PRESIDEN SOEHARTO : TIDAK BENAR PEMBANGUNAN MEMBUAT DESA SEMAKIN PASIF DAN SENGSARA[1]
Malang, Kompas
Presiden Soeharto menyanggah pendapat yang mengatakan pembangunan selama 25 tahun di Indonesia ini justru membuat masyarakat di pedesaan lebih terbelakang, lebih mundur, lebih pasif, tidak dinamis, semakin bodoh dan seterusnya.
“Saya kira sebagai orang beriman kita hams wajib bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan kita akan dosa kalau membenarkan pendapat yang sedemikian itu, bagaimanapun juga kemajuan di Indonesia telah ada.”
Pernyataan Presiden itu disampaikan dalam suatu temu wicara dengan masyarakat Jawa Timur dalam acara pencanangan bulan bakti Lembaga Ketahahan Desa 1992 di Desa Pagelaran , Malang, Jatim, hari Kamis (30/4). Hadir dalam acara itu antara lain Ny.Tien Soeharto, Mendagri dan Ny.Rudini serta para pejabat setempat.
Seusai acara di Malang, kemarin Presidenjuga meresmikan proyek -proyek di lingkungan Perum Pelabuhan III, berupa pengembangan fasilitas pelabuhan laut Surabaya tahap kedua, depo peti kemas (Surabaya) serta pengembangan fasilitas pelabuhan Banjarmasin tahap pertama. Upacara peresmian ini diadakan di Surabaya. Dalam kesempatan ini Presiden menyatakan, pembangunan proyek- proyek ini merupakan jawaban terhadap tantangan pembangunan .
Kemudian Presiden juga mengatakan, meningkatnya pembangunan di wilayah Indonesia bagian timur nanti akan membawa pengaruh sangat positif bagi kegiatan pelabuhan Surabaya.
“Karena itu pelabuhan ini terus kita kembangkan sehingga mampu memberikan pelayanan makin baik dan efisien,” kata Kepala Negara.”
Untuk itu saya minta kepada saudara-saudara semua yang mengabdikan diri di pelabuhan Surabaya ini untuk benar-benar bekerja dengan tekun, berdisiplin dan meningkatkan keahlian masing-masing, lanjut Presiden.
Banyak Hasil
Dalam temu wicara di Malang, Presiden mengatakan banyak hasil-hasil yang
dicapai dalam pembangunan ini, terutama di pedesaan. Hasil pembangunan ini, kata Presiden, sesuai dengan amanat Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) ;
“Dan ini telah dipercayakan kepada saya.”
Hasil pembangunan ini, lanjut Presiden, tergantung dari partisipasi masyarakat.
“Dan partisipasi masyarakat di pedesaan benar-benar telah diwujudkan dan pembangunan di pedesaan telah membuahkan hasil-hasil yang menggembirakan,” kata Kepala Negara.
”Namun kita pun menyadari sebetulnya hasil-hasil itu masih jauh dari harapan-harapan dan cita-cita kita mengenai terwujudnya masyarakat adil dan makmur, berdasarkan Pancasila di seluruh Indonesia.”
Menurut Presiden, langkah-langkah pembangunan selama ini dan kegiatan kegiatan masyarakat pedesaan benar-benar dapat menjawab keragu-raguan dari sementara orang bahwa seolah-olah pembangunan selama lima kali lima tahun ini tidak menghasilkan apa-apa bagi masyarakat pedesaan.
“Perubahan dan kemajuan itu telah ada, tapi hanya belum sampai sebagaimana yang kita harapkan karena itu kita masih harus betjuang,” tegas Presiden.
Presiden memperlihatkan, tidak ada kemunduran dalam pembangunan di pedesaan,
“Desa tidak semakin sengsara, tidak makin pasif .. kalau dikatakan karena mereka takut kepada pemerintah juga tidak, karena inisiatif mereka besar sekali.”
Dalam pembangunan ini, kata Presiden, tidak diadakan perbedaan-perbedaan bagi masyarakat di kota maupun di pedesaan, semuanya dibangun.
“Tapi hasilnya terletak dari partisipasi dari pembangunan desa.”
Dikatakan, tidak satu pun desa sampai ketinggalan untuk melaksanakan pembangunan sesuai dengan kemampuan diri sendiri. Karena itu, kata Presiden, diadakan Inpres Desa yang dimulai dengan Rp.100.000 di waktu pertama dicanangkan.
“Dan kini sudah mencapai Rp.4.500.000 yang terdiri dari Rp.900.000 untuk PKK dan Rp.3.600.000 untuk desanya,” kata Presiden.
Inpres Desa ini, kata Presiden, untuk menunjukkan bahwa pembangunan ini tidak hanya terjadi di Jawa saja atau yang mengenal pembangunan hanya Jakarta saja.
