumber daya.Ia mengusulkan agar perhatian barus mulai diarahkan pada masalah tersebut.
Bantuan negara maju dan badan intemasional akan lebih membawa hasil yang lebih bermanfaat apabilajuga ditujukan pada pemecahan masalah kuantitatif ini. ”Saya mengimbau agar kita bersama-sama memikirkan bagaimana menjadikan penduduk dunia ini sebagai modal bagi pembangunan yang berkelanjutan, yang sama-sama sepakat untuk menciptakan kehidupan umat manusia yang lebih baik,” demikian Presiden Soeharto. (SA)
Sumber :KOMPAS (10/06/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 895.