ADA PERS YANG TELAH MENYINGGUNG INTEGRITAS PRESIDEN

ADA PERS YANG TELAH MENYINGGUNG INTEGRITAS PRESIDEN[1]

Denpasar, Merdeka

Kasus-kasus delik pers dan pelanggaran kode etika jurnalistik PWI yang dilakukan sementara penerbitan, antara lain telah menyinggung integritas Presiden RI. Selain itu ada yang melanggar ketentuan “ofthe record, “bersifat pornografis, mengeksploitasi masalah seks untuk tujuan bisnis dan peningkatan oplah, generalisasi secara tidak wajar, sadisme, montase foto dan pemberitaan menyangkut SARA.

Hal ini diungkapkan Ketua DK PWI DH Assegaf di depan Konperensi Kerja Nasional (Konkernas) PWI di Denpasar, Bali, Senin.

Menurut Assegaf, kasus-kasus delik pers dan pelanggaran kode etika jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Terbukti banyaknya pengaduan dalam bentuk hak jawab dari masyarakat yang dikirim kepada Dewan Kehormatan (DK) PWI.

Dikatakannya, sampai Oktober lalu tercatat 255 surat pengaduan, 125 diantaranya mengenai hak jawab. Sementara tahun 1991 tercatat 303 pengaduan, sebanyak 125 di antaranya mengenai hak jawab. Meningkatnya volume hak jawab tersebut, kata Assegaf, apakah karena semakin berkembangnya kesadaran masyarakat akan hak dan kewaj ibannya terhadap etika jurnalistik atau sebaliknya jajaran pers yang kurang konsisten terhadap moral profesi tersebut.

Tidak Akan Dicabut

Dalam pembukaan Konkernas di Gedung Kertha Sabda, Denpasar yang dihadiri Gubernur Bali Ida Bagus Oka, Menteri Penerangan Harmoko menegaskan, pemerintah tidak akan mencabut Peraturan Menteri Penerangan (Permenpen) RI No/ 01/1984.

Permenpen yang mengatur tentang surat ijin usaha penerbitan pers (SIUPP) tersebut diatur secara paten dan sesuai dengan sistem nilai-nilai yang ada yakni Pancasila. Selama sistem nilai tidak berubah, jati diri bangsa Indonesia tidak berubah, “Selama itu pula pemerintah tidak akan mencabut Permenpen tersebut, ” tegas Harmoko lagi.

Sementara itu, Ketua PWI Pusat Soegeng Widjaja menegaskan, sampai sekarang masih ada oknum yang menyalahgunakan lisensi wartawan untuk kepentingan pribadi. Sedangkan sekarang tingkat wawasan politik masyarakat meningkat yang tidak lepas dari peranan wartawan.

Sebab itu, kata Soegeng, wartawan dituntut memiliki wawasan yang lebih luas. Konkernas PWI yang berlangsung dari 29-30 Nopember itu diikuti 85 peserta, baik Pengurus PWI Pusat, para ketua dan sekretaris  PWI Cabang seluruh Indonesia dan BPP PWI, anggota Dewan Kehormatan PWI.

Dalam Konkernas PWI itu dibahas secara mendalam kasus-kasus delik pers dan kode etika jurnalistik. Evaluasi keadaan sekarang dan kecenderungan masa depan, di samping membahas laporan PWI Pusat dan Japoran PWI Cabang seluruh Indonesia. (AS)

Sumber: MERDEKA (1/12/1992)

___________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 684-685.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.