Arif, Bijaksana dan Rendah Hati (Bagian 5, Habis)[1]
Lima Karakteristik Kepemimpinan
JB Sumarlin [2]
Dalam kehidupan setiap bangsa, apalagi yang sedang membangun, hambatan dan tantangan adalah hal biasa. Kompleksifas dan ketidakpastian yang inheren dalam upaya pembangunan dapat menimbulkan masalah yang tidak dapat diperkirakan sebeIumnya. Tidak jarang masalah tersebut berat dan sangat mendesak sifatnya. Dalam masa-masa seperti itu terungkap mutu kepemimpinan suatu bangsa.
Dari gambaran sekilas mengenai hasil-hasil pembangunan serta penanganan kasus-kasus yang saya beberkan tadi terlihat bahwa·sikap dan gaya Pak Harto dalam memimpin bangsa ini benar-benar khas, dan efektif. Sangat teguh dalam pendirian dan konsisten.
Barangkali ada manfaatnya apabila saya mengakhiri tulisan ini dengan mengetengahkan secara singkat kesan-kesan mengenai beberapa karakteristik yang dapat saya amati berdasarkan pengalaman saya pribadi membantu beliau selama ini, yaitu sikap, gaya dan cara Pak Harto dalam menghadapi masalah-masalah pembangunan yang mendesak, berat dan kritis yang memerlukan penanganan cepat dan bijaksana.
Pertama, setiap masalah yang ada, harus dihadapi dan tidak untuk disimpan tetapi harus dicarikan pemecahannya.
Kedua, beliau selalu berusaha mencari pemecahan masalah secara sungguh-sungguh dan tidak membiarkan masalah-masalah yang dihadapi terkatung-katung tanpa kepastian pemecahannya. Beliau menyadari bahwa selama masalah-masalah berat tidak diselesaikan, maka hal itu akan dapat menimbulkan masalah-masalah baru yang tidak diinginkan, misalnya akan makin sulit untuk mencarikan pemecahan masalahnya sendiri. Makin lama tertunda pemecahan-sesuatu masalah akan makin luas dan berkembang dampak negatif yang diakibatkannya.
Ketiga, dalam menyelesaikan sesuatu masalah secara pragmatis, tetap diperhatikan aspek jangka panjangnya. Tujuannya ialah agar masalah dapat dipecahkan secepat mungkin dengan memperhatikan semua kepentingan yang terkait dan sekaligus tetap konsisten dengan tujuan jangka panjang. Penyelesaian sesuatu masalah harus tidak menimbulkan masalah baru dan harus tidak pula menimbulkan gangguan ketenangan dan keselarasan kehidupan sosial.
Keempat, beliau ingin bahwa segera sesuatu masalah itu dapat dipecahkan, dapat dipetik pelajaran daripadanya mengenai sebabsebab timbulnya masalah, agar masalah tersebut tidak terulang lagi dikemudian hari.
Kelima, beliau mengharapkan agar pembantu dan para pejabat yarng membantu beliau, melaporkan kepada beliau apabila ada kesulitan-kesulitan, untuk memperoleh petunjuk-petunjuk.
Disamping itu semua masih ada lagi yang ingin saya tambahkan, yaitu bahwa Pak Harto selalu menyediakan waktu untuk mendengar dan menerima laporan-laporan berbagai masalah, baik siang maupun malam hari. Sebagai misal, pada suatu pagi sekitar jam 08.00, di permulaan tahun 1976, ada masalah baru yang mendesak mengenai penanganan kasus Pertamina, yang harus saya laporkan untuk memperoleh petunjuk. Oleh karena waktu·itu beliau sudah harus meninggalkan kediaman menuju lapangan udara Halim Perdanakusuma, maka saya diminta untuk ikut didalam mobil beliau dan melaporkannya dalam perjalanan ke Halim.
Pak Harto juga seorang pemimpin yang dapat menahan emosi. Misalnya sedikitpun tidak tampak pada wajah beliau sikap “panik” waktu mengetahui betapa besar dan rumitnya masalah beban utang Pertamina yang dapat membawa “kebangkrutan” negara. Demikian pula menghadapi berbagai masalah berat lainnya, beliau melihat pertama-tama pertimbangan obyektif permasalahan, dan keputusan yang diambil tidak pernah dilandasi oleh keputusan untuk mencari popularitas. Keputusan yang beliau ambil benar-benar untuk menyelesaikan masalah yang bersangkutan. ·
Demikianlah beberapa kesan dan pengalaman saya, sebagai salah seorang pembantu Pak Harto dalam mengemban tugas negara selaku Presiden/Mandataris MPR. Saya merasa beruntung dapat ikut mengabdikan diri saya bagi bangsa dan negara, dibawah seorang pemimpin yang arif, bijaksana dan rendah hati. (Habis)
***