PRESIDEN SENEGAL BUKA KTT OKI : TINGKATKAN SOLIDARITAS DAN KERJASAMA ANTAR ANGGOTA
Dakar, Kompas
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke 6 Organisasi Konferensi Islam (OKl) Senin siang (malam WIB) dirnulai di Dakar dengan harapan agar negara negara anggota lebih meningkatkan solidaritas dan ketjasama menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi dewasa ini, khususnya dalam mendorong upaya perdamaian di Timur Tengah.
Presiden Senegal Abdao Diouf yang bertindak selaku ketua Sidang dalam sambutannya sekitar 12 menit menekankan agar proses perdamaian di Timur Tengah yang tengah berjalan dewasa ini harus terus dilakukan. Dalam hal ini para pembicaraan yang tampil pada acara pembukaan kemarin, menyatakan mendukung Pertemuan Madrid tentang penyelesaian masalah Palestina yang diprakarsai Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Sementara Presiden Gambia Dawda Kairaba yang berbicara mewakili negara negara anggota dari Afrika, menegaskan pula perlunya penyelesaian masalah apartheid di Afrika Selatan. Ia menekankan agar sanksi yang diberlakukan terhadap afrika Selatan saat ini hendaknya diteruskan sampai masalah apartheid diselesaikan.
Wartawan Kompas J. Osdar dan Ansel da Lopez melaporkan dari Dakar, ibu kota Senegal semalam, pembukaan konferensi yang seharusnya dimulai 10.00 waktu setempat (17.00 WIB), temyata baru dimulai siang hari pukul 12.15 menunggu kedatangan Emir Kuwait Sheikh Jaber al AhmedAl Sabah selaku Ketua OKI ke-5.
Ketat
KTT berlangsung di Palais de Congres, dalam kompleks Hotel President, dengan pengamanan yang sangat ketat Para wartawan hanya diperkenankan mendekati sejauh lima kilometer sementara pemeriksaan melalui alat-alat detektor, dilakukan di mana mana.
Ratusan wartawan yang datang dari berbagai negara,hanya meliput melalui televise yang ditempatkan di Press Center yang juga jaraknya jauh dari tempat KTT. Di hotel-hotel tempat para wartawan menginap diadakan penggeledahan yang ketat terhadap barang-barang yang dibawa masuk ke hotel.
Setelah upacara pembukaan, sedang kemarin mengadakan pembahasan dan pengesahan laporan dan rekomendasi pertemuan persiapan KTT yang diadakan oleh para menteri luar negeri OKI. Kemudian disusul penetapan agenda dan program kerja KTT OKI ke 6 laporan ketua KTT OKI ke-5 dari Kuwait serta laporan laporan para ketua komite tetap dan sekjen OKI Hamid al Gabid dari Arab Saudi.
Acara siang ditutup dengan pembahasan untuk memperkuat aksi Islam bersama Goint islamic action) yang berupa kebijakanaan dan keijasama biang ekonomi negara negara anggota OKI menghadapi perubahan ekonomi dunia saat ini.
Siang KTT hari senin ditutup dengan konsultasi para peserta siang. Sidang-sidang hari Selasa hanya diisi dengan berbagai perdebatan. Hari 3 yakni Rabu diadakan pertimbangan terhadap bahan-bahan yang diajukan ke siang, antara lain masalah solidaritas terhadap negara-negara yang ditimpa bencana alam, dukungan terhadap bank pembangunan islam, dukungan terhadap produk ekspor rakyat Palestina dan seterusnya. Hari ketiga ini juga diisi dengan siang penentu waktu dan tempat siang KTT OKl ke 7 hari Kamis (12/12) KTT OKI ditutup dengan komunike bersama.
Pertama Kali
OKI beranggota 45 negara yang konstitusinya “Negara Islam” atau mayoritas penduduknya beragama Islam umumnya adalah negara negara Afrika dan Timur Tengah sedang dari Asia terdiri dari enam negara Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Bangladesh, Pakistan dan Afghanistan.
KTT I OKI diadakan di Rabat, Maroko September 1969KTT ini diadakan atas prakarsa Raja Faisal dari Arab Saudi dan Raja Hassan II dari Maroko dengan mata acara mengenai malapetaka yang menimpa mesjid AI Aqsa dan persoalan kota suci Al Quds. Konferensi ini sekaligus merupakan titik awal pembentukan OKI.
KTT II diadakani di Lahore, Pakistan, Februari 1974, KTT III di Mekkah dan Taif pada bulan Januari 1981 KTT IV di Casablanca, Januari 1984, dan KTT V di Kuwaittahun 1987.
Tujuan pendirian OKI antara lain untuk meningkatkan solidaritas Islam di antara negara-negara anggota, mengkonsolidasikan kerjasama di antara mereka dalam berbagai bidang serta mengadakan konsultasi diantara negara anggota dalam organisasi-organisasi internasional.
