SAYA TAK SENANG BICARA PASCA PAK HARTO, MENGKHAWATIRKAN, KALAU ADA YANG KELUAR SISTEM[1]
Jakarta, Merdeka
Wakil Gubernur Lemhannas Juwono Sudarsono menilai sistem nasional yang ada sekarang ini sudah cukup mantap. Sehingga, meski suatu saat ada pergantian pimpinan nasional, tidak akan banyak mempengaruhi kondisi yang ada.
“Pak Harto (Presiden Soeharto) sudah berkali-kali mengatakan sistem yang ada sekarang ini sudah cukup bagus. Makanya, untuk masa mendatang tidak perlu ada perubahan yang mendasar.” ujar Juwono di Jakarta, kemarin.
Sementara itu Ketua FKP Moestahid Astari tidak melihat ada kekhawatiran di benak rakyat menghadapi pasca Soeharto, sebab sistem dan mekanisme yang berjalan sekarang ini mampu menjawab tantangan masa depan, asalkan fungsi dan peranannya dijalankan dengan sebaik-baiknya.
“Tapi kalau ada yang di luar sistem, barangkali itulah yang menimbulkan kekhawatiran.” katanya. Sedangkan pengamat politik dari Universitas Indonesia Drs Arbi Sanit melihat ada suasana yang mengkhawatirkan karena hingga sekarang belurn tampak figur pemimpin yang kuat untuk pasca Pak Harto nanti.
Pendapat tersebut disampaikan menjawab pertanyaan berkaitan dengan pemyataan Ketua Umum ICMI BJ Habibie agar masyarakat tidak perlu khawatir menghadapi pasca Soeharto. Habibie merasa optimis suksesi kepemimpinan nasional kelak akan berjalan dengan mulus.Karena itu tidak ada alasan masyarakat untuk takut menghadapi masa depan bangsa pasca Soeharto.
Pendapat senada juga dikemukakan Ketua Umum DPP Golkar dan Kassospol ABRI Letjen TNI Syarwan Hamid, dua tokoh inimelihat mekanisme kepemimpinan nasional sudah mantap sehingga segala sesuatunya hams dikembalikan pada mekanisme konstitusional itu.
Tak Berminat
Juwono dalam keterangannya menyatakan kurang begitu berminat atau tertarik membicarakan masalah yang berkaitan dengan pasca kepemimpinan Pak Harto. Sebab, Terus membicarakan masalah itu bisa berarti mengharapkan Pak Harto segera melepaskan j abatannya.
“Saya kira kita tidak perlu membicarakan masalah itu. Toh Maret 1998 nanti kita akan menyaksikan sendiri, apakah Pak Harto masih akan memimpin bangsa dan negara kita atau tidak. Sekarang kita jangan membicarakan masalah itu.” Tegasnya.
Ketika membuka Silaknas ICMI, Habibie mengatakan tidakperlu dikhawatirkan perkembangan pembangunan nasional pasca Pak Harto. Karena, sistemnya sudah mantap.
BagaimanaAnda melihat sistem yang ada apakah bisa menjawab tantangan masa yang akan datang?
Terus terang saja, saya tidak senang membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan pasca kepemimpinan Pak Harto. Tapi Pak Harto sendiri kan sudah sering bilang, masalah kepemimpinan nasional sudah ada sistemnya. UUD 45 sudah mengatumya secara rinci dan selama ini sistem itu sudah berjalan dengan baik. Makanya, dengan sistem yang ada, kita yakin kalau terjadi pergantian kepemimpinan nasional, tidak akan terjadi pembahan yang mendasar di negara kita ini.
Bagaimana dengan sistem politik,ekonomi atau perilaku politikus dan pengusaha nanti?
Di sinilah pentingnya sistem yang ada. Sistem itu kan berdasarkan Undang-Undang Dasar 45, dioperasinalkan melalui undang-undang serta dilaksanakan dengan peraturan pemerintah atau melalui ketentuan-ketentuan yang ada. Selama ini Pak Harto selalu bilang dengan sistem yang ada kita sudah cukup mantap untuk menghadapi tantangan masa depan.
