DASAR UPAH AKAN DIUBAH DARI KFM MENJADI KEBUTUHAN HIDUP MINIMAL
Jakarta, Antara
Pemerintah sedang membahas upaya untuk mengubah dasar pengupahan dari yang tadinya Kebutuhan Fisik Minimal (KFM) menjadi Kebutuhan Hidup Minimal (KHM) agar tingkat upah dikalangan pekerja dapat diperbaiki.
Upaya untuk mengubah dasar pengupahan itu dilaporkan kepada Presiden Soeharto oleh Menteri Tenaga Kerja Cosmas Batubara di Bina Graha Jakarta, Sabtu.
Dalam keterangannya kepada wartawan seusai diterima Kepala Negara, Menaker menjelaskan bahwa pembahasan itu dilakukan oleh Depnaker karena komponen-komponen KFM yang ditentukan 33 tahun lalu dewasa ini sudah banyak berubah.
Sebagai contoh, ia menyebutkan bahwa dulu sandal jepit dianggap memadai sebagai salah satu komponen KFM. Akan tetapi, sambungnya, kebutuhan tersebut kini dirasakan kurang memadai karena sandal jepit harus ganti dengan sepatu.
“Demikian juga dengan perumahan yang dulunya sangat sederhana, kini mengalami perubahan,” tandasnya.
Dikatakannya bahwa rencana pembahan dasar pengupahan untuk memperbaiki tingkat pengupahan pekerja di tanah air itu masih memerlukan pembahasan lanjutan di lingkungan Depnaker dan Departemen.
Keuangan
Cosmas mengatakan bahwa Presiden Soeharto setelah mendengar laporan tentang rencana pembahan itu berpesan agar dalam masalah pengupahan hendaknya diterapkan pendekatan solidaritas sosial.
Maksudnya, kata Menaker, antara pengusaha dan pekerja hendaknya terjalin pengertian sama bahwa perbaikan nasib pekerja hendaknya menjadi perhatian semua pihak dengan sekaligus mempertimbangkan aspek lapangan kerja.
“Jadi, kita tidak boleh melihat masalah itu dari sudut menaikkan upah saja, melainkan juga harus mempertimbangkan agar pengusaha bisa memperluas lapangan kerja,” kata Cosmas seraya menginga tkan bahwa jumlah pencari kerja dan lapangan kerja yang ada di Indonesia sekarang masih tidak sebanding.
Di samping soal pengupahan, Menaker juga melaporkan kepada Presiden langkah-langkah perlindungan bagi para pekerja, baik di dalam maupun di luar negeri.
Sehubungan dengan perlindungan tenaga kerja di luar negeri, Menaker menekankan pentingnya persiapan tenaga kerja bersangkutan sejak awal, yakni sejak akan berangkat dari desa mereka.
Menaker berpendapat, tenaga kerja Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri harus kuat mental dan memahami bahwa bekerja di luar negeri tidak mudah.
“Jadi, orang cengeng saya kira tidak perlu bekerja di luar negeri. Mereka yang pergi harus kuat hati, tangguh dan menyadari bahwa bekerja di luar negeri itu berat,” demikian Menaker.
Sumber : ANTARA(20/01/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 594-596.