PRESIDEN LANTIK PENASEHAT MENLU DAN 4 DUBES KELILING[1]
Jakarta, Suara Karya
Presiden Soeharto, Sabtu lalu melantik seorang penasihat senior Menteri Luar Negeri, dan empat orang Duta Besar Keliling sebagai tindak Lanjut pelaksanaan hasil Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok (KTT GNB) awal September lalu. Pelantikan berlangsung di Istana Negara, dihadiri Ibu Tien Soeharto, Wapres dan Ibu E.N Sudharmono.
Mereka yang dilantik adalah Nana Sutresna Sastradidjaja MA sebagai Penasihat Menteri Luar Negeri. Kemudian keempat Duta Besar tersebut adalah, Letjen TNI (Purn) Alamsyah Ratu Perwiranegara, Letjen TNI (Purn) Sayidiman Suryohadiprodjo, Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir dan Leijen TNI (Purn) H. Adnil Hasna Habib.
Nana Sutresna sebelumnya ia menjabat sebagai Kepala Perwakilan Tetap RI (Watapri) untuk PBB, yang kini dijabat oleh Nugroho Wisnumurti. Pada saat Adam Malik menjadi Menlu, Nana dipercaya menjadi juru bicara Deplu. Alamsyah adalah, mantan Menko Kesra dalam Kabinet Pembangunan IV, dan kini dipercaya sebagai Duta Besar Keliling RI untuk Wilayah Asia termasuk Timur Tengah.
Sedangkan Sayidiman mantan Gubemur Lemhanas (1972-1974) dipercaya menjadi Duta Besar Keliling RI untuk Wilayah Afrika. Achmad Tahir, mantan Menparpostel dipercaya menjadi Duta Besar Keliling RI untuk Wilayah Eropa sedangkan Letjen TNI (Pum) H Adnil Hasnan Habib, mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat dan kini lebih sering menjadi pengamat masalah politik luar negeri dipercaya menjadi Duta Besar Keliling RI untuk WilayahAmerika serta Karibia termasuk Amerika Latin.
Keputusan Kepala Negara untuk memberikan jabatan kepada lima orang yang dinilai senior dalam persoalan luar negeri ini, dinyatakan pada saat Presiden dalam perjalanan pulang dari kunjungan kerja ke Amerika Serikat dan Jepang pada 29 September lalu, yakni dalam perjalanan dari Tokyo-Jakarta.
Dalam acara pelantikan itu tidak ada pidato atau sambutan dari Kepala Negara. Hanya pembacaan Surat Keputusan Presiden RI bulan Oktober dan November 1992 oleh Sekretaris Militer Presiden Mayjen Syaukat Banjaransari. Kemudian dilanjutkan dengan pengambilan sumpah jabatan menurut Agama Islami, karena lima orang yang dipercaya negara itu beragama Islam semuanya.
Di antara lima orang itu, Nana Sutresna mendapatkan porsi lebih besar, karena Nana mengemban tugas khusus yakni mengkoordinasikan pelaksanaan segala kebijakan dan kegiatan Pemerintah RI dalam rangka kedudukan Presiden RI selaku Ketua Gerakan Non Blok. Sedangkan tugas-tugas para Duta Besar Kel iling RI tersebut adalah mewakili serta melaksanakan kebijakan yang digariskan Presiden RI sebagai Ketua GNB. Baik Nana maupun empat pejabat lainnya dipercaya untuk mengemban tugas itu selama tiga tahun, yakni selama Indonesia menjadi Ketua GNB.
Para Dubes Keliling tersebut mempunyai latar belakang yang berbeda-beda, dan hanya Nana Sutresna yang tidak memiliki latar belakang militer. Ia sebelum menjadi diplomat, pernah menjadi Redaktur Luar Negeri LKBN Antara (1955-1957).
“Cita cita saya sebenarnya ingin menjadi dokter, temyata nyasar menjadi diplomat, karena sewaktu sekolah saya kuat dalam Bahasa lnggris dan lemah dalam ilmu pasti,” kata laki-laki Kelahiran Ciamis, Jawa Barat 21 Oktober 1933 Ini.
Karier diplomat Nana diawali di Akademi Dinas Luar Negeri (ADLN) tahun 1957, seusai ia lulus dari SMA di Bandung. Dan ternyata di ADLN Nana lulus dengan nilai terbaik sehingga Ia mendapat kesempatan dari British Council untuk memperdalam ilmunya di Universitas Wales di lnggris.
Kesempatan untuk memperdalam ilmu diplomatiknya sekaligus diperkaya dengan mempelajari bahasa. Kini ia sangat fasih berbahasa BeIanda, Spanyol dan Prancis.
Ditanya hobinya, Nana mengatakan, membaca buku politik dan buku tentang detektif, di samping bermain golf, berenang dan jalan kaki.
Menurut Nana, pengalamannya menjadi diplomat diawali sejak 1987, ketika ia dipercaya menjadi Sekretaris II di KBRI Washington. Kemudian ia berpindah-pindah, di antaranya Wina, Meksiko, dan yang terkesan menurutnya ketika ia menjadi Dirjen Politik Deplu tahun 1984, karena sering diserang dengan pertanyaan tentang Timor Timur. Hal serupa juga masih sering ditanyakan pada saat ia dipercaya menjadi Watapri di New York 1990. Karier Nana yang paling akhir dipercaya sebagai Sekjen KTT GNB X di Jakarta. Atas pertimbangan inilah maka Presiden mempercayakan jabatan Koordinator Dubes Keliling dan Penasihat Menlu kepadanya sebagai tindak lanjut KTT GNB X.
Sumber: SUARA KARYA(l6/11/1992)
_____________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 454-455.