PRESIDEN : UBAH ISTILAH ASING PADA NAMA PEMUKIMAN

PRESIDEN : UBAH ISTILAH ASING PADA NAMA PEMUKIMAN[1]

 

Jakarta, Suara Karya

Presiden Soeharto minta kepada para developer mengubah istilah asing yang digunakan pada nama pemukiman dengan istilah bahasa Indonesia. Pondok Indah, Bumi Serpong Damai dan Pantai Indah Kapuk disebut Kepala Negara sebagai contoh nama pemukiman yang baik, yang diambil dari bahasa Indonesia.

Menurut Menpera Akbar Tanjung, seusai melapor kepada Presiden di Istana Merdeka, Senin, penggalakan secara nasional penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu dalam rangka peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-50.

Kantor Menpera dan Mendikbud, kata Akbar, telah mengundang REI untuk mengubah nama pemukiman yang banyak menggtmakan istilah asing supaya diganti dengan bahasa Indonesia.

Pihak REI, menurutnya, telah menyanggupi dan minta waktu sehingga anggota mereka bisa mengganti istilah asing yang digunakan pada lingkungan pemukiman baru dengan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Indonesia untuk nama pemukiman baru ternyata mendapat

tanggapan positif dari developer. Ciputra misalnya telah mengubah sejumlah nama asing pemukiman di bawah bendera Ciputra Group, Citra Garden diganti menjadi “Kota Citra Raya”, City of The Art diganti dengan “Kota Dengan Nuansa  Seni”.

“Namun kalau istilah-istilah asing itu sudah menjadi istilah Indonesia, atau terbiasa menjadi istilah Indonesia, mereka tidak perlu mengubahnya. Tapi ini akan dibicarakan dengan Lembaga Bahasa Indonesia.” kata Menpera.

Nama asing yang sudah menjadi satu kesatuan dan telah menjadi satu trade mark, misalnya Citra Land menurut Akbar dapat dipertahankan. Hal yang sama juga dapat dilakukan untuk penyebutan nama atas kerja sama pengusaha nasional dengan pengusaha luar negeri.

“Kalau itu memang tidak bisa dihindari karena mereka bekerja sama dengan luar negeri, yang telah dirintis dan dipelopori oleh Grup Ciputra.” katanya.

Izin Pemda

Penamaan suatu lingkungan, menurut Menpera, tidak dapat dilakukan semaunya oleh developer tetapi harus seizin Pemda. Oleh karena itu ia akan mengadakan koordinasi dengan Depdagri supaya pemberian nama-nama bagi lingkungan baru betul-betul bisa diawasi oleh Pemda.

Sementara itu juga dilaporkan pencapaian target pembangunan perumahan dalam Repelita VI. Selama Repelita VI, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah, pemerintah memproyeksikan dibangun sekitar 500.000 unit RS dan RSS.

Demi terjaminnya target itu, Menpera telah melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah yang terkait dengan masalah perumahan dan para pelaku pembangun perumahan, baik BUMN maupun REI dan koperasi yang aktif dalam pembangunan perumahan.

Mereka, menurut Akbar, menyatakan bersedia membangun 561.000 unit rumah. Bahkan di beberapa daerah menyatakan komitmennya melebihi target yang ditetapkan.

Presiden menekankan, masalah perumahan perlu mendapat perhatian lebih khusus lagi di masa mendatang. Karena seperti halnya pendidikan, sandang, pangan dan kesehatan, perumahan merupakan kebutuhan dasar sehingga perlu mendapat perhatian, khususnya bagi masyarakat berpendapatan rendah.

Sumber : SUARA KARYA (28/03/1995)

________________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 721-722.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.