PRESIDEN SERUKAN PEMDA CEGAH KERUSAKAN SUMBER DAYA ALAM
Palu, Kompas
Presiden Soeharto menyerukan kepada semua pemerintah daerah (pemda) agar mengambillangkah-langkah mencegah kerusakan sumber daya alam. Selain itu juga dianjurkan agar di kota-kota dibangun hutan kota, serta dilaksanakan penghijauan di sepanjang pantai dan kiri kanan alur sungai sebagai penyangga lingkungan.
Seman itu dikemukakan Kepala Negara pada puncak Pekan Penghijauan Nasional (PPN) ke-30 yang tahun ini dipusatkan di Desa Ngatabaru, Kecamatan Biromaru, Donggala, Sulawesi Tengah, Senin (17/12).
Dikatakan, salah satu sumber daya alam yang dimiliki adalah lahan kering. Lahan itu sangat luas dan baru sebagian kecil saja yang dimanfaatkan secara baik dan benar. Lahan kering itu harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Untuk itu Presiden juga mengajak petani penggarap agar memilih tanaman yang cocok seperti buah-buahan, kayu dan tanaman keras lainnya.
Usaha yang dilakukan untuk memanfaatkan lahan-lahan kering dengan tanaman keras guna melestarikan sumber daya alam tersebut, menurut Kepala Negara harus dicegah dari gangguan-gangguan yang merusak. Karenanya Kepala Negara, menginstruksikan agar semua pemda mengambil langkah mencegah kerusakan sumber daya alam.
Presiden dan Ny. Tien Soeharto dalam kesempatan itu melakukan penanaman pohon ebony, diikuti Menhut dan Ny. Hasjrul Harahap, Menpora Akbar Tanjung dan Gubernur Sulteng Azis Lamadjidio , sekaligus menandai dimulainya puncak PPN ke-30.
Lebih dari 10.000 massa pemuda, Pramuka dan Korpri datang meluber di areal PPN seluas 30 ha di Desa Ngatabaru. Meski di bawah hujan rintik-rintik, massa tidak sedikit pun bergerak, mengikuti acara sampai selesai.
Hutan Kota
Diingatkan pula oleh Presiden, pembangunan yang dilakukan selama ini juga telah meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kotakota. Hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk berbagai usaha dan permukiman, meningkatkan suhu udara di wilayah perkotaan, mengurangi persediaan air bersih, mendorong tumbuhnya daerah-daerah kumuh dan seterusnya. “Apabila hal ini tidak segera dapat kita atasi, maka kota-kota kita akan menjadi tempat yang tidak sehat,” kata Kepala Negara.
Untuk mengatasi hal itu, Presiden menganjurkan agar di kota-kota dibangun hutan kota serta dilaksanakan penghijauan di sepanjang pantai dan kiri-kanan alur sungai sebagai penyangga lingkungan. Dengan demikian kota-kota kelak akan menjadi kota yang indah, nyaman dan merupakan tempat yang sehat bagi warganya.
Secara terpisah, Presiden Soeharto di Sulteng kemarin juga meresmikan 36 pabrik aneka industri, kimia dasar, logam dasar, serta proyek pembangunan lainnya meliputi Rumah Sakti Umum Toli-Toli, Stadion dan Gedung Olahraga Gawalise, Palu, dan dua bendungan, masing-masing bendungan danjaringan irigasi Dolago dan Tome.
Di bagian lain sambutannya, Presiden juga sekali lagi minta perhatian semua pihak terhadap masalah peladang berpindah yang masih banyak dijumpai di mana-mana.
Dalam kaitan itu Kepala Negara menyampaikan penghargaannya kepada pemegang HPH, pengusaha perkayuan dan pengusaha hasil hutan yang telah turut membantu peladang berpindah dengan memberikan bibit tanaman, bantuan permukiman, sarana dan prasarana usaha tani, membangun lahan pertanian, serta membantu pendidikan para Kader Usaha Tani Menetap.
Diharapkannya, peladang yang telah terdidik sebagai kader itu menjadi teladan masyarakat tani di lingkungannya. Diharapkan pula para kader itu mengajak sesama petani lainnya yang masih berladang berpindah untuk bertani menetap.
Dalam kesempatan itu Presiden Soeharto menyerahkan pataka PPN ke-30 kepada Bupati Donggala B. Paliadju. Kepala Negara juga menanam pohon cindera cita, meninjau pameran serta bertemu wicara dengan anggota kelompok pelestari sumber daya alam, kader usaha tani menetap dan penyuluh kehutanan.
Dikembangkan Lebih Pesat
Sementara itu ketika meresmikan berbagai proyek pembangunan di Sulteng, Presiden Soeharto mengatakan, wilayah Indonesia bagian timur merupakan salah satu wilayah yang memiliki sumber daya alam yang banyak. Dengan bantuan tenaga ahli dan terampil serta dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada, wilayah ini pasti dapat dimajukan.”Wilayah Indonesia di sebelah timur memang dapat kita kembangkan lebih pesat lagi karena besamya potensi wilayah ini, baik di bidang industri, pertanian maupun pariwisata,” katanya.
Propinsi Sulteng misalnya, memiliki sumber daya alam yang sangat potensial dan dapat dimanfaatkan memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor. Salah satu di antaranya adalah kayu hitam yang terkenal mahal dan mewah.
“Pemanfaatan kayu hitam ini harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab agar tetap terjaga kelestariannya. Penebangan, pengangkutan, distribusi dan pengolahannya harus diatur dengan sebaik-baiknya. Industri kayu hitam yang berada pada lokasi bahan baku dan didirikan dengan susah payah serta dengan investasi yang tidak sedikit itu tidak boleh mengalami kekurangan bahan baku,” demikian Presiden Soeharto.
Di antara proyek-proyek yang diresmikan itu terdapat 36 proyek industri swasta yang menelan investasi Rp52,7 milyar dengan sasaran ekspor yang mentargetkan devisa sepanjang tahun 1991 mendatang sebesar 41 juta dollar AS, dengan primadona ekspor ebony barang jadi.
Menteri Perindustrian Hartarto menyebutkan, pengembangan industri di wilayah Indonesia Bagian Timur (IBT) baik industri regional, maupun yang berorientasi pasar ekspor dengan pasaran global mulai berkembang secara bertahap. Industri yang memasuki pasaran global adalah industri yang mengolah basil hutan, pertanian dan perkebunan, hasillaut dan basil pertambangan migas dan nonmigas.
Temu Wicara
Dalam kesempatan temu wicara dengan Kanitap (kelompok petani usaha menetap) dan KPSA (Kelompok Pelestari Sumber dayaAlam) Presiden mengimbau, agar petani mampu memelihara lahannya sehingga terus produktif. “Jangan segan-segan saling bertukar informasi, termasuk dengan petugas,” pinta Presiden. Terjadi dialog antara Presiden dengan petani sagu dari Batui, Kabupaten Banggai (Sulteng).
“Pak Presiden, kami minta bantuan agar tanaman sagu kami terns meningkat,” tutur H. Muhammad Panca, petani sagu dari Banggai. “Yang penting dulu, kemampuan yang ada dipelihara, lalu bisa dibantu dengan tehnologi. Khusus tehnologi memangjangan terburuburu, yang penting kontinuitas produksinya berjalan baik,” harap Presiden disambut tepuk tangan hadirin. (SA)
Sumber : KOMPAS(18/12/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 565-569.