PRESIDEN SOEHARTO : RAKYAT PERLU DISIAPKAN HADAPI MASA DEPAN

PRESIDEN SOEHARTO : RAKYAT PERLU DISIAPKAN HADAPI MASA DEPAN[1]

 

Magelang, Kompas

Presiden Soeharto mengemukakan bahwa menyiapkan rakyat untuk maju dan mandiri serta mampu menjawab tantangan masa depan, meliputi pembentukkan sifat­sifat pribadi, yang merupakan bagian dari keseluruhan watak dan jati dirinya. Sedangkan mekanisme yang digunakan dalam membentuk manusia Indonesia adalah keseluruhan struktur negara kebangsaan Republik Indonesia, baik di tingkat pusat manapun di tingkat daerah.

Ungkapan Kepala Negara itu disampaikan pada pembukaan Seminar Peningkatan Kualitas Sumber daya Manusia dalam Era Kebangkitan Nasional Kedua, yang diselenggarakan Lembaga Perguruan Taman Taruna Nusantara di Balairung Pancasila, Kampus  SMA Taruna Nusantara,  Magelang, Jawa Tengah, Kamis (11/5).

Seminar dua hari itu diikuti berbagai unsur masyarakat. Hadir pada acara itu antara lain Ny. Tien Soeharto, Menhankam Edi Sudradjat, Mensesneg Moerdiono, Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung, KSAL Laksamana TNI Tanto Kuswanto, Kapolri Jenderal (Pol) Banurusman.

Usai pembukaan seminar, Presiden dan Ny.Tien Soeharto menanam pobon kenangan di dekat Balairung Pancasila dan memberikan wejangan kepada 25 siswa SMA Taruna Nusantara, tennasuk putra Jenderal Feisal Tanjung, Yusuf Tanjung, dan keponakan Ny. Tien Soeharto, Ibnu.

Sepuluh Sifat Pribadi

Pembicaraan mengenai watak dan karakter bangsa Indonesia menempati ruang cukup banyak dalam pidato Presiden ,MPR,tutur Kepala Negara, telah menggariskan 10 sifat pribadi yang hams ada dalam tiap manusia Indonesia, yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berbudi pekerti luhur, tangguh, sehat, cerdas, patriotik, berdisiplin, kreatif, produktif dan profesional. Dua sifat pertama merupakan dimensi moral, etis dan spiritual yang perlu dipelihara.

Dimensi moral, etis dan spiritual ini, katanya, ditanamkan melalui proses pendidikan nonformal dan proses yang berlangsung secara terus-menerus di dalam keluarga, paguyuban umat beragama seperti berkepercayaan kepada Tuhan YME dan masyarakat daerah.

Delapan sifat lainnya, ia menambahkan, merupakan dimensi jasmaniah, intelektual dan profesional dari watak manusia Indonesia yang masih harus ditumbuhkan, dikembangkan dan didayagunakan di dalam masyarakat dan dalam kehidupan kebangsaan. Penanggungjawab pembentukan delapan sifat ini adalah lembaga­ lembaga pendidikan dan pelatihan-baik formal maupun nonformal yang ada di masyarakat.

“Kemandirian bangsa kita akan terbentukjika sepuluh sifat yang terangkum dalam dua kelompok sifat itu telah merupakan bagian dari karakter bangsa kita.” ujar Kepala Negara.

Ditambahkan, kesenjangan dalam salah satu kelompok sifat akan menimbulkan masalah.

Kualitas SDM

Dalam aspek ekonomi, Presiden menegaskan bahwa apabila bangsa Indonesia tidak sungguh-sungguh meningkatkan kualitas SDM, maka bisa saja pangsa pasar beberapa komoditi ekspor di pasar dunia direbut negara lain yang mampu menghasilkan barang yang mutunya lebih baik dengan harga lebih murah.

Secara langsung maupun tidak langsung, kata Kepala Negara, direbutnya pangsa pasar Indonesia akan berpengaruh besar, baik terhadap pemerintah maupun terhadap masyarakat. Bagi pemerintah, perebutan pangsa pasar akan mengurangi penerimaan

devisa, laju perekonomian nasional dan penerimaan negara. Bagi masyarakat, kerugian dan kemunduran dunia usaha akan menyebabkan dikuranginya jumlah pekerja, yang secara langsung akan menurunkan tarafhidup keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Presiden juga melihat perlunya di masa datang dipacu kiprah pendidikan dan latihan seluruh warga Indonesia. Dan sesuai dengan kemajemukan bangsa, diklat itu tidak akan dilaksanakan secara terpusat, tetapi secara terdesentralisasi.