Kehadiran Presiden Soeharto di KTT OKI adalah yang pertama. sebelumnya Indonesia mengirim Wapres Adam Malik ke KTT IV di Casablanca dan Wapres Umar Wirahadikusuma ke KTT V di Kuwait.
Bagi sebagian orang bicara soal Senegal tiak akan segera memancing ingatan akan sebuah negara di Afrika Barat yang luas wilayahnya 196.192 kilometer persegi atau sama dengan luas wilayah pulau Jawa, Madura dan Bali digabungkan dan berpenduduk sekitar 7,74 juta. Namun bagi bagi penggemar reli mobil pasti tidak asing dengan kata Dakar, ibukota Senegal. Di negara yang kini dikunjungi Presiden Soeharto inilah reli elit dunia Paris-Dakar berlangsung setiap dua tahun sekali.
Meskipun di satu sisi Senegal menjadi tuan rumah olahraga elit di tingkat yang elit pula, namun tidak banyak orang mengenal negeri bekas koloni Perancis ini. Melalui perebutan dengan Belanda dan Inggris, Perancis berhasil menguasai Senegal dan menjadikannya sebagai salah satu koloni Perancis pada tahun 1882.
Wilayah yang semula ditemukan pelaut Portugal- yaitu wilayah muara Sungai Senegal, Gambia, dan Casamance- pada abad ke-15 itu, oleh Perancis kemudian dijadikan bagian dari Federasi Teritori Perancis yang disebut Afrika Barat Perancis, pada tahun 1895. Dan Dakar dijadikan ibukota pada tahun 1902.
Tahun 1956, rakyat Senegal mulai mengambil alih kontrol politik dalam negeri dari tangan Perancis. Baru tahun 1958,Republik Senegal memproklamasikan diri. Namun baru tanggal 20 Juni 1960, Senegal yang bersama Sudan Perancis (sekarang Republik Mali) membentuk Federasi Mali- April 1959 memperoleh kemerdekaan dari Perancis secara penuh.
Hanya dua bulan kemudian Senegal ingin mendapatkan identitasnya sendiri sehingga Federasi Mali pun praktis bubar. Negeri yang berpenduduk etnis Wolof (35 persen), Serer (17), Peulh (17), Diola (9), Toucouleur (9), dan Mandingo (6) itu karena perbedaan pendapat dengan pemimpin Mali kemudian memisahkan diri dari federasi tersebut dan merdeka sebagai Republik Senegal tanggal 20 Agustus 1900.
Demokrasi Kecil
Sejak petjuangannya mencapai kemerdekaannya, Senegal sudah mengenal arti kata demokrasi. Karena, sebagai koloni Perancis diAfrika, Senegal sudah mulai mengirirnkan wakil-wakilnya ke Dewan Nasional Perancis. Penduduk di kota-kota besar sudah diberi bentuk Kewarganegaraan Perancis sejak abad ke-19.
Keragaman aliran politik antara lain yang ditandai dengan adanya sekte-sekte Islam yang kuat, kekuatan-kekuatan politis yang kuat-antara lain dari kelompok kelompok serikat buruh dan ajaran Marxisme yang mulai populer menyebabkan sulitnya dominasi politik oleh suatu partai tertentu di negeri tersebut.
Presiden pertama Senegal, Leopold Sedar Senghor, yang berkuasa selama 20 tahun sejak merdeka tahun 1960, juga dikenal sebagai penyair dan akademisi.
Dia berhasil meletakkan landasan kekuatan Senegal dengan menggabungkan kepentingan-kepentingan dalam dan luar negeri, para pemimpin sekte-sekte Islam, dan gerakan sosialis yang dipimpin Mamadou Dia. Senghor mendirikan Union Progressiste Senegalaise (UPS) untuk membawa negerinya kemerdekaan.
Senghor yang kemudian menjadi presiden pertama Senegal dengan Dia sebagai perdana menteri, kemudian berbeda pendapat dengan Dia yang berusaha menentang oposisi Perancis. Dia memperkenalkan rencana nasional yang komprehensif berdasarkan sektor pedesaan.
Tahun 1962, Senghor memecat dan menahan Dia tahun 1962, menyusul upaya kudeta yang dilancarkan Dia. Dengan demikian hubungan dengan Perancis tetap baik dan bahkan meningkat. Senghor mendorong penanaman modal dari Perancis, dan penggunaan fasilitas militer yang strategis yang ada di dekat Dakar.
Perjalanan pembangunan pobtik Senegal tidak lepas dari gejolak. Awalnya, untuk memperkuat kekuasaan presiden, dikukuhkan dengan referendun tahun 1963. Dalam periode tersebut sempat pecah kerusuhan dalam pemilu tahun 1963, yang menyebabkan banyak korban tewas.
Setelah era Senghor yang diwarnai dengan gejolak ekonomi akibat ditariknya subsidi dari Perancis tahun 1967 berakhir, jabatan presiden dipegang Abdou Diouf sejak Januari 1981. (SA)
Sumber : PELITA (10/12/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 361-365.