BERUPAYA MENCEGAH SETIAP GEJOLAK

BERUPAYA MENCEGAH SETIAP GEJOLAK[1]

 

Jakarta, Suara Pembaruan

PRESIDEN Soeharto, didampingi Menristek/Ketua BPPT BJ Habibie dan Menparpostel Joop Ave tampil di layar televisi Senin (11/01/96) dini hari untuk menyampaikan selamat tahun baru sekaligus mencanangkan tahun 1996 sebagai “Tahun Dirgantara dan Tahun Bahari”. Sebelumnya dalam pidato akhir tahun 1995 Minggu (31/12/95) malam, Presiden Soeharto mengingatkan berbagai aspek perkembangan dan kecenderungan tahun lalu yang antara lain merefleksikan memanasnya perekonomian nasional sampai pada berbagai gejolak sosial politik yang tentu perlu diwaspadai.

Kepala Negara mengingatkan, setiap gejolak yang terjadi merupakan langkah mundur bagi bangsa secara menyeluruh. Oleh karena itu, setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun yang dilalui tanpa gejolak, merupakan prestasi nasional yang harus disyukuri. Sehubungan dengan itu diingatkan juga, segenap tenaga dan pikiran harus dikerahkan untuk menyelesaikan dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

Kepala Negara mengingatkan, setiap gejolak yang terjadi merupakan langkah mundur bagi bangsa secara menyeluruh. Oleh karena itu, setiap hari, setiap bulan dan setiap tahun yang dilalui tanpa gejolak, merupakan prestasi nasional yang harus disyukuri. Sehubungan dengan itu diingatkan juga, segenap tenaga dan pikiran harus dikerahkan untuk menyelesaikan dan mencegah kejadian serupa di masa mendatang.

RELEVANSI antara angka pertumbuhan dan memanasnya ekonomi Indonesia sebenarnya bukan merupakan fenomena baru tapi pemah dialami tahun 1991 dan tahun-tahun sebelumnya. Dalam pidato Presiden Soeharto eli depan Sidang Paripurna DPR RI 16 Agustus 1995 lalu, dinyatakan bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebelumnya ditetapkan rata-rata 6,2 persen selama Pelita VI dinaikkan menjadi rata-rata 7,1 persen. Dengan mengacu pertumbuhan ekonomi pada Repelita V rata-rata 8,3 persen dan realisasinya tahun 1994, 7,3 persen, maka dinilai sasaran pertumbuhan dalam Repelita VI sebesar 6,3 persen terlalu rendah.

Pada waktu itu dianggap sasaran yang terlalu rendah dapat membuat kita cepat berpuas diri dan tidak merangsang untuk bekerja lebih keras dan tidak mendorong untuk bekerja makin efisien dan produktif. Dengan tingkat pertumbuhan demikian diharapkan pendapatan per penduduk pada akhir Repelita VI akan mencapai sekitar 1.280 dolar Amerika dan pada saat itu Indonesia akan menjadi salah satu Negara industri baru.

Dengan sendirinya, diperlukan dana investasi yang lebih besar dan kemudian dianjurkan agar rencana investasi dalam Repelita VI yang semula ditetapkan Rp.660 triliun dinaikkan menjadi Rp.815 triliun. Untuk itu diharapkan peranan masyarakat, termasuk sektor usaha swasta nasional dan asing tetap sekitar 77 persen.

Harus diakui, sasaran pertumbuhan yang cukup tinggi itu tidak akan begitu mudah dicapai. Karena pada waktu yang bersamaan kita harus mengendalikan laju inflasi yang tinggi serta menjaga neraca pembayaran kita agar senantiasa dalam batas-batas yang aman.

DALAM mempelajari mekanisme kerja ekonomi nasional, masyarakat yang awam tentu mempertanyakan bagaimana ramalan dibuat sampai mendapatkan angka pertumbuhan setinggi itu dan hubungannya dengan pemanasan ekonomi. Sebab, untuk itu tentu diperlukan kejelasan data, asumsi serta metoda prakiraannya.

Kita mengetahui ada beberapa istilah yang digunakan untuk menilai tingkat produksi suatu bangsa sebagai indikator maju-mundur pembangunannya. Misalnya Produk Domestik Bruto, Produk Nasional Bruto serta Produk Nasional Netto. Pendapatan ini masih dibedakan dengan pendapatan personal dan pendapatan yang tersedia untuk konsumsi dan tabungan. Istilah-istilah di atas terutama bagi masyarakat awam, memerlukan penjabaran dalam istilah lebih komunikatif. Perlu dipahami pendekatan ekonomi melalui tiga sisi, yakni produksi, pembelanjaan/pengeluaran dan pendapatan yang dikenal sebagai analisis ekonomi makro.

NAMUN kenyataannya hampir semua pakar/pengamat ekonomi dan pejabat sepakat angka pertumbuhan tahun 1996 akan mencapai antara 7 sampai 8 persen tanpa memberikan penjabaran yang lebih rinci. Pada saat yang sama media massa ramai mengutip pendapat para pakar/pengamat dan pejabat yang sama bahwa pada tingkat pertumbuhan itu,ekonomi Indonesia akan memanas. Yang penting tahun 1996 yang dicanangkan sebagai “Tahun Dirgantara dan Bahari” adalah aspek kelautan dan kedirgantaraan yang erat hubungannya dengan pengembangan pariwisata.

Kita dapat menyimak makna pencanangan tahun 1996 ini sebagai “Tahun Dirgantara dan Bahari”, bahwa sudah saatnya potensi kelautan dan kedirgantaraan dimanfaatkan semaksimal mungkin bukan saja dari segi pariwisata tapi juga dari aspek lain yang luas sebagai bagian dari upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang diinginkan.

Sumber : SUARA PEMBARUAN (02/01/1996)

_________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVIII (1996), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal 16-18.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.