PRESIDEN MEMINTA: JAJARAN PEMERINTAHAN TERBUKA TERHADAP DINAMIKA MASYARAKAT[1]
Sumedang, Kompas
PRESIDEN SOEHARTO meminta kepada seluruh jajaran pemerintahan terutama para Pamong Praja Muda lulusan Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN), untuk selalu bersikap terbuka dan membuka diri terhadap kemajemukan dan dinamika masyarakat. “Masyarakat kita majemuk. Kepentingannya berbeda beda dan aspirasinya meningkat, “kata Presiden Soeharto.
Kepala Negara mengemukakan hal itu pada upacara pengukuhan Pamong Praja Muda lulusan STPDN angkatan III di Jatinan gor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (6/8). Pada kesempatan itu hadir Mendagri H. Moh Yogie SM, Gubernur Jabar R Nuriana serta pejabat Muspida Jabar lainnya.
Menurut Presiden, tugas menampung aspirasi dan kepentingan rakyat yang beragam adalah tugas yang tidak mudah. Namun jauh lebih sulit lagi mendorong berkembangnya prakarsa dan kreativitas masyarakat. Tugas ini jelas mempunyai aspek politik, pemerintahan dan ekonomi. Tetapi, juga sering mempunyai akar pada nilai sosial budaya masyarakat.
“Tidak jarang hal itu bahkan berkaitan dengan pemahaman terhadap ajaran agama yang dianut. Karena itu, seluruh kader jajaran pemerintahan umum selain perlu mempunyai wawasan yang luas, juga harus memiliki kepekaan serta kemampuan komunikasi sosial yang handal, “kata Presiden mengingatkan.
Masalah Mendasar
Tanah Air yang luas seperti Indonesia, kata Presiden, keadaan alamnya berbeda beda dan sumber daya yang dirniliki ju ga sangat beragam. Hal ini menirnbulkan masalah tersendiri. Masalah tran sportasi dan komunikasi merupakan salah satu masalah mendasar pemerintahan yang selalu akan timbul beriringan dengan perkembangan jumlah, aspirasi dan kepentingan rakyat di seluruh pelosok daerah Nusantara. Menurut Presiden aspirasi dan kepentingan masyarakat ada yang bersifat umum dan ada pula yang bersifat khusus. Untuk melayani aspirasi dan kepentingan yang bersifat umum, dapat ditetapkan kebijaksanaan yang bersifat umum. Untuk menangani aspirasi dan kepentingan yang bersifat khusus perlu dikembangkan yang khusus pula. “Banyak masalah akan timbul, jika masalah khusus ditangani secara umum.” ujar Presiden Soeharto.
Lebih lanjut Presiden mengemukakan, muka bumi yang kita diami tidak akan bertambah tetapi penduduknya masih akan terus meningkat. Karena itu masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. Kita akan terus menyelenggarakan banyak proyek pembangunan.
“Tidak dapat dihindari, bahwa pada sebidang laban yang sama dapat timbul berbagai kepentingan yang berbeda-beda,” ungkap Presiden. Masalah seperti ini, kata Presiden, harus dapat diselesaikan sebaik-baiknya. Untuk itu pemerintahan umum hatus pandai mencarikan jalan keluar dan memelihara imbangan antara demikian banyak kepentingan terhadap tanah yang terbatas tadi.
Tugas pemerintahan umum, jelas Kepala Negara, sama dengan tugas-tugas sektoral yang memerlukan tenaga profesional yang bermutu tinggi. Hal ini semakin kita perlukan pada tahap lanjut pembangunan nasional dewasa ini. Dalam waktu dekat, para Pamong Praja Muda akan ditempatkan di seluruh Tanah Air. Mereka akan menjadi pelaksana dan staf pada pemerintahan tingkat terbawah.
Dengan demikian, sambung Presiden Soeharto, diharapkan mereka tidak saja mengetahui dan memahami rumitnya masalah yang ada di tengah masyarakat, tetapi juga ikut merasakannya secara pribadi. Hal ini penting dipahami agar kelak para kader pemerintahan mempunyai bekal yang cukup dalam mengemban tugas yang memerlukan tanggungjawab besar.
