PRESIDEN BERHARAP, KESEPAKATAN RIO BISA DIJADIKAN BAHAN KTT NONBLOK

PRESIDEN BERHARAP, KESEPAKATAN RIO BISA DIJADIKAN BAHAN KTT NONBLOK

 

 

Jakarta, Kompas

Presiden mengharapkan agar semua kesepakatan yang dicapai dalam KTT PBB Bumi di Rio de Janeiro, akan juga bisa menjadi bahan bagi KTT Gerakan Non Blok di Jakarta awal September mendatang. Dengan demikian negara-negara Non Blok yang umumnya terdiri dari negara-negara berkembang, benar-benar mempersatukan apa yang harus dapat dilakukan dalam menghadapi program pembangunan yang berkelanjutan.

Harapan Kepala Negara itu disampaikan dalam penerbangan pulang ke Jakarta semalam dari Rio de Janeiro, Brasil, setelah menghadiri KTT Bumi. Kepulangan Kepala Negara ini sehari lebih cepat dari rencana semula, “karena Presiden menilai tujuan-tujuan KTT bisa tercapai, demikian pula kehadirannya,” jelas Mensesneg Moerdiono.

Untuk bahan-bahan masukan bagi KTT Non Blok, maka menurut Presiden, ia di Rio de Janeiro selain mengikuti KTT Bumi, juga mengadakan pertemuan dengan sejumlah pimpinan pemerintahan lainnya, untuk mengadakan pendekatan tentang pentingnya KTT Non Blok mendatang.

“Umumnya semuanya menyambut gembira, bahkan juga memberikan penghargaan akan arti konferensi tingkat menlu Non Blok diBali baru-baru ini sebagai pendahuluan KTT. Semuanya mempunyai keyakinan bahwa KTT Non Blok di Jakarta akan bisa berjalan dengan baik,” ujar Kepala Negara.

 

Penting

Dijelaskan, Indonesia mengikuti KTT Bumi di Rio de Janeiro, karena memandang penting KTT tersebut. Sebab dalam kenyataannya, bumi sedang menghadapi suatu keadaan yang semakin lama semakin panas karena semakin tipisnya lapisan ozon dengan segala akibatnya yang mengancam keadaan planet bumi dan seluruh kehidupan di atasnya. Antara lain, iklim berubah-ubah sehingga mengganggu para petani untuk merencanakan produksi pangannya, demikian pula keanekaragaman hayati pun akan menurun.

Keadaan tersebut menurut Presiden Soeharto, merupakan ancaman global dan tidak satupun negara bisa menghindarkannya. Apakah itu negara besar, kecil, kaya, miskin, sosialis atau kapitalis, kerakyatan atau kerajaan. Demikian pula tidak satu agama pun bias menghindarkan diri dari ancaman tersebut. Ancaman itu lebih-lebih akan terasa oleh negara-negara berkembang dengan kemiskinan dan kemelaratannya yang telah ada.

“Karena itulah semua negara menyadari hal itu sebagai ancaman global dan harus diatasi bersama secara global pula oleh setiap negara sesuai dengan kemampuan masing-masing,” tegas Kepala negara. Namun disadari, karena setiap negara mempunyai kepentingan masing-masing, maka setiap pembicaraan dalam KTT Bumi berjalan tidak begitu lancar bahkan sangat alot.

“Namun kita harus bersyukur karena akhirnya ada kesepakatan yang dapat digunakan sebagai landasan untuk melakukan kegiatan lebih lanjut dalam menghadapi ancaman-ancaman itu dan di dalam melaksanakan pembangunan yang berkelanjutan.” Dan ini menurut Presiden, berarti pembangunan dan lingkungan memang tidak bisa dipisahkan.

 

Dibentuk Komisi

Agar persetujuan itu memiliki bobot yang berarti dan segera dapat dirasakan oleh setiap negara yang yakin akan adanya bencana itu, maka menurut Kepala Negara, dalam KTT di Rio yang berakhir hari Minggu, Indonesia mengajukan saran agar segera dibentuk komisi tingkat tinggi yang diberi tugas untuk mengadakan pemantauan dan mengumpulkan bahan, serta membahas dan mencari altematif atau kemungkinan untuk direkomendasikan kepada negara-negara melalui PBB. Pembentukan komisi itu akan dibicarakan lebih lanjut pada Sidang Umum PBB bulan September mendatang.

Komisi itu menurut Presiden ,tentunya tidak perlu terlalu besar, tetapi harus terdiri dari negara-negara yang dapat mewakili semua kelompok, apakah itu kelompok negara -negara industri maupun negara-negara berkembang. Baik dari Afrika, Asia, Amerika latin maupun Eropa. Termasuk bekas negara Uni Soviet yang kini telah menyatakan dirinya sebagai negara berkembang. Dengan demikian Komisi itu diharapkan pula dapat merupakan embrio bagi dialog Utara-Selatan.

Bagi Indonesia sendiri karena dipilih sebagai wakil ketua, merupakan suatu kesempatan yang baik untuk ikut dalam komisi-komisi dan menemukan pendapat yang berlainan.

Sejak semula jelas Presiden, Indonesia memang menyadari perlunya pembangunan yang tidak merusak lingkungan, begitu pula pembangunan sebagai pengamalan dari Pancasila. Indonesia telah berusaha menyelamatkan kekayaan alam berupa hutan, seperti dengan menetapkan fungsi hutan lindung, produksi dan konversi. langkah yang dilakukan adalah dengan reboisasi dan TPI, serta pemegang HPH dikenakan Dana Reboisasi 10 dollar AS/m3 kayu. Karena disadari pula bahwa fungsi hutan atau kekayaan alam tidak semata-mata untuk kepentingan Indonesia, tapi juga berfungsi sosial yang luas terhadap dunia dimana hutan dapat dinilai sebagai paru-paru dunia.

 

 

Sumber : KOMPAS (16/06/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 147-149.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.