“Tidak, kita harus membangun seluruh desa, jangan sampai satu desa pun ketinggalan dalam membangun, karena itu kita beri dorongan berupa Rp.100.000 untuk permulaan dari Inpres Desa .. Ini tidak banyak bahkan pada permulaannya saya ditertawakan, seperti Sinterklas yang membuang uang Rp.100.000 itu untuk apa…”
Dikatakan, Rp.100.000 dari Inpres Desa pada mulanya itu hanya untuk memancing saja, untuk menggerakkan agar desa bisa ikut dalam pembangunan.
Dalam sambutan resminya di Malang, Presiden antara lain menyatakan menaruh perhatian besar pada kegiatan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa).
“Sebab saya yakin masyarakat akan mendapat peluang dan manfaat besar melalui kegiatan bersama dalam wadah LKMD,” kata Presiden.
Dikatakan, banyak masalah yang dapat dipecahkan dan banyak hasil dapat dipetik melalui LKMD.
“Karena itulah saya memerlukan datang ke Desa Pagelaran di Malang ini untuk menghadiri upacara dimulainya Bulan Bakti LKMD 1992 yang akan berlangsung selama satu bulan di semua desa di Tanah Air.”
Menggelorakan Semangat
Sementara itu, Mendagri Rudini sebelumnya menyatakan, hakikat dicanangkan nya bulan bakti Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD) yang berarti berakhirnya pekan orientasi Lembaga Musyawarah Desa (LMD) bukan hanya terletak pada upacara kenegaraan bersifat nasional, namun melalui momentum ini telah berhasil menggelorakan peran serta dan swadaya masyarakat dalam pembangunan yang makin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini, lanjutnya, merupakan pengejawantahan pembangkitan kemandirian masyarakat dalam semangat kebersamaan dan kegotongroyongan di dalam pembangunan desa.
Diharapkan, kenyataan positif itu menjadi faktor pendorong aspirasi masyarakat dalam wadah LKMD di dalam memasuki tahapan era proses tinggal landas dalam pembangunan jangka panjang kedua mendatang.
Menurut Rudini LKMD telah terbentuk di kelurahan dan desa seluruh Indonesia sebagai pengejewantahan Keppres No.28/1980. Dengan Instruksi Mendagri No.4/1985 secara tetap setiap bulan Maret diselenggarakan bulan bakti LKMD untuk mendorong gerak pembangunan yang dilakukan secara serentak dan terpadu oleh masyarakat bersama pemerintah .
Sebagai perwujudan pelaksanaan demokrasi Pancasila di tingkat desa telah dirumuskan ditetapkan berbagai kebijaksanaan desa termasuk anggaran pemerintah dan program kerja desa lewat musyawarah dan mufakat dalam LMD yang telah berlangsung di desa seluruh Indonesia.
Penyelenggaraan bulan bhakti kedelapan tahun ini ditandai dengan meningkatnya persentase swadaya masyarakat jika dibandingkan bantuan stimulan pemerintah. Secara nasional persentase kenaikan swadaya masyarakat mencapai 250 persen.
“Ini menunjukkan rangsangan pemerintah untuk membangkitkan kesadaran swadaya masyarakat mendapat sambutan dan pengertian mendalam,” kata Rudini.
LKMD telah terbentuk di 62.061 desa/kelurahan di Indonesia. Dari angka itu, 62,4 persen dinilai berkategori maju. Walau demikian peningkatan ini dianggap relative kecil jika dibanding tahun lalu yang rnencapai 60,55 persen. Menurut Mendagri, hal itu terjadi akibat adanya penyatuan desa berpenduduk jarang sebanyak 4.625 desa.
Meski penyelenggaraan bulan bakti LKMD tahun ini berdekatan dengan pemilu namun pelaksanaannya telah diatur agar tak mengganggu tahap-tahap pemilu.
Swasembada
Kepada Presiden, Gubernur Jatim Soelarso melaporkan secara garis besar kondisi desa di wilayahnya. Sampai saat ini jumlah desa di Jatim 8.378 buah telah berstatus swasembada dengan skor 101-150.
Swadaya masyarakatnya, lanjut Soelarso, dari tahun ke tahun meningkat tajam. Pada tahun 1989/1990, jumlah swadaya warga Jatim mencapai Rp.54,7 milyar meningkat menjadi Rp.94,2 milyar pada tahun 1990/1991. Peningkatan tajam terjadi pada tahun anggaran 1991/1992 rnenjadi sebesar Rp.172,4 milyar.
Pada kesempatan tersebut, Presiden dan Ny.Tien Soeharto menyerahkan penghargaan kepada pengurus posyandu terbaik tingkat nasional yang diterima Sri Hastuti dari Maospati Kecamatan Maospati Kabupaten Magetan, sertifikat tanah wakaf kepada H.Abdul Walid dari Desa Tulungrejo Kecamatan Pare Kediri dan Ny.Azizah Soeprapto (istri Kepala Desa Pagelaran Kecamatan Gondanglegi Kabupaten Malang) menerima buku Pedoman Pola Asuh Anak.(osd/tri)
Sumber: Kompas (01/05/1992)
___________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 761-764.