Hal Timor Timur

Hal Timor Timur[1]

Di tahun 1974 timbul masalah Timor Portugis yang memang di mata bangsa kita yang sudah tertempa dengan masalah-masalah penjajahan di atas dunia ini, Timor Timur tidak patut lagi berada di bawah kekuasaan Portugis. Dalam pada itu, tentu saja kita menganggap bahwa jalan yang terbaik bagi Timor Portugis untuk mencapai kemerdekaannya ialah melalui penggabungan dengan Indonesia, tetapi keputusan harus ditentukan oleh rakyat yang bersangkutan.

Presiden Soeharto Menerima Petisi Penggabungan Rakyat TIMTIM Pimpinan Arnald
Presiden Soeharto Menerima Petisi Penggabungan Rakyat TIMTIM Pimpinan Arnald

Pendirian seperti ini dibawa oleh Menteri Luar Negeri kita Adam Malik dalam rundingan-rundingannya sewaktu terjadi pertentangan pendapat mengenai wilayah itu. Ali Murtopo juga mengadakan pembicaraan dengan kaum nasionalis Timor Timur itu.

Di bulan Agustus 1975 muncul keributan di wilayah itu. Partai UDT bersama Apodeti beradu hadapan, bertentangan dengan Fretilin. Pecahlah perang saudara di antara mereka. UDT dan Apodeti meminta bantuan kepada kita dan menganggap kita sebagai saudara mereka. Berbulan-bulan terjadi clash fisik antara yang pro bergabung dengan Indonesia dan kekuatan Fretilin. Maka sukarelawan-sukarelawan kita memberikan bantuan kepada mereka yang menganggap kita sebagai saudara.

Kita dukung proses dekolonisasi yang wajar, tertib dan damai. Melalui proses dekolonisasi yang demikian kita akan mengakui dan menghormati pendapat rakyat di sana mengenai masa depan mereka sendiri. Melalui proses dekolonisasi demikian kita pun akan menyambut dengan hangat keinginan rakyat di sana untuk berintegrasi dengan kita. Apa pun yang telah dan akan diputuskan oleh pihak lain, kita tidak mungkin mengingkari kenyataan objektif dan rasa keadilan: Rakyat di daerah Timor Timur harus diberi kesempatan untuk menetapkan hari depannya sendiri secara wajar dan Indonesia tidak dapat dan tidak mungkin berpangku tangan dalam menghadapi kemelut keadaan di wilayah tersebut, karena telah mengganggu dan dapat membahayakan keutuhan wilayah negaranya.

Terang bahwa kehendak rakyat (Timor Portugis) mengenai masa depan mereka sendiri adalah mutlak. Kita menginginkan agar proses dan hasil dekolonisasi itu tidak akan menimbulkan gangguan stabilitas yang mau tidak mau akan mempengaruhi stabilitas kita khususnya dan Asia Tenggara umumnya. Justru karena berbatasan wilayah, maka kita membuka pintu bagi rakyat Timor Portugis untuk mengintegrasikan diri dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, apabila penggabungan itu yang menjadi kehendak mereka. Namun, perlu kita tegaskan kepada diri kita sendiri dan kepada dunia bahwa kita sama sekali tidak mempunyai ambisi teritorial.

Akhirnya pada bulan Juli 1976 terjadi penggabungan resmi Timor Timur ke dalam Republik Indonesia. Begitulah wilayah tersebut menjadi provinsi kita yang ke-27.

***


[1]      Penuturan Presiden Soeharto, dikutip langsung dari buku “Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya” yang ditulis G. Dwipayana dan Ramadhan KH,  diterbitkan PT Citra Kharisma Bunda Jakarta, tahun 1982, hal. 317-318.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.