DEPKES UMUMKAN KEPPRES BPKN[1]
Jakarta, Antara
Depkes menyatakan telah terbit Keputusan Presiden (Keppres) tentang Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional (BKPN) dan dalam waktu dekat menyusul satu Keppres dan delapan peraturan pelaksana lainnya sebagai penjabaran UU No. No 23 Tahun 1994 tentang Kesehatan.
Sekjen Depkes RI Hidayat Hardjoprawito mengungkapkan hal itu pada pelatihan wartawan PWI Jaya Unit Kesehatan di Mega Mendung, Bogor, 21-23 Maret. Keppres No.12 Tahun 1994 itu ditandatangani Presiden Soeharto 26 Februari 1994 dan memuat tugas, keanggotaan susunan organisasi dan sumber pembiayaan organisasi tersebut. Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional (BPKN) bertugas memberi saran dan pertimbangan kepada menteri Kesehatan dalam merumuskan kebijaksanaan di bidang kesehatan, perencanaan program dan pengendaliannya. BPKN beranggotakan 25 orang itu terdiri atas tokoh masyarakat, ahli ekonomi, budaya, pendidikan, agama, anggota organisasi profesi, pakar kesehatan, ahli hukum, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. Keanggotaan badan tersebut bermasa bakti tiga tahun dan sumber pendanaannya berasal dari anggaran Depkes. Rancangan PP yang masih dalam pembahasan tim interdep adalah RPP Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan, Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.Pengaman Sediaan Makanan dan Minuman, Tenaga Kesehatan, Tindakan Medis, Kesehatan Kerja dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Sementara rancangan Keppres tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan masih dalam pembahasan.
JPKM dan Aborsi
Beberapa RPP mendapat perhatian khusus pada pembahasan RPP Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPKM). Menurut Hidayat, Departemen Keuangan menginginkan agar izin pengelolaan JPKM dikeluarkan instansi tersebut dengan alasan organisasi itu berkaitan dengan perasuransian.
Namun Depkes berpendapat pelaksanaan penghimpunan dana dan pemberian pelayanan kesehatan dilakukan organisasi tersebut dan tidak terpisah, jadi berlainan dengan asuransi. Dalam rapat koordinasi disepakati, perizinan tidak akan dipermasalahkan dan jika izin diberikan Depkeu maka rekomendasinya harus dikeluarkan Depkes atau sebaliknya.
Sementara dalam pembahasan RPP tentang Tindakan Medis timbul beberapa perbedaan pendapat yakni dalam penggunaan kata aborsi. Sejak Penyusunan UU tersebut di DPR tahun lalu,perkataan aborsi selalu menimbulkan kontroversi.
Salah satu fraksi tidak menginginkan istilah aborsi digunakan, lalu diambil kata sepakat untuk menggantikannya dengan istilah “tindakan medis.”
Pejabat Humas Depkes dr. Suheni Sujatmiko MSc mengatakan perkataan tindakan medis tidak mencerminkan atau mewakili perkataan aborsi karena istilahnya terlalu umum. Permasalahan itu juga timbul perdebatan dalam penyusun RPP.
(T.PU12/7: 10PM/DN03/25/03/94 20:13/DN02/RB2)
Sumber:ANTARA (25/03/1994)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 372-375.