PRESIDEN INGATKAN PEJABAT TOLAK SUGUHAN PEREMPUAN[1]
Jakarta, Media Indonesia
Presiden Soeharto mengingatkan agar para pejabat tidak menerima suguhan perempuan, yang mungkin bisa menjatuhkan kedudukannya. “Orang suka menjatuhkan kita dengan cara menyuguh perempuan, ” kata Kepala Negara seperti dikutip Gubernur Irja Jacob Pattipi seusai melapor di Bina Graha, kemarin.
Pattipi mengemukakan Presiden menasihatkan bahwa sebagai seorang pejabat harus bisa bertingkah laku baik di depan masyarakatnya terutama dengan menjaga hal hal yang tidak boleh dilakukan oleh seorang pejabat, apalagi gubernur yang menjadi pemimpin daerah.
Kepala Negara, ungkapnya, memberi contoh ada tiga hal yang harus dijaga dan diingat oleh para pejabat yaitu “tiga ta”, yang meliput takhta, harta, dan wanita.
Mengenai takhta, katanya mengutip Presiden, jika seseorang mencapai kedudukan tinggi jangan dicapai melalui cara-cara yang tidak terpuji, tetapi dalam mencapainya harus berdasarkan prestasi. “Orang yang bekerja keraslah yang mendapat imbalan posisi tinggi, “jelasnya. Tentang harta, ujarnya, Presiden mengatakan kalau ingin kaya hendaknya berdasarkan keringat dan jalan yang halal, sebab itu direstui oleh Tuhan Yang Maha Esa. “Gunakan kekayaan itu untuk banyak orang dan yang susah, jangan dipakai sendiri, “tuturnya mengutip Presiden.
PIR
Pada bagian lain, dia melaporkan tentang tugasnya yang baru sebagai Gubernur Itja menggantikan Barnabas Suebu yang habis masajabatannya.
Presiden, katanya, meminta agar lebih membuka isolasi wilayah Itja, seperti yang terjadi antara daerah Kabupaten Jaya wijaya dengan ibukotanya Wamena. Menurut Kepala Negara, agar isolasi terhapus maka perlu diketahui outlet yang dapat menghubungkan dengan tempat di mana masyarakat bermukim.
Untuk itu, tuturnya, jalan Wamena-Jayapura yang kini tengah dibangun jika telah selesai akan diusahakan agar di sepanjang jalannya didirikan perkebunan dengan sistem PIR (perkebunan inti rakyat).
Intinya mencakup 40%, sedangkan 60% melalui plasma, diusahakan penduduk pegunungan Jaya wijaya dan sekitarnya yang bisa diarahkan menempati areal PIR. “Dengan cara itu masyarakat setempat bisa berkembang. ”
Cara masyarakat menjadi peserta PIR, menurut Presiden, “pertama dengan menjadikan mereka buruh. Kemudian jika telah berproduksi bisa menjadi pernilik perkebunan plasma tersebut.” Hal ini, tandas Pattipi, memang membutuhkan waktu terutama untuk tahap awalnya yaitu memindahkan penduduk ke sepanjang jalan tempat perkebunan berada.
Karena itu, ujarnya, akan dilakukan penyuluhan agar mereka tertarik pindah dan setelah pindah bagaimana mengembangkan mereka dalam menghadapi masalah kesehatan, sosial dan pendidikan serta perumahan karena selama ini mereka memiliki sistem rumah honai.
Selanjutnya Presiden mengharapkan investasi yang besar di sepanjang Jalan Trans Irian ini dimanfaatkan sebaik-baiknya terutama di kiri-kanan jalan.
Selain itu, Presiden meminta agar aparat pertanian di daerah Merauke memperhatikan, petani transmigran yang menderita kekeringan belum lama ini sehingga mereka tidak bisa panen.
Presiden katanya, telah menginstruksikan lijenbang Kardono dan Sesdalopbang Solihin, GP mengatasi hal itu antara lain dengan memberikan penyuluhan seperti membalik tanah, misalnya. Sehingga, jika musim hujan tiba tanah bisa melebur dan bisa segera ditanami. (Rid)
Sumber: MEDIA INDONESIA (22/04/1993)
______________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 96-97.