PRESIDEN BUKA MUNAS V MUI: PEMBANGUNAN HARUS DIUKUR DARI MANFAATNYA BAGI KEMANUSIAAN

PRESIDEN BUKA MUNAS V MUI: PEMBANGUNAN HARUS DIUKUR DARI MANFAATNYA BAGI KEMANUSIAAN[1]

 

Jakarta, Kompas

Betapapun pentingnya ekonomi namun pembangunan nasional tidak hanya terdiri dari proyek-proyek ekonomi. Hakikat pembangunan kita justru adalah pembangtman manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Ketidakberhasilan maupun keberhasilan pembangunan nasional di Indonesia harus diukur dari manfaat bagi kemanusiaan. Hal ini dinyatakan Presiden Soeharto dalam sambutannya pada pembukaan Musyawarah Nasional V Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Istana Negara, Jakarta, Hmi Jumat (21/7) malam. Hadir antara lain para Menteri Kabinet Pembangtman VI, para undangan dari Malaysia , Brunei Darussalam dan Singapura serta sekitar 320 peserta Mtmas yang akan berlangsung di Hotel Indonesia, Jakarta 21-15 Juli 1995. Menurut Kepala Negara, matiabat kemanusiaan yang membedakan manu sia dengan makhluk Tuhan yang lainnya,terletak dalam aspek etika, modal dan spiritual.

Kesadaran Etika

Sungguh jauh bedanya, kata Presiden, suasana pembangunan yang diresapi oleh kesadaran etika, moral, dan spiritual dengan yang tidak. Karena itulah, lanjut Kepala Negara, setiap saat secara sadar man usia memilah-milah antara hal yang pantas dan yang tidak pantas .

“Hanya yang pantas yang akan kita lakukan dalam hidup ini, yang tidak pantas harus kita jauhi,”tutur Presiden.

Berbeda dengan naluri-naluri kemanusiaan yang tumbuh sendiri secara alamiah, kata Presiden, maka nilai-nilai etika, moral dan spiritual harus ditanamkan, dipelihara dan dikembangkan dengan sabar dan terus menerus. Tugas ini, Ianjut Kepala Negara, tidak mungkin diemban oleh pemerintah serta seluruh jajarannya , yang harus melaksanakan demikian banyak tugas pemerintahan .”Tugas berat tapi mulia inilah yang kita amanahkan kepada para alim ulama serta para rohaniwan lainnya,” kata Presiden. Kepala Negara menekankan, dasar-dasar etika, moral dan spiritual manusia ini perlu diletakkan dalam usia paling dini dalam kehidupan manusia Indonesia, yaitu di dalam rumah tangga masing-masing .Hal itu hanya bisa diwujudkan jika rumah tangga itu sendiri diliputi suasana etika, moral dan spritual.

“Karena itulah , sejak tahun 1974 bangsa kita bersepakat bahwa perkawinan yang menjadi dasar pembentukan rumah tangga harus didasarkan pada agama yang dianut para calon mempelai. Hal itu berarti, pembinaan rohani seluruh keluarga Indonesia berada dalam kawasan, kewibawaan kepemimpinan umat beragama ,” tegas Presiden .

Tugas ini amatlah mulia, kata Presiden, tetapi sekaligusjuga amat berat tanggung jawabnya. Untuk dapat melayani dengan sebaik-baiknya demikian banyak keluarga muslim diperlukan alim ulama yangjuga arnat banyak. Itu pun belum cukup. Tugas mulia itu akan terlaksana dengan baik, jika para ulama didukung organisasi , tata kerja dan program yang baik. “Tugas besar ini mustahil dapat ditangani secara sendiri-sendiri ,” kata Presiden.

Peranan Ulama

Menurut Presiden, sejak tahun 1975, ditingkat nasional alim ulama Indonesia bersama para zu’ama dan cendikiawan muslim sendiri melalui MUI bukan saja telah dapat dimusyawarahkan dan dirurnuskan penyelesaian demikian banyak masalah yang dihadapi umat, tetapi juga telah dapat dijembatani kebijaksanaan negara dengan aspirasi dan kepentingan keagamaan dari umat. “Dengan demikian kita sekaligus dapat memelihara persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Kepala Negara. Presiden menunjukkan peranan alim ulama Indonesia lebih luas dari masalah keagamaan. Alim ulama Indonesia berada dibarisan terdepan dalam perlawanan terhadap kolonialisme dalam pergerakan kebangsaan , dalam pembentukan negara bahkan dalam perang kemerdekaan, “Sebagian dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia, para pendiri negara ini, adalah para alim ulama, karena itu, merupakan hal wajar, jika dewasa ini para ulama dalam berbagai bidang pembangunan bangsa kita,”kata Kepala Negara. Dalam sambutannya Ketua Umum MUI KH Hasan Basri ini antara lain akan menyusun kepengurusan MUI masa bakti 1995-2000 serta program kerja MUI. Dalam kesempatan ini Ketua Umum MUI juga mengucapkan syukur kepada Allah SWT dan berterima kasih kepada Presiden Soeharto sehubungan dengan kepercayaan luar negeri telah terjaga dengan baik yang telah dibuktikan dengan kembalinya Indonesia meraih pinjaman dari CGI sebesar 5.300 miliar dollar Amerika Serikat atau naik 3 persen dibanding tahun lalu. (osd)

Sumber : KOMPAS ( 22/07/1995 )

____________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 505-507.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.