INDONESIA BERPELUANG EKSPOR GERBONG KERETA API KE MYANMAR[1]
Jakarta, Antara
Indonesia memiliki peluang besar memasok kebutuhan rel dan gerbong kereta api (KA) di Myanmar melalui sistem perdagangan imbal-beli, mengingat negara itu masih kekurangan devisa. Kepada wartawan seusai bertemu Mendag Myanmar Letjen Tun Kyi di Jakarta, Rabu, Menteri Perdagangan Satrio Budihardjo Joedono mengatakan, “Kita akan mengajak PT. Prima Comexindo, yang sudah biasa menangani perdagangan imbal beli untuk memasok kebutuhan gerbong dan rel KA Myanmar.”
Mengingat Indonesia belum, memproduksi rei KA, menurut dia, perusahaan nasional itu diharapkan bisa mendapat rel KA dari Rusia untuk memasok kebutuhan pembangunan jaringan KA Myanmar dan mengekspornya dalam satu paket bersama gerbong buatan Indonesia. Sementara dari negara itu, kata Mendag, kita bisa mendapat benang tekstil, rempah-rempah, alkohol dan sayuran.
Ketika didesak wartawan, sampai kapan sistem imbal beli ini dapat dipakai, Satrio Joedono mengatakan, “Dialog antar pejabat Bank Sentral kedua negara selama kunjungan Mendag Myanmar di Indonesia diharapkan mampu mencapai kesepakatan mengenai sistem pembiayaan perdagangannya.”
Hubungan perdagangan Indonesia dengan negara yang pada tahun 1991 dikenakan embargo perdagangan oleh AS karena dituduh melanggar hak azasi itu terus meningkat, kata Mendag Satrio Joedono, meskipun jumlahnya kecil.
Menurut dia, pembangunan ekonomi di negara itu memberi peluang bagi dunia usaha Indonesia untuk memasok kebutuhan semen dan bahan bangunan lainnya, produk manufaktur, produk kimia, minyak nabati, perlengkapan kebersihan dan baja lembaran.
Total perdagangan kedua negara selama tiga tahun terakhir mengalarni kenaikan. Jika pada periode Januari-Mei 1992, nilai perdagangan kedua negara hanya mencapai 11,2 juta dolar AS, maka pada periode yang sama tahun 1993 nilainya naik dua kali lipat menjadi 24,6 juta dolar AS.
Sementara itu nilai ekspor Indonesia ke Myanmar yang pada tahun 1991 mencapai 6,6 juta dolar AS, naik menjadi 14,2 juta dolar AS pada tahun berikutnya. Nilai impor Indonesia dari negara itu juga mengalami kenaikan pada periode yang sama, yakni dari 1,9 juta dolar AS menjadi 10,9 juta dolar AS.
Selain berku njung ke Presiden Soeharto, Tun Kyi, didampingi pej abat dari Departemen Perdagangan, Penanaman Modal dan Bank Sentral Myanmar, menurut rencana bertemu Menko Indag Hartarto, Menteri Negara Penggerak Dana Investasi/ Ketua BKPM Sanyoto Sastrowardoyo, Menteri Negara Urusan Pangan/Kabulog Ibrahim Hasan dan Ketua Umum Kadin Indonesia Sotion Ardjanggi. (T-PE04/2:03PM!EU04/RU3)
Sumber: ANTARA(29/09/1993)
____________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 613-614.