PRESIDEN RESMIKAN PROYEK DI ACEH : JANGAN BERKESAN BURUK TERHADAP PEMERINTAH[1]
Jakarta; Kompas
Presiden Soeharto meminta masyarakat Aceh agar jangan berkesan buruk terhadap pemerintah, dengan mengatakan bahwa Pemerintah Pusat selalu mengeruk kekayaan alam Aceh, sementara dalam proses pembangunan daerah ini selalu tertinggal dari propinsi-propinsi lain.
“Saya ada mendengar, masyarakat Aceh merasa dianak-tirikan. Padahal tidak begitu. Kemampuan negara saat itu belum mencukupi, jadi belum dapat membangun Aceh secara keseluruhan. Kita mengumpulkan kemampuan dulu, baru kemudian membangun. Jadi bukan berarti pemerintah pusat hanya mengeruk kekayaan alam Aceh,” ujar Kepala Negara dalam temu wicara dengan kelompok masyarakat Aceh, Rabu (27/5), di Desa Lamgugop, Darussalam Banda Aceh.
Temu wicara itu diadakan seusai Presiden meresmikan proyek listrik masuk desa di 708 desa Propinsi Daerah Istimewa Aceh serta proyek pengendalian banjir sungai Krueng Aceh dan bendungan irigrasi Beuracan. Presiden mengemukakan, keinginan dan kebutuhan masyarakat Aceh sekarang sudah terwujud. Saat ini, tidak ada lagi masyarakat yang menggunakan rakit jika menyeberangi sungai, karena sudah ada jembatan. Rawa-rawa dan hutan belukar sudah tidak ada lagi, sudah berganti dengan jalan mulus. Dengan selesainya proyek Krueng Aceh ini pun diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang was-was terhadap banjir.
“Alhamdulillah semuanya berjalan sesuai dengan yang kita harapkan meski selesainya menjelang pembangunan jangka panjang tahap kedua. Kalau dulu hendak menyeberang sungai, mungkin ketika sudah sampai di pinggir sungai, rakitnya malah tidak jalan. Sekarang ndak usah khawatir lagi, kalau rakitnya ndak jalan. Wong sudah ada jembatan kok. Bagi masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar ndak perlu takut terkena banjir lagi karena sudah ada proyek Krueng Aceh, penangkal banjir,” kata Presiden yang disambut tepuk tangan gembira oleh kelompok temu wicara .
Presiden mengharapkan, dengan terlaksananya pembangunan di seluruhAceh, masyarakat dapat terbebas dari kesengsaraan. Dikemukakan, irigasi teknis yang dibangun, juga dapat membantu petani meningkatkan pendapatan. Selama ini, banyak masyarakat yang mengeluh karena ketiadaan irigasi, sehingga produksi cenderung menurun dan pendapatan petani juga kecil. Namun, Kepala Negara mengingatkan pula agar rakyat jangan malas dan berhenti beketja, hanya karena irigasi sudah meningkat.
“DiharapkanAceh di masa mendatang dapat meningkatkan produksi berasnya dan mencapai swasembada beras. Dengan demikianAceh juga bisa mendukung stok nasional.”
Sedangkan untuk kacang kedelai , Aceh diharapkan dapat meningkatkan produksinya dari 200.000 ton menjadi 300.000 ton. Dengan demikian, Aceh dapat membantu kebutuhan nasional, serta dapat mengatasi impor kedelai. Untuk itu, Presiden meminta perhatian dan kesungguhan rakyat Aceh untuk meningkatkan produksi beras dan kedelai dalam memenuhi kebutuhan daerah serta nasional.
Presiden di samping itu juga meminta perhatian masyarakat terhadap pemeliharaan ternak hewan. Karena dengan memelihara ternak, dapat juga meningkatkan dan masih banyak manfaat lain. Sekarang tergantung dari kesungguhan dan kemauan, kalau tidak, ya … pendapatan peternak hewan ndak akan meningkat,” katanya.
Tak Dianaktirikan
Menurut Kepala Negara, sarana dan prasarana yang telah dibangun di Aceh, semata-mata untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan.
