JANGAN LAGI PAKAI ISTILAH INFORMAL UNTUK MENYEBUT PENGUSAHA KECIL

JANGAN LAGI PAKAI ISTILAH INFORMAL UNTUK MENYEBUT PENGUSAHA KECIL[1]

 

Jakarta, Business News

Presiden Soeharto menyatakan, kita supaya tidak lagi memakai istilah kegiatan usaha informal bagi para pengusaha kecil. Sebut saja mereka sebagai pengusaha kecil. Sebab pada kenyataannya kalangan pengusaha kecil tersebut juga mempunyai andil yang tidak keci Iterhadap pembangunan. Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Subiakto Tjakrawerdaja mengutarakan pemaparan Presiden tadi usai melapor di Bina Graha Kamis kemarin. Dia memprihatinkan kondisi pendidikan para pengusaha kecil yang pada umumnya lulusan sekolah dasar. Mereka yang lulusan sekolah dasar tersebut mencapai 87%. Karenanya pembinaan secara intensif memang harus dilakukan guna meningkatkan kemampuannya. Namun bagaimana pun sebenarnya lingkup perkembangan usaha mereka memang terbatas, walau demikian pemerintah berupaya meningkatkan kemampuan usaha mereka.

14 Sumber Dana

Menurut Subiakto, sekurangnya terdapat 14 sumber pendanaan yang bisa dimanfaatkan guna membina dan mengembangkan kalangan pengusaha kecil tadi. SuMber-sumber dana tersebut di antaranya KUT (Kredit Usaha Tani), KUK (Kredit Usaha Kecil), KCK (Kredit Candak Kulak), dana yang disisihkan BUMN dari labannya, dan sebagainya. Persoalan bakunya adalah, bagaimana pelaksanaannya di lapangan. Sebab pelaksanaan di lapangan ini yang sering kali tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang digariskan di tingkat Pusat. Sumber pendanaan yang disisihkan dari BUMN saja hingga belakangan ini mencapai sekitar Rp. 420 miliar, ungkap Subiakto. Pemanfaatannya pada tahun­ tahun terdahulu sekitar 70% untuk pembinaan pengusaha kecil dan koperasi di Jawa. Demi keberhasilan pemerataan, maka belakangan ini sumber pendanaan dari BUMN tersebut sekitar 53% dikembangkan pemanfaatannya di luar Jawa.

Sumber: BUSINESS NEWS (08/09/ 1995)

________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 380-381.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.