PRESIDEN KURANGI HUKUMAN XANANA MENJADI 20 TAHUN [1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto telah mernberikan grasi kepada terpidana Xanana Gusmao, tokoh GPK Fretilin, dengan mengurangi hukumannya dari hukuman penjara seumur hidup menjadi 20 tahun.
Ketika mengumumkan keluarnya Keppres No 62/G/ 1993 tertangal lO Agustus tentang grasi itu, Mensesneg Moerdiono mengemukakan kepada wartawan di Jakarta, Jumat bahwa pengurangan hukurnan itu diberikan karena Xanana menyadari kekeliruannya selama ini. Moerdiono menyebutkan pula alasan lain dari grasi itu adalah karena tokoh GPK itu rnenyadari bahwa integrasi bekas jajahan Portugal itu kepada pangkuan Republik Indonesia telah merupakan proses yang selesai.
Ia mengemukakan, Kepala Negara juga telah rmemberikan grasi terhadap dua pelaku lain dari Insiden Dili tanggal 12 November tahun 1991 yaitu Carlos dos Santos yang semula dihukum delapan tahun menjadi enam tahun.
Terpidana lainnya yang juga mendapat pengurangan hukuman adalah Bonavicio Perera dari enam tahun menjadi empat tahun. Kepala Negara, kata Moerdiono, sebelum mernutuskan pemberian grasi itu telah memperhatikan dan mempertimbangkan saran Ketua Mahkamah Agung Purwoto Ganda subrata serta Menteri Kehakiman Oetojo Oesrnan.
“Walaupun pemberian grasi merupakan hak prerogatif Presiden, namun Kepala Negara telah mendengarkan pertimbangan Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman,” kata Moerdiono.
Ia juga menjelaskan, dalam rangka peringatan HUT Proklamasi, Kepala Negara akan menerima 45 liurai (raja) serta tokoh rnasyarakat Timor Tirnur. Mereka akan menghadiri upacara peringatan detik-detik proklamasi.
Pada saat rnenerima tokoh-tokoh Timtim ini, Presiden akan mernberikan Sang Saka Merah Putih yang akan dikibarkan di rurnah adat masing-masing raja itu.
Moerdiono juga menjelaskan rencana kedatangan anggota Asosiasi Kesetiakawanan Portugal-Indonesia, yang anggotanya antara lain adalah Jenderal Purnawirawan Carlos Galvao. Anggota perhimpunan ini akan menghadiri upacara pemberian Bendera Merah Putih oleh Presiden kepada para raja dan tokoh Timtim itu, kata Moerdiono.
Positif Bagi Diplomasi
Sementara itu pengamat hukum Martin Hutabarat, SH dari Perhimpunan Sarjana Hukum Indonesia (Persahi) menilai, pemberian grasi terhadap Xanana dan tokoh Fretilin lainnya berdampak positif bagi diplomasi masalah Timor Timur.
Namun, mantan anggota Komisi III DPR-RI itu yakin kalau pemberian grasi itu bukan berdasarkan tekanan atau permintaan dari pihak lain dari dalam maupun luar negeri.
“Grasi merupakan hak istimewa Presiden, sehingga Presiden sendirilah yang memutuskan apakah kepada seorang terpidana diberikan grasi atau tidak,” katanya.
Martin sangat menghargai Presiden, karena meskipun grasi merupakan hak prerogatif Presiden, tapi dalam memutuskannya juga mendengarkan pertimbangan dari Ketua Mahkamah Agung. (T/ EU02/DN06/13/08/93 15:16)
Sumber: ANTARA (13/08/1993)
______________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 673-674.