Jadi,Anda tidak melihat akan terjadi perubahan-perubahan mendasar untuk masa mendatang?
Saya kira begitu. Tetapi perkembangan keadaan saya pikir tetap menuntut kita
untuk Terus menyesuaikan diri. Sehingga,berbagai ketentuan perundang-undangan yang ada dari waktu ke waktu bisa Terus disempurnakan, tetapi tidak perlu adanya perubahan yang mendasar. Karena, perubahan seperti itu bisa mengganggu sistem yang telah tertata selama ini.
Mengenai perilaku pengusaha atau politikus sendiri nantinya bagaimana? Kalau sistem kita sudah kuat dan kita semua bisa menerima sistem yang ada, mestinya perilaku kita tidak perlu berubah. Pengusaha tetap menjalankan aktivitasnya berdasarkan konstitusi yang ada. Demikianjuga dengan kalangan politisi,merekabisa melakukan aktivitas politiknya sesuai dengan undang-undang yang ada. Ya, seperti di negara-negara maju , siapa pun pemimpin mereka , pergantian itu tidak sampai mengganggu kondisi negara tersebut. Inilah, kalau sistem dalam suatu negara sudah eksis dan betjalan dengan baik. Jadi, pasca Pak Harto aman-aman saja?
Jangan bicara masalah pasca Pak Harto-lah .Masih banyak masalah lain yang sebenamya lebih mendasar untuk kita bahas.Tugas sehari-hari, saya pikir akan lebih baik kita bicarakan. Jujur saja,selama inijustru kita sering mengabaikan tugas pokok yang harus kitajalankan setiap hari. Masalah Pak Harto, sebaiknya kita tunggu Sidang Umum MPR 1998.
Tak Keluar Sistem
Menjawab pertanyaan, Moestahid Astari mengatakan ,pimpinan nasional yang akan datang tidak boleh keluar dari sistem dan mekanisme yang sudah diletakkan sebelumnya. Karena sistem dan mekanisme tersebut mampu menjawab tantangan masa depan.
“Yakinlah, kalau kita terus berpegang pada sistem dan mekanisme yang ada ini, tak ada yang dikhawatirkan. Karenanya orang yang akan menjalankan pembangunan nanti hams punya pola pikir kesinambungan.” katanya.
Arbi Sanit punya pendapat lain. Menurut dia, sampai saat ini bangsa Indonesia belum punya kader yang bisa dijagokan menjadi pemimpin nasional pada era globalisasi, abad 21.
“Kita mesti jujur, kader-kader nasional kita lapuk.” katanya.
Arbi Sanit menilai apa yang dikemukakan Habibie, Syarwan Hamid, Buya Ismail dan Harmoko lebih merupakan harapan.
“Sebagai orang birokrat, wajarlah mereka berbicara seperti itu. Namun itu tidak realistis.” ujarnya.
Fakta apa yang membuatAnda begitu pesimistis?
Kita krisis pengkaderan, misalnya kalau diambil kader yang muda dan langsung mengambil alihpower, akan banyak senior yang tidak bisa menerima begitu saja, karena dia merasa dilewati. Bukankah banyak kader pemimpin?
Kita mengalami penyempitan sumber kepemimpinan, Seharusnya pemimpin bisa muncul dari parpol, ormas, perguruan tinggi, birokrat, militer dan profesi seperti wartawan, dan sebagainya. Sekarang ini tidak lagi. Sumber yang tinggal adalah dari birokrasi, baik sipil maupun militer. Birokrasi kecenderungannya terkesan mendominasi, ingin mengontrol kekuasaan masyarakat, sehingga muncul kesan perannya terlalu berlebihan.
Sumber : MERDEKA (07/12/1996)
_______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVIII (1996), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal 41-44.