MENRISTEK: PERTUKARAN ILMUWAN SKALA REGIONAL DIMUNGKINKAN[1]
Jakarta, Antara
Menteri Negara Riset dan Teknologi BJ Habibie menyatakan salah satu upaya menjembatani perbedaan Iptek negara maju dan berkembang antara lain dengan dimungkinkannya pertukaran ilmuwan baik berskala regional maupun internasional yang dilandasi semangat kemitraan global.
“Pemanfaatan Iptek harus diabdikan pada peningkatan kesejahteraan umat rnanusia. Untuk itu sebagai bangsa kita perlu menyiapkan sumberdaya manusia handal dan dukungan prasarana ilmiah,” katanya menjawab pertanyaan wartawan seusai membuka Konferensi Genetika Kedokteran Kawasan Asia Pasifik II dan simposium “Eijkman”tentang biologi molekular, di Jakarta, Rabu.
Habibie yang juga Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan pertukaran ilmuwan tersebut rnutlak bersifat saling tukar pengalaman dengan dukungan laboratorium dan gedung yang memadai bagi penelitian unggulan.
“Fasilitas gedung dan prasarana laboratorium harus didukung otak-otak cemerlang di bidangnya, karena itu para ilmuwan hendaknya menjalin kerjasama,” katanya.
Untuk mampu meraih predikat terbaik di bidangnya, ilmuwan Indonesia dituntut menghasilkan produk unggulan dan produk andalan baik yang berskala nasional, regional maupun internasional katanya. Menristek mengatakan, produk unggulan yakni unggul di bidangnya tetapi belum dapat diandalkan karena belum tercakup perhitungan ekonomi, sedangkan produk andalan dimaksudkan produk yang dapat diandalkan serentak diunggulkan karena sudah ada kalkulasi ekonominya. Ia kemudian mencontohkan Kereta Api Cepat Argo Bromo dan Argo Gede serta Kapal Palindo Jaya merupakan produk- produk unggulan berskala nasional. Sementara kapal terbang N-250 Gatot Koco merupakan produk andalan berskala global.
“Produk unggulan nasional dan produk andalan global mutlak memuat unsur rakayasa Iptek, kalkulasi ekonomi dan manajemen,”katanya.
Sektor Pertanian
Pada bagian lain penjelasannya, ia mengingatkan strategi Iptek nasional sama sekali tidak bertentangan dengan pengembangan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan.
“Kita bisa hidup tanpa kapal terbang , tetapi tanpa produk pertanian dan kehutanan yang memproduksi kebutuhan makanan bergizi kita tidak akan hidup lama,” kata Menristek.
Dengan berhasil menjadi negara yang berswasembada pangan, ini membuktikan bahwa pemerintah tidak mengabaikan pengembangan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan, katanya seraya menyatakan pemasaran kedua sektor tersebut di dunia internasional relatif sulit.
“Agar kita tidak melulu mengandalkan produk pertanian, perkebunan dan kehutanan, dikembangkanlah industrialisasi yang menyedot banyak tenaga ketja. Untuk mengekspor beras dan kelapa sawit ke mancanegara , itu relatif suiit, dalam hal inikita harus realistis,”katanya.
Sektor Kedokteran
Menristek juga menyinggung pengembangan Iptek kedokteran yang didukung kemajuan bidang biologi molekular. Dengan dimotori Lembaga Eijkman yang dipimpin oleh Prof Dr Sangkot Marzuki, riset difokuskan pada penelitian bidang penyakit malaria. Menurut dia, sebanyak tujuh persen dari penduduk Indonesia ternyata anomali terhadap serangan penyakit malaria, sementara selebihnya tidak kebal dengan penyakit malaria. Serangan malaria dapat menjadi penyebab kematian manusia. Katanya, Indonesia masih harus beketja keras mengejar ketertinggalannya di bidang Iptek kedokteran, untuk itu dibuatlah strategi transfer teknologi salah satunya dengan saling tukar ilmuwan regional.
Konferensi Genetika Kedokteran Kawasan Asia Pasifik kedua dan simposium Eijkman tentang biologi molekular yang dibuka Presiden Soeharto, Selasa (19/9), diikuti sekitar 200 ilmuwan dalam dan luar negeri dan diselenggarakan pada 20-23 September 1995. (T-PU02/14: 15WIB/B/DN02-20/09/95 14:29/ru2
Sumber: ANTARA (20/9/ 995)
________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 612-614.