“Meski saya tidak sering ke sini, tapi kepentingan rakyat Aceh tetap saya perhatikan,” ungkapnya.
Beberapa orang dari kelompok temu-wicara yang berkesempatan berdialog dengan Presiden secara langsung mengungkapkan berbagai masalah yang dihadapi. Umar Hasan, salah seorang peserta temu wicara yang terkena pembebasan tanah proyek Krueng Aceh, mengungkapkan kegembiraannya dengan adanya proyek tersebut.
“Saya ikhlas Pak, tanah saya dipakai pemerintah untuk membuat proyek ini. Karena hasilnya untuk kami semua, masyarakatAceh. Tapi Pak, karenajembatan ini cukup panjang,jadi agak susah bagi karni untuk sampai ke tujuan dengan cepat, kami harus memutari jalan ini dulu untuk sampai kejembatan satunya dan menghabiskan waktu dua jam. Untuk itu, kami minta dibuatkan jembatan gantung, agar tidak usah keliling,” pinta Umar.
Presiden yang mendengar permintaan itu tersenyum simpul.
“Kalau ndakmau habis waktu, kan lebih cepat naik sepeda, “jawab Presiden yang disambut tepuk tangan para undangan. Umar pun tak mau kalah, lantas katanya, “Tapi kan susah Pak, kalau karni bawa sapi dan temak lainnya, karena tidak bisa dibonceng di sepeda.” Hadirin pun kembali tertawa.
Dialog dengan peserta temu wicara lainnya pun berjalan akrab, Presiden menjawab pertanyaan dan permintaan masyarakat dengan ramah dan penuh rasa kekeluargaan.
Tingkatkan Disiplin
Sebelumnya, sewaktu meresmikan proyek listrik masuk desa di 708 desa Propinsi Daerah IstimewaAceh serta proyek pengendalian banjir Sungai Krueng Aceh dan bendungan irigrasi Beuracan, Presiden Soeharto dalam sambutannya menegaskan, selain gairah kerja keras, dalam tahap pembangunan mendatangjuga diperlukan kesadaran meningkatkan disiplin dalam kehidupan bangsa Indonesia.
“Tanpa disiplin masyarakat kita tidak akan menikmati ketertiban dan ketentraman yang merupakan syarat mutlak bagi pelaksanaan pembangunan. Tanpa disiplin masyarakat kita juga tidak akan dapat memanfaatkan hasil-hasil pembangunan yang telah kita capai dengan sebaik-baiknya.”
Dalam upacara peresmian proyek-proyek bernilai sekitar Rp 270,3 milyar di Desa Lamgugop, BandaAceh, Presiden Soeharto antara lain didampingi oleh Ny. Tien Soeharto, para Menteri Kabinet Pembangunan V dan Gubemur Aceh Ibrahim Hasan. Dalam kesempatan ini, Presiden juga menyerahkan 10.000 kaset lagu-lagu perjuangan untuk pesantren-pesantren di Aceh.
Jalan-jalan yang telah dibangun misalnya, demikian penjelasan Kepala Negara, tidak akan memberikan manfaat untuk waktu yang lama jika masyarakat pemakai jalan tidak memenuhi kententuan-ketentuan yang berlaku.
“Begitu pula, kita semua ikut menjaga dan memelihara semua yang telah kita ban gun dengan susah payah, seperti jembatan, saluran irigrasi, pembangkit tenaga listrik dan seterusnya,” kata Presiden.
“Oleh karena itu, saya minta agar supaya peningkatan kesadaran hidup berdisiplin ini benar-benar mendapat perhatian kita bersama. Karena keberhasilan pembangunan untuk sebagian terbesar ditentukan oleh manusia pelaksananya, maka sesungguhnya pembina dan peningkatan kesadaran hidup berdisiplinjuga menjadi bagian dari pembangunan itu sendiri.”
Presiden menunjukkan, pembangunan di Aceh terus bergerak maju. Hal ini mencerminkan betapa besar semangat dan gairah masyarakat Aceh dalam membangun diri dan daerahnya .Pada bagian lain dikatakan, hanya dengan membangun dan terus membangun kesejahteraan rakyat dapat ditingkatkan. Tapi ditekankan pula, prinsip pembangunan di Indonesia yang berpangkal tolak dari manusia. Pembangunan pertama-tama harus berarti membangun manusia.
