PRESIDEN MINTA HAKIM TERBUKA TERHADAP KRITIK

PRESIDEN MINTA HAKIM TERBUKA TERHADAP KRITIK[1]

 

Jakarta, Antara

Presiden Soeharto mengatakan, para hakim harus selalu bersikap mawas diri dan terbuka terhadap kritik atas segala kekurangan yang mungkin masih melekat pada dirinya.

“Keterbukaan terhadap kritik, baik yang disampaikan secara lugas maupun yang ditunjukkan melalui kelesuan wajah dan tatapan mata yang sedih, perlu diperhatikan,” kata Kepala Negara di lstana Negara, Senin, ketika membuka Munas Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) ke 11.

Pada acara yang dihadiri Ketua Mahkamah Agung, Purwoto Suhadi Gandasubrata dan Menteri Kehakiman Oetojo Oesman, Presiden mengatakan, kritik pada taraf terakhir bermanfaat untuk memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan yang secara manusiawi melekat pada diri hakim.

“Masyarakat selalu memperhatikan dan menilai putusan-putusan para hakim karena mereka menganggap pengadilan merupakan tempat dan benteng terakhir penegakan hukum dan keadilan,” kata Presiden.

Beberapa kejadian yang akhir-akhir ini yang menjadi perhatian masyarakat luas, menurut Presiden hendaknya menjadi perhatian yang serius para hakim demi wibawa hukum di masa yang akan datang. Para hakim diingatkan bahwa profesi mereka bukan sekedar untuk mencari nafkah. Presiden mengatakan, dalam memeriksa suatu perkara hakim tidak bertanggungjawab kepada atasannya melainkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan hati nuraninya.

“Karena itu, hakim perlu terus meningkatkan kualitas dan kemampuan profesionalnya untuk mendukung tegaknya wibawa kekuasaan kehakiman, “kata Kepala Negara.

Pelanggaran Baru

Kepada para hakim yang berasal dari seluruh tanah air, Presiden Soeharto mengatakan, mereka perlu mempelajari berbagai jenis pelanggaran hukum baru yang terjadi akibat berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

“Pelanggaran hukum seperti bank gelap, pencemaran lingkungan, pembajakan hak cipta dan hak intelektuallainnya, pemutihan uang hasil kejahatan, dan kejahatan dengan menggunakan komputer makin bertambah banyak,”kata Presiden.

Para hakim, kata Kepala Negara, dalam menjalankan profesinya selain harus memahami hukum dalam bentuk peraturan perundangan, juga memahami dinamika masyarakat yang sedang giat membangun.

Pada kesempatan itu, Kepala Negara minta para penegak hukum untuk memperbaiki mutu dan keterampilan mereka sehingga pengadilan benar-benar dapat menjadi tumpuan harapan.

“Pengadilan harus menjadi tempat yang kukuh sebagai tempat bersemayamnya hukum dan keadilan,” kata Presiden yang kemudian beramahtamah dengan para peserta  Munas. (L.EU02/PU02/PU03 /18/04/94 10:37/RUl/12:07

Sumber:ANTARA(18/04/1994)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 577-578.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.