INDONESIA PRIHATIN TERHADAP SERANGAN RUDAL AS KE IRAK

INDONESIA PRIHATIN TERHADAP SERANGAN RUDAL AS KIRAK[1]

Jakarta, Kompas

PRESIDEN SOEHARTO menyatakan sangat prihatin atas serangan rudal Amerika Serikat terhadap markas besar intelijen Irak dan berharap agar masalah yang muncul antara kedua negara bisa diselesaikan melalui meja perundingan. ”Beliau sendiri tidak menduga akan ada langkah-langkah seperti itu. Dalam masalah antar negara agar diselesaikan meialui cara yang bisa lebih memperkuat perdamaian,”kata Mensesneg Moerdiono di Jalan Cendana hari Senin (28/6) mengutip Presiden Soeharto.

Menurut Mensesneg, Presiden Soeharto sangat mengharapkan agar semua pihak menghindarkan diri dari langkah-langkah yang hanya akan memperburuk keadaan. ”Beliau mengharapkan, semua pihak menyelesaikan masalah ini melalui organisasi yang dimiliki semua negara. Organisasi yang dianggap kompeten dalamhal ini adalah PBB,” kata Moerdiono.

Departemen Luar Negeri RI melalui suatu siaran pers kemarin telah mengeluarkan pernyataan sikap yang menyatakan penyesalannya atas kejadian tersebut. Ditegaskan, Indonesia menghimbau agar pihak-pihak yang bersangkutan menahan diri dan tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat lebih memperburuk keadaan. Lebih jauh Indonesia menyerukan agar masalah antara Amerika Serikat dan Irak itu diajukan ke organ yang berwenang.

Rasa penyesalan atas serangan rudal AS terhadap kota Baghdad tanggal 27 Juni yang telah menimbulkan kerusakan dan korban jiwa antara lain pada penduduk yang tidak berdosa itu, juga disampaikan beberapa anggota DPR. Para anggota Dewan itu, masing-masing Ketua Fraksi ABRl A Hartono, Ketua Komisi I Ny. Hj. Aisyah Aminy SH (F-PP), dan Wakil Ketua Komisi I Theo Sambuaga (F-KP) selanjutnya mendesak agar Indonesia, baik sebagai negara berdaulat maupun sebagai ketua Gerakan Non Blok (GNB), mengecam aksi AS tersebut dan mengupayakan agar tindakan serupa tidak terulang lagi.

“Sekarang ini mereka (rakyat Irak-Red) masih menderita karena adanya embargo ke Irak. Masalah itu saja belum diselesaikan, AS malah melakukan pemboman yang menewaskan rakyat sipil. Apakah AS mau menghabiskan rakyat Irak?”ungkap Aisyah Amini.

Berbeda

Wakil Menlu AS Clinton R Wharton Jr yang kebetulan kini sedang berada di Jakarta dan menemui Presiden Soeharto kemarin pagi di kediaman Jalan Cendana, tidak bisa memberikan banyak komentar mengenai tindakan AS itu. Ditanya pers sehabis pertemuan dengan Kepala Negara, Wharton hanya mengatakan, tidak dapat memberikan versi yang berbeda dengan apa yang dikemukakan Pemerintah AS .

“Yang dapat saya katakan, tindakan Pemerintah AS itu sesuai dengan Piagam PBB karena ada usaha dari pihak Irak untuk melakukan pembunuhan mantan Presiden AS George Bush. “Bukti-bukti yang diperoleh, lanjutnya, menunjukkan adanya keterlibatan intelijen Irak untuk melakukan usaha pembunuhan itu.

Mengapa reaksi Amerika terhadap Irak berbeda dengan reaksi AS terhadap masalah Bosnia, Wharton mengatakan bahwa reaksi itu memang berbeda dan harus dibedakan.

“Harus dibedakan serangan langsung yang dilakukan AS yang menyangkut kepentingan nasional AS dengan serangan yang ada hubungannya dengan keterlibatan global dalam situasi di mana terlibat unsur-unsur kolektif, “ujarnya.

Melanggar Ketentuan

Ketiga anggota DPR Rl di atas sependapat, tindakan AS menyerang Irak dengan peluru kendali melanggar ketentuan-ketentuan dalam hubungan internasional. “Rudal itu bukan hanya vonis AS buat Irak, tetapi langsung eksekusi. Padahal tuduhan AS sendiri belum terbukti, karena masih dalam proses pengadilan di Kuwait, “kata Aisyah.

