PRESIDEN: JANGAN ANGGAP ENTENG DAMPAK NEGATIF KEMARAU PANJANG
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengingatkan para pejabat untuk tidak menganggap enteng dampak negatif kemarau panjang, karena sekalipun sawah yang terkena puso (rusak parah, red) tidak banyak, peristiwa itu menyangkut nasib ratusan ribu orang.
Peringatan Kepala Negara itu dijelaskan Sekretaris Operasional Pengendalian Pembangunan (Sesdalopbang) Solihin GP kepada wartawan, setelah melapor kepada Presiden Soeharto di Jl Cendana, Rabu, tentang dampak negatif musim kemarau panjang ini.
Solihin mengatakan petugas Bina Graha mencatat bahwa sampai dengan bulan Juni musim kemarau ini saja sekitar 30.000 ha sawah mengalarni puso. Departemen Pertanian mencatat 20.000 ha yang puso.
Ia mengatakan sekalipun musim kemarau ini tidak mempengaruhi program pengadaan pangan secara nasional, dampaknya sangat terasa oleh para petani yang sawahnya rusak. Jika angka sawah puso yang dikeluarkan Deptan dipakai sebagai patokan, kata Solihin, maka sebanyak 80.000 kepala keluarga mengalami penderitaan. Solihin mengatakan satu KK biasanya mengolah sawah sekitar ¼ ha.
“Kalau angka 20.000 ha menjadi patokan, maka sekitar 400.000 orang mengalami penderitaan, karena satu KK biasanya terdiri atas lima orang,” kata Solihin ketika menggambarkan pengaruh negatif kemarau ini terhadap perekonomian ratusan ribu petani.
Ia mengatakan jika angka yang dikeluarkan Bina Graha itu dipakai maka 800.000 orang yang sedang menderita sampai dengan bulan Juni saja. Solihin khawatir bahwa angka ini akan bertambah lagi karena hujan baru akan datang beberapa bulan lagi. Presiden Soeharto mengatakan kepada Solihin bahwa penderitaan para petani ini adalah akibat kesalahan para pejabat terkait di bidang pertanian. Para tokoh tani antara lain yang tergabung dalam HKTI dan Kontak Tani, Nelayan And alan juga patut dipersalahkan.
“Kita tidak bisa menyalahkan para petani. Yang salah adalah para pimpinan fungsional,” kata Solihin.
Alasan Solihin adalah Badan Meteorologi dan Geofisika telah mengeluarkan ramalan tentang akan terjadinya kemarau panjang. Solihin mengatakan jika para pejabat mendengarkan secara cermat ramalan BMG itu maka mereka seharusnya menganjurkan petani terutama yang memiliki sawah tadah hujan untuk tidak menanam padi selama kemarau ini. Petani seharusnya dianjurkan menanam jenis tanaman lainnya misalnya kedelai, kata Solihin. Akibat kesalahan para pejabat serta tokoh-tokoh petani maka para petani tetap saja menanam padi sehingga akhirnya sawah-sawah itu menjadi kekeringan.
“Jangan hanya pintar menghadiri rapat atau seminar saja,” kata Solihin ketika mengritik para pejabat dan tokoh petani. Kepada Kepala Negara, juga dilaporkan perkembangan 20 operasi khusus di berbagai daerah terpencil dan perbatasan yang bertujuan melakukan terobosan terhadap kegiatan pembangunan disana.
Solihin mengatakan operasi khusus itu dilakukan di daerah-daerah miskin dan terpencil antara lain di Irian Jaya, Sumatra Utara. Jika setiap kegiatan opsus memerlukan dana antara Rp 300 juta-Rp 400 juta maka sampai sekarang paling paling dihabiskan dana Rp 10 miliar.
Presiden Soeharto minta Solihin untuk tetap mengkoordinasikan kegiatan operasi khusus ini karena sekarang berbagai departemen teknis juga ikut membiayai opsus. Sampai sekarang dana opsus berasal dari Banpres.
Sumber : ANTARA (07/08/1991)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 669-670.