PRESIDEN: DIVERSIFIKASI PANGAN PERLU PERHATIAN LEBIH BESAR[1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto mengajak masyarakat untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap upaya mewujudkan penganekaragaman sumber pangan misalnya dengan melestarikan makanan-makanan tradisional sehingga langkah mencapai swasembada pangan bisa tercapai.
Ketika membuka Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi di Istana Negara, Selasa, Kepala Negara mengemukakan kekayaan sumber daya laut merupakan salah satu alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk melaksanakan penganekaragaman sumber pangan itu.
“Upaya penganekaragaman pangan perlu terus kita upayakan,” kata Presiden pada acara yang dihadiri pula Mensos Ny. Inten Soeweno, Menteri Negara UPW Ny Mien Sugandhi, Menkes Sujudi, Menpan TB Silalahi, serta Mentan Syarifudin Baharsyah.
Ketika berbicara tentang upaya mengamankan penyediaan pangan bagi rakyat, Presiden mengatakan kepada 300 pakar peserta Widya Karya ini bahwa ada empat hal yang perlu dilaksanakan. Faktor pertama adalah pangan yang jumlahnya cukup harus tersedia bagi seluruh lapisan masyarakat.
Menurut Presiden, faktor kedua adalah mengupayakan agar harga pangan itu stabil dan bisa dijangkau serta meningkatkan pendapatan petani.
Sementara itu faktor lainnya adalah menjamin mutu gizi pangan yang lebih baik dan seimbang, serta mengamankan persediaan pangan dari bahan yang dapat merugikan kesehatan.
Untuk mewujudkan pengamanan pangan itu, maka diperlukan kegiatan riset dan teknologi yang lebih maju sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gizi
Ketika berbicara tentang pembangunan sektor pertanian selama ini, Presiden Soeharto mengemukakan hasil yang paling menggembirakan adalah telah tercapainya swasembada beras. Keadaan yang membesarkan hati itu telah menurunkan angka kematian bayi, serta meningkatkan harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia.
“Meskipun demikian, kita menyadari belum semua warga kita dapat menikmati derajat kesehatan yang tinggi dan gizi yang baik. Masih adajutaan penduduk kita yang hidup di bawah garis kemiskinan. Masih banyak orang yang kekurangan gizi, kalori, serta protein,”kata Presiden.
Untuk memecahkan tantangan-tantangan itu, semua kepala daerah tingkat dua yaitu bupati dan walikota telah diperintahkan menyusun peta kemiskinan di daerahnya masing-masing.
“Saya minta agar unsur tersedianya pangan dan keadaan gizi terutama balita dimasukkan sebagai indikator penting di samping indikator lainnya,”kata Kepala Negara.
Dengan demikian, indikator-indikator tadi dapat dipantau dari waktu ke waktu, sehingga perkembangan kesejahteraan masyarakat dapat diikuti lebih baik, tambah Presiden. Peningkatan gizi masyarakat yang berpengaruh positif terhadap tingkat kesehatan masyarakat temyata di lain pihak juga menimbulkan dampak negatif yaitu munculnya penyakit akibat konsumsi yang berlebihan. Jumlah penderita dan kematian karena penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan kegemukan sejak beberapa tahun terakhir ini telah meningkat.
Masalah ini mungkin disebabkan perubahan pola makanan sebagian penduduk perkotaan yang belum tentu lebih baik keseimbangan mutu gizinya, tambahnya. Sebelumnya, Ketua LIPI Samaun Samadikun melaporkan pada pertemuan ilmiah ini akan dibahas berbagai masalah antara lain kecukupan gizi, pangan serta gizi dari sumber hayati kelautan, keamanan pangan, serta pemanfaatan lahan marginal. Seusai membuka widya karya ini, Kepala Negara yang didampingi Menristek BJ Habibie dan Ketua LIPI beramah tamah dengan para peserta dan dilanjutkan dengan foto bersama di depan Istana Merdeka. (TI EU02/DN06/20/04/93 13:38)
Sumber: ANTARA (20/04/ 1993)
______________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 739-740.