Theo, Hartono, dan Aisyah, juga sependapat bahwa Indonesia sebagai negara yang mencintai perdamaian dan sebagai ketua Gerakan Non Blok harus mengecam tindakan AS tersebut, baik dalam forum PBB maupun forum dunia lainnya. “Indonesia dan semua negara anggota PBB, terutama melalui Dewan Keamanan (DK) PBB harus mengingatkan. Kita tidak bisa membalas dengan kekuatan, tetapi melalui upaya-upaya diplomatik. Jadi harus diingatkan kepada semua pihak agar menggunakan hal-hal yang benar,” ungkap Hartono.

Tiga orang yang dimintai komentar itu menilai, AS tidak mempunyai alasan kuat untuk menyerang Irak dengan peluru kendali. Theo menyatakan, alasan AS untuk membalas percobaan pembunuhan terhadap Bush adalah suatu alasan yang berlebih­ lebihan. Abu Hartono menambahkan, kebenaran tuduhan AS masih harus diteliti. “Harus ada bukti-bukti. Kalau memang ada keterkaitan masalah militer, seyogyanya instalasi militeryang dijadikan sasaran, “ujar Ketua F-ABRI itu.

Theo menambahkan, kalau memang AS mempunyai bukti atau indikasi bahwa lrak terlibat dalam percobaan pembunuhan Bush, AS dapat menempuh jalan menuntut agar orang-orang yang terlibat diadili. “Kalau perlu menuntut Irak untuk mengekstradisi. Kalau Irak memang tidak mau, AS dapat menempuh upaya prosedur internasional di Dewan Keamanan (DK) PBB atau Mahkamah Internasional,” jelasnya.

Hartono mengemukakan, setiap negara harus menegakkan ketentuan-ketentuan PBB dengan saling menghormati hubungan antar negara dalam tatanan kehidupan internasional. “Prinsip dasar GNB adalah tetap menghormati kedaulatan sebuah negara. Karena itu setiap persoalan harus diselesaikan di DK PBB yang sudah kita miliki dan hormati bersama,” katanya.

Aisyah berpendapat, PBB harus menetapkan tata aturan dunia untuk hal-hal seperti itu. Walaupun AS paling berkuasa, AS juga harus patuh atas ketentuan yang ditetapkan PBB. Karena itu wajar bila Ketua GNB mengambil sikap yang tegas terhadap negara mana pun yang menggunakan kekuatannya dengan semena-mena.

“Kalau negara-negara lain mencontoh AS, dunia ini bisa kacau. Hukum rimba yang berlaku,” ujar Aisyah. Theo menegaskan, semua negara harus memperjuangkan agar tindakan kekerasan seperti itu tidak menjadi instrumen di dalam hubungan internasional.

Standar Ganda

Ketiga anggota DPR itu menambahkan, serangan AS semakin menunjukkan adanya standar ganda AS terhadap masalah-masalah internasional. Theo, Hartono dan Aisyah sama-sama menguraikan, AS telah membiarkan tindak kekerasan oleh kelompok kuat Serbia terhadap kelompok lemah Bosnia. Padahal negara itu selalu mengklaim dirinya sebagai negara yang paling menjunjung tinggi demokrasi dan hak­ hak azasi manusia. “Sebagai negara adikuasa yang menjunjung tinggi demokrasi dan hak azasi manusia, AS seharusnya tidak mengambil tindakan dengan menggunakan kekuatan karena kepentingan dirinya sendiri, “tandas Hartono.

Menurut Theo, sebagai negara berdaulat Irak juga perlu menunjukkan kedaulatannya melalui berbagai forum dunia. Bahkan melalui mekanisme internasional, antara lain melalui PBB, memperjuangkan haknya dan mencegah negara besar menindas negaranya.

“Saya malah lebih khawatir, apakah tindakan begini akan lebih banyak mendorong teroris. Karena negara-negara tidak mampu, sehingga mungkin terorisnya yang berjalan,” ungkap Aisyah.(vik/oki)

Sumber:KOMPAS (20/06/1993)

_________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 142-145.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.