Kepentingan masyarakat
Para kader pemerintahan, tegas Presiden Soeharto, harus memberikan perhatian pada seluruh aspek kehidupan rakyat. Jika tugas departemen dan instansi lebih bersifat fungsional, maka tugas jajaran Departemen Dalam Negeri (Depdagri) lebih bersifat kewilayahan.
Pelaksanaan tugas pemerintahan di daerah, jelas Presiden, tidak mungkin diselenggarakan secara seragam karena keadaan wilayah dan kondisi masyarakat Indonesia sangat luas dan beragam. Setiap daerah memerlukan cara pendekatan yang sesuai dengan kondisi khas masing-masing.
“ltulah sebabnya, kita melaksanakan otonomi dan desentralisasi, bersamaan dengan dekonsentrasi dan bantuan pemerintahan. Dengan kebijaksanaan tadi, kita berharap dapat mewujudkan tugas pemerintahan yang benar-benar sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat setempat,”kata Presiden.
Pembangunan Jangka Panjang Kedua, ujar Kepala Negara, memerlukan pendayagunaan, peningkatan dan pengembangan sebesar-besarnya peran dari masyarakat. Ini berarti keberhasilan pembangunan akan ditentukan oleh prakarsa dan kreativitas masyarakat serta adanya iklim dan peluang yang mendukung.
Presiden Soeharto berpesan, supaya para Pamong Praja Muda tidak cepat puas diri dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan pemerintahan yang telah diperoleh dari STPDN. Hendaknya disadari bahwa tidak seluruh masalah dapat dipelajari dalam ruang kuliah. Sebagian diantaranya hanya bisa dimengerti dalam penugasan di lapangan, melalui keberhasilan maupun kegagalan.
Dalam karir panjang di bidang pemerintahan nanti, kata Kepala Negara, para kader pemerintahan lulusan STPDN jangan sampai bertugas pada satu daerah. Karena penugasan pada satu daerah saja dapat menyempitkan wawasan. Kader pemerintahan dalam negeri harus mempunyai pengalaman dinas di daerah yang berbeda-beda agar dapat merasakan makna kemajemukan bangsa Indonesia.
Kepala Negara meminta supaya pengalaman berdinas harus dapat diwariskan dari angkatan yang satu kepada angkatan berikutnya. Sebagai pegawai negeri, seseorang pasti pensiun namun tugas pemerintahan umum tidak pernah putus. Karena itu pengalaman berdinas seseorang pada suatu daerah, sebaiknya ditulis sebagai sumbangan bagi perkembangan ilmu pemerintahan umum di Indonesia.
Pada kesempatan itu, Presiden Soeharto mengukuhkan 933 Pamong Praja Muda (PPM) lulusan STPDN. Pengukuhan ditandai dengan penyerahan surat keputusan PPM kepada dua orang wakil lulusan STPDN angkatan tahun 1994 dan penyerahan penghargaan Kartika Astha Brata kepada lulusan terbaik yakni Didik Chusnul Yakin dari Provinsi Jawa Timur.
Mendagri Moh.Yogie menguraikan tentang sejarah berdirinya STPDN sebagai lembaga pendidikan tinggi kedinasan di lingkungan Depdagri. Semula berbentuk APDN” (Akademi Pemerintahan Dalam Negeri), yang didirikan di Malang Jatim tanggal 1 Maret 1965. Sejak tahun 1965 sampai 1970, telah berdiri 20 APDN di 20 propinsi di Indonesia.
Sampai berakhirnya penyelenggaraan pendidikanAPDN di daerah pada tahun 1991, telah dihasilkan lulusan sebanyak 27.910 orang dan penempatannva tersebar di 27 propinsi. “Mengingat besarnya bobot beban tugas dan tanggungjawab lembaga setelah penyempurnaan pola dan sistem pendidikan nasional maka dengan Keppres No 42 Tahun 1992 tanggal 13 Agustus 1992 status APDN ditingkatkan dari akademi menjadi sekolah tinggi,”jelas Yogie.
Sumber : KOMPAS ( 07/08/1994)
_________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 91-93.