“Melalui pembangunan kita harus dapat meningkatkan kesejahteraan lahir batin kita semua.”
Kemudian dikatakan, kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan pembangunan akan sulit diwujudkan jika tidak dimiliki tenaga listrik yang cukup.
“Masyarakat kita tidak akan menjadi masyarakat sejahtera, jika berjuta-juta rakyat yang tinggal di desa-desa belum dapat menikmati tenaga listrik, jika jutaan anak-anak kita masih harus belajar di malam hari tanpa penerangan yang memadai, jika keluarga keluarga kita belum dapat menggunakan berbagai peralatan yang penting bagi kesejahteraannya karena tidak tersedianya tenaga listrik,” demikian Presiden.
Selanjutnya Kepala Negara menyatakan bergembira karena salah satu proyek yang diresmikan saat ini adalah sembilan unit Pusat Tenaga Diesel. Dengan selesainya pembangunan Pusat-pusat Listrik Tenaga Diesel ini maka sebagian dari kebutuhan listrik daerah Aceh ini dapat dipenuhi. “Saya merasa lebih bergembira lagi, karena saya juga meresmikan proyek listrik masuk desa di 708 desa di Propinsi Daerah Istimewa Aceh,” ujar Presiden.
Presiden mengingatkan pula, kebutuhan listrik di Indonesia ini masih jauh untuk bisa dipenuhi. Masih banyak desa-desa yang belum memperoleh aliran listrik. Malahan, karerta sangat meningkatnya kegiatan ekonorni danpembangunan di tahun tahun lalu, sekarang terasa sekali penyediaan listrik kita tidak bisa mengejar kebutuhan. “Karena itu kita harus bekerja keras dan mencari segalajalan untuk memenuhi keperluan listrik yang sangat meningkat itu,” kata Presiden.
Hajat Orang Banyak
Gubernur Aceh Ibrahim Hasan menyebutkan, proyek yang diresmikan Kepala Negara tersebut telah menyentuh hajat hidup orang banyak di Aceh.
“Lampu pembangunan telah menyala di mana-mana di Aceh”.
Ia menyebut berbagai hasil pembangunan yang telah dicapai daerah ini dari tahun ke tahun. Seperti jalan nasional yang panjang 950 km telah selesai diaspal 50 persen, dan diperkirakan akhir Pelita V rampung semuanya. Begitu juga dengan jalan propinsi 1.600 km, pada tahun 1986/1987 barn 40 persen teraspal, diharapkan akhir Pelita V selesai 90 persen. Sementara jalan kabupaten sepanjang 8.900 km akan selesai 50persen akhir Pelita V.
Aceh yang beberapa tahun sebelumnya masih tergantung dengan rakit penyeberangan kini telah bebas dengan rampung 75 persenjembatan dari 1.350 jembatan yang ada.
Mengenai irigasi, Gubernur Ibrahim menyebutkan, akhir Pelita IV luas sawah yang beririgasi teknis baru 8.750 ha dari 270.000 ha sawah yang ada. Sisanya diairi irigasi sederhana dan tadah hujan. Kini irigasi teknis telah mampu mengairi 40.000 ha sawah dan pada akhir Pelita V nanti akan mampu mengairi 110.000 ha sawah.
Produksi padi yang semula hanya 750.000 ton, sekarang menjadi 1.300.000ton. Akhir Pelita V diharapkan mencapai 1.700.000 ton. Konsumsi Aceh sebesar 900.000 ton, sisanya akan menjadi stok nasional.
“Empat tahun lalu pengadaan beras 5.000 ton saja relatif sulit, tahun ini dengan mudah sudah terkumpul 50.000 ton dari target 60.000 ton setara beras. Bahkan kini Dolog kekurangan gudang,” kata Ibrahim Hasan. (osd/nj/Serambi)
Sumber: KOMPAS (29/05/ 1992)
______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 554-558.