Daya Saing Sebagai Penentu

Senacia dengan Presiden, Menhankam Edi Sudradjat dalam makalahnya pada diskusi sesi dua mengemukakan bahwa daya saing di era globalisasi ini menjadi penentu kemajuan setiap masyarakat bangsa. Tiap input sumber daya terhadap kelangsungan pembangunan nasional hanya bisa didapatkan melalui persaingan.

Bila diteliti lebih jauh maka Menhankam juga melihat bahwa jawaban terhadap tantangan masa depan itu terletak pada kemampuan bangsa Indonesia mendapatkan pendidikan dan pengajaran.

Ia mengakui bahwa proses penyiapan SDM seperti itu bukan proses yang mudah dan dapat tuntas dalam hitungan satu-dua tahun, tetapi dalam hitungan generasi.

Senada dengan Menhankam, Menteri Negara / Ketua Bappenas Ginandjar Kartasasmita pada diskusi sesi tiga melihat, upaya peningkatan SDM memang memerlukan waktu panjang. Dari data yang ada, ia mengungkapkan tingkat pendidikan masyarakat Indonesia dalam PJP I secara umum-meski meningkat-masih tertinggal dari negara-negara tetangga .

Jumlah penduduk usia 10 tahun ke atas yang buta aksara-meski turun dari 40 persen menjadi sekitar 15 persen-masih tertinggal jauh juga dari negara tetangga seperti Korsel, Thailand, Filipina, Singapura, bahkan Sri Lanka. Selain itu, Indonesia juga masih menghadapi ban yak anak putus sekolah. Diperkirakan sekitar 1,2 juta anakusia 7-12 tahun tidak tamat SD dan 1,2 juta tidak melanjutkan sekolah1anjutan tingkat pertama.

Berbagai Tantangan Dalam Negeri

Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung, dalam sambutan pembukaan seminar mengemukakan, tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia di masa datang di samping berasal dari luar berupa makin menguatnya pengaruh budaya asing, juga berasal dari dalam negeri. Antara lain, kemungkinan menguatnya disparitas sosial yang disebabkan berkembang dan mengkristalnya individualisme dan solidaritas kelompok, atas dasar kesukuan, keagamaan, maupun kepentingan ekonomi.

Di bidang ideologi dan politik, kendala-kendala akan berkaitan dengan makin menguatnya popularitas kapitalisme ataupun liberalisme. Gejala itu mudah berakomodasi dengan rasa tidak puas dari golongan tertentu di Indonesia, yang dimunculkan dalam bentuk isu ketimpangan sosial politik, demokratisasi, lingkungan hidup, keadilan dan penegakan hukum.

Di bidang sosial budaya, lanjutnya, khusus yang menyangkut kehidupan beragama, terdapat kecenderungan terjadinya fragmentasi di kalangan penganutnya. Itu ditandai dengan munculnya berbagai aliran kepercayaan yang makin merebak.

Menyinggung masalah hankam, Pangab berpendapat sampai kini masih ada sekelompok masyarakat yang senang memanfaatkan istilah Dwifungsi ABRI untuk memecah persatuan dan kesatuan.

“Dwifungsi ABRI seringkali mereka persepsikan dalam format dikotomi sipil-militer.” tuturnya.

Jika itu tidak disadari dengan baik, bukan mustahil kesadaran generasi muda dalam upaya bela negara menjadi berkurang.

Sementara itu, dalam kunjungan mendadak ke Perguruan Taman Siswa Yogyakarta, Kamis (11/5) siang, Pangab Feisal Tanjung mensinyalir kecenderungan lunturnya semangat kebangsaan generasi muda Indonesia. Tanggungjawab untuk membina nilai-nilai kebangsaan itu, tidak hanya menjadi tanggungjawab dan tantangan para pamong (pendidik) dan seluruh warga Tamansiswa, melainkan juga seluruh lapisan masyarakat.

Pada kunjungan singkat itu Pangab didampingi Ny. Feisal Tanjung, dan diterima Ketua Umum Majelis Luhur (ML) Taman Siswa KiBoerhanuddin Loebis.

Pangab yang juga alumnus Perguruan Taman Siswa Medan, Sumut (1957) menilai, generasi muda Indonesia saat ini kerap keluar dari rambu-rambu yang ditetapkan bersama, sehingga sering mengganggu ketertiban masyarakat. Padahal, dulu masyarakat begitu menjunjung semangat gotong-royong dalam wujud rasa kekeluargaan dan kebersamaan.

Sumber : KOMPAS (12/05/1995)

_____________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 724-727.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.