PRESIDEN: SISTEM PENGAWASAN PERBANKAN AKAN DIPERBAIKI[1]
Jakarta, Antara
Presiden Soeharto menegaskan, bahwa konsolidasi keuangan dan perbankan perlu dilanjutkan dan sistem pengawasan terhadap bank dan lembaga keuangan akan terus diperbaiki agar mampu menangkal kerawanan yang timbul di sektor ini.
“Kita perlu tetap menjalankan kebijaksanaan fiskal dan moneter yang berhati-hati sedangkan sistem pengawasan terhadap bank dan lembaga keuangan akan terus diperbaiki agar mampu menangkal kerawanan yang timbul,”kata Kepala Negara ketika menyampaikan RAPBN 1994/1995 pada Sidang Paripurna DPR- RI di Jakarta, Kamis.
Dikatakannya, pinjaman komersial dan kredit ekspor luar negeri harus tetap dikoordinasikan sebaik-baiknya, khususnya bagi proyek-proyek yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan Pemerintah dan BUMN.
“Kepada semua menteri saya telah minta agar bersikap hati -hati dan mengendalikan diri untuk tidak terlalu mudah mengusulkan proyek dengan pembiayaan kredit komersial atau kredit ekspor luar negeri,” kata Presiden.
Berbagai Iangkah deregulasi dan debirokratisasi yang telah diambil perlu benar benar diamankan pelaksanannya, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Lampaui Sasaran
Menurut Kepala Negara, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 1993 telah malampaui sasaran Repelita V, meskipun di beberapa sektor terjadi perlambatan, terutama di awal tahun.
“Hasil yang telah dicapai sampai saat ini menunjukkan perkembangan menggernbirakan, meskipun perlu terus kita mantapkan sehingga menimbulkan rangsangan bagi kegiatan produktif dalam masyarakat, “katanya.
Langkah pendingin ekonomi yang telah dilaksanakan sejak beberapa tahun lalu telah menghasilkan stabilitas makro ekonomi pada tahun 1993. Namun laju inflasi untuk tahun 1993 cukup tinggi meskipun tetap di bawah 10 persen.
Defisit transaksi berjalan sedikit rneningkat dibanding tahun lalu. Peningkatan ekspor non-migas cukup rnengesankan, namun tidak cukup besar untuk menutupi peningkatan impor non-migas. Pinjaman luar negeri komersial oleh swasta dan BUMN mulai melambat dalam tahun 1992, tetapi pengaruhnya terhadap neraca pembayaran perlu terus diwaspadai.
Sementara itu, cadangan devisa terus meningkat dan sampai sekarang cukup untuk membiayai lima bulan kebutuhan impor. Perkembangan sektor produksi juga menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Setelah meningkat dengan lima persen pada tahun 1992, produksi beras pada 1993 diperkirakan turun 1,18 persen, namun penurnnan itu tidak terlalu mengkuatirkan karena stok beras pada akhir tahun 1993 masih cukup besar.
Sektor industri juga menunjukkan perkembangan yang cukup memadai, ditandai dengan rnunculnya industri baru. Perkembangan pasar modal di tahun 1993 rnenunjukkan gambaran yang menggembirakan, yang sekaligus menunjukkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia dan meningkatnya efisiensi mekanisme pasar modal. Namun Presiden Soeharto mengingatkan, perkembangan ekonomi yang cukup positip itu tidak berarti bahwa tidak ada lagi masalah bagi perekonomian Indonesia. Beberapa masalah yang perlu rnendapat perhatian sungguh-sungguh antara lain tetap waspada agar defisit transaksi berjalan dalam neraca pembayaran tidak meningkat. “Untuk itu kita harus mengamankan ekspor non-migas agar tahun depan paling tidak dapat mempertahankan prestasi pertumbuhannya, sehingga defisit transaksi berjalan selalu berada di bawah dua persen dari Produk Domestik Bruto (PDB),” demikian Presiden Soeharto.(T-RE3/ 6/01/94 09:14/DNOl / 6/01/94 09:44)
Sumber:ANTARA(06/0l/1994)
_____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 161-162.