PRESIDEN PERINTAHKAN 14 MENTERI SUSUN PROGRAM KERJA KURANGI PENDUDUK MISKIN

PRESIDEN PERINTAHKAN 14 MENTERI SUSUN PROGRAM KERJA KURANGI PENDUDUK MISKIN[1]

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto memerintahkan kepada 14 menteri yang dipanggilnya ke Bina Graha Rabu agar segera menyusun program kerja untuk mengurangi jumlah penduduk yang masih berada di bawah garis kemiskinan, yang sekarang ini mencapai 27 juta jiwa.

Ke-14 menteri yang dipanggil tersebut adalah, Menteri Sekretaris Negara Moerdiono, Menteri Sekkab Saadilah Mursjid, Mendagri Yogie SM, Menteri Pertanian Syarifudin Baharsyah, Menteri Kehutanan Djamaloedin Soerjohadikoesoemo, Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Subiakto Tjakrawerdaya, Menteri Tenaga Kerja Abdul Latif, Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Rutan Siswono Yudohusodo, Menteri Sosial Ny. Inten Soeweno, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita, Menteri Urusan Pangan/Kabulog Ibrahim Hasan, Menteri Pekerjaan Umum Radinal Moochtar, Menteri Agraria/Kepala BPN Sony Harsono, dan Menteri Penerangan Harmoko.

Menteri Penerangan Harmoko menjelaskan, dalam pertemuan sekitar satu jam di Bina Graha itu, kepada 14 menteri, Kepala Negara menjelaskan peta situasi dan sumber-sumber kemiskinan penduduk yang penanganannya memerlukan program lintas sektoral secara terkoordinasi.

Dengan mengutip penjelasan Presiden, Menteri Harmoko mengatakan bahwa program untuk mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan tersebut merupakan bagian dari cita-cita nasional.

“Cita-cita mewujudk an masyarakat yang adil dalam kemakmuran dan makmur dalam keadilan itu merupakan upaya yang harus terus diupayakan,” kata Harmoko mengutip ucapan Presiden.

Upaya mewujudkan pemerataan antara lain telah diwujudkan selama inimelalui pelaksanaan berbagai proyek Inpres.

Contoh yang dikemukakan Presiden kepada ke-14 menteri itu adalah Inpres Desa, yang pada awalnya baru bernilai Rp.100.000 dan sekarang menjadi Rp.5,5 juta telah berhasil mendorong masyarakat membangun proyek yang nilainya jauh lebih besar dari pada bantuan Inpres itu.

Program yang perlu dilaksanakan para menteri di masa mendatang antara lain melatih para gelandangan menjadi tenaga terampil di balai latihan kerja, dan melakukan program transmigrasi bagi nelayan miskin atau buruh tani.

Tujuh Kelompok

Presiden Soeharto mengatakan ada tujuh kelompok masyarakat yang perlu ditangani dalam upaya mengurangi jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Mereka adalah petani gurem, buruh tani, nelayan, perambah hutan, penganggur, orang tidak mampu melanjutkan sekolah, dan yang putus sekolah/drop out.

Menurut Presiden, kata Menpen Harmoko, sumber kemiskinan berada pada petani gurem (sangat kecil) yang hanya memiliki lahan kurang dari 0,25 ha, buruh tani yang tidak mempunyai tanah, para nelayan, para perambah butan, pengangguran dan anak-anak yang tidak melanjutkan sekolah.

Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan itu mengkonsumsi makanan setiap hari kurang dari 2.600 kalori, batas minimal bagi kebutuhan fisik yang wajar. Walaupun ada kemajuan dibandingkan keadaan tahun 1970 dimana yang hidup di bawah garis kemiskinan masih 70 persen, kini tinggal l5 persen namun jumlahnya masih tetap besar.

Sumber-sumber kemiskinan itu, kata Presiden, harus menjadi sasaran untuk diangkat ke kehidupan yang lebih sejahtera. Sebagai contoh untuk mengangkat petani yang memiliki lahan  dibawah 0,25 ha dan buruh tani, maka caranya adalah mentransmigrasikannya. Di daerah transmigrasi mereka akan mendapat lahan sekitar 2 ha bagi sumber kehidupan.

Mereka yang ditransmigrasikanjuga harus jelas, apakah diikutkan sebagai peserta Perkebunan Inti Rakyat (PIR) atau menggarap Rutan Tanaman Industri (HTI).

Dalam program HTI trans, kata Harmoko, juga diperlukan koordinasi antar departemen. Karena dalam penanganan ini diperlukan kerja sama antara Departemen Kehutanan, Deptrans, Deptan, Bulog, PU, Depkop, BPN dan lainnya.

Presiden menggambarkan, transmigran peserta HTI itu selain menggarap lahan untuk hutan, mereka juga melakukan tanaman tumpang sari. Mereka juga memerlukan prasarana jalan bahkan juga butuh listrik dan televisi.

Pengangguran yang merupakan salah satu sumber kemiskinan antara lain diatasi dengan mengefektifkan bengkel latihan-latihan milik Depnaker.

Kepada para menteri itu, Presiden minta agar mereka membuat program di masing-masing bidangnya untuk mengatasi kemiskinan.

”Usaha mengatasi kemiskinan itu bukan hanya tanggungjawab satu departemen saja, tetapi tanggungjawab bersama,” kata Presiden seperti dikutip Harmoko. (A-6/Ant)

Sumber : SuaraKarya (15/04/1993)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 93-94.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.