ABRI PENDORONG KEHIDUPAN DEMOKRASI PANCASILA

PRESIDEN SOEHARTO :

ABRI PENDORONG KEHIDUPAN DEMOKRASI PANCASILA

ABRI Bukan untuk ABRI

Presiden Soeharto mengingatkan, peranan ABRI sebagai pejuang dan sebagai prajurit tidak akan meluncur pada kekuasaan yang militeristis, otoriter atau totaliter. Tetapi sebaliknya, ABRI justru berjuang untuk ikut mendorong pertumbuhan kehidupan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusionil berdasarkan Undang­Undang Dasar 45.

"Hal terakhir inilah yang merupakan salah satu tugas penting bagi ABRI untuk dilaksanakan sebaik-baiknya," demikian Kepala Negara pada peringatan Hari ABRI ke-36 di Cigading-Cilegon, Senin kemarin.

Sekitar 20.000 prajurit mulai dari "garis satu" sampai "bintang empat" yang hadir dalam upacara kemarin mendengarkan langsung penegasan Kepala Negara tersebut. Tidak saja para prajurit, ratusan ribu rakyat yang datang untuk menghadiri dan menyaksikan upacara kemarin, mendengarkan pidato Presiden itu.

Kepada para prajurit, Kepala Negara juga mengingatkan, penilaian rakyat terhadap ABRI bukan ditentukan oleh apa yang dikatakan oleh ABRI, melainkan oleh sikap dan perbuatan ABRI itu sendiri. Yakni agar tampilnya ABRI di tengah-tengah rakyat, beradanya ABRI di semua tempat, dapat membuat rakyat merasa lega dan cerah wajahnya. Karena mereka merasa dekat dengan pelindungnya.

"Jadilah ABRI yang demikian itu, dan itulah wujud yang paling nyata danpaling mempunyai makna dari kemanunggalan ABRI dan rakyat,” ujar Kepala Negara.

Sementara angin sejuk, permukaan laut yang berkilau ditimpa matahari pagi, membuat pelabuhan Cigading merasa bertambah menyegarkan.

Bukan untuk ABRI Sendiri

Menurut Presiden, di sana-sini dalam sejarah pertumbuhannya ABRI memang pernah mengalami berbagai luka pada tubuhnya. Namun secara keseluruhan ABRI tetap utuh dan setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 45, melindungi rakyat dan membentengi negara dari segala macam ancaman baik yang timbul dari dalam maupun yang datang dari luar.

"Hati kita selalu diliputi perasaan syukur yang sedalam-dalamnya rasa bangga kepada ABRI, baik karena bertambah matangnya sikap ABRI maupun karena bertambah majunya persenjataan ABRI, lebih-lebih dalam tahun-tahun terakhir ini."

Namun, demikian Kepala Negara lebih lanjut, setiap kali pula kita semua, terutama ABRI sendiri, harus terus menyegarkan dan memperdalam kesadaran mengenai makna dantujuan pembangunan ABRI itu.

"ABRI dilahirkan dari kandungan rakyat yang sedang berjuang pada tanggal 5 Oktober 1945, dengan tujuan dan tugas yang jelas. ABRI didirikan tidak untuk ABRI sendiri”.

ABRI dilahirkan, dibesarkan dan dikembangkan untuk membela negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Karena itu ada hubungan yang erat antara 17 Agustus dan 5 Oktober. Ini hendaknya disadari sedalam dalamnya oleh ABRI sendiri dan oleh rakyat yang melahirkan ABRI, kata Presiden Soeharto.

Perlu Waspada

Menurut Kepala Negara, dalam segala kurun waktu dan babak pertumbuhan bangsa kita tampak jelas peranan yang positif dari ABRI bagi keselamatan dan kemajuan bangsa kita. Dan pada tahun-tahun terakhir ini ABRI mengalami kemajuan persenjataan yang membanggakan hati rakyatnya.

Sementara sebagai kekuatan perj uangan bangsa, dengan menyadari kemanunggalan ABRI dan rakyat, maka dalam zaman pembangunan selama satu setengah dasawarsa ini, kita telah mampu menciptakan stabilitas nasional yang berlangsung paling panjang dalam sejarah proklamasi kemerdekaan.

Namun, demikian Kepala Negara, kita juga harus tetap menyadari dan bersikap waspada karena di hadapan kita tetap terbentang tantangan yang masih berat dan makin rumit dalam melanjutkan pembangunan.

Tugas besar pembangunan itu, demikian Presiden, memerlukan kesinambungan, peningkatan, koreksi dan pembaharuan terus-menerus generasi demi generasi.

"Melihat tugas pembangunan bangsa dalam kerangka besar sejarah ini sangatlah penting agar kita mengetahui mana yang merupak:an arus pokok dan mana yang hanya merupakan aliran-aliran sampingan dari gerak: pembangunan kita," ujar Presiden.

Dwi Fungsi

Menurut Presiden, dalam tahun-tahun mendatang itu, tugas ABRI sebagai pejuang dan sebagai prajurit harus tetap kita letakkan dalam kerangka kelanjutan pembangunan bangsa kita untuk mengisi kemerdekaan darinegara kesatuan Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Dwi fungsi ABRI danjuga peranan ABRI sebagai stabilisator dan dinamisator masyarakat harus benar-benar diarahkan untuk mensukseskan pelaksanaan pembangunan bangsa di segala bidang.

"Inilah yang sekali lagi hendaknya disadari sedalam-dalamnya oleh ABRI, dan memperoleh dukungan pengertian rakyat," kata Presiden.

Menurut Kepala Negara, dengan kemanunggalan ABRI dan rakyat, dan dengan melaksanakan dwi fungsinya, mak:a peranan dan kegiatan ABRI sebagai pejuang dan prajurit harus sekaligus merupakan pengamalan Pancasila dalam mewujudkan keadilan sosialbagi seluruh rakyat Indonesia.

"Dalam rangka ini maka peranan ABRI sebagai pejuang dan sebagai prajurit tidak akan meluncur pada kekuasaan yang militeristis, otoriter atau totaliter. Sebaliknya, ABRi justru berjuang untuk ikut mendorong pertumbuhan kehidupan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional berdasarkan Undang-Undang Dasar 45. Hal terakhir inilah yang merupakan salah satu tugas yang sangat penting bagi ABRI untuk dilaksanakan sebaik-baiknya," demikian Presiden.

Pada akhir pidatonya, Presiden Soeharto juga mengingatkan para prajurit agar menjaga sebaik-baiknya segala persenjataan yang makin modern yang dimiliki sekarang.

"Perlu dipelihara dan dipergunakan sebaik-baiknya, karena semuanya itu dibayar dengan kerja keras rakyat. Tetapi lebih ampuh dari segala persenjataan dan peralatan tadi adalah semangat dalam dada setiap prajurit ABRI, ialah semangat sebagai pejuang yang mati dan hidupnya diabdikan kepada Pancasila, kepada keselamatan dan kejayaan Indonesia," Presiden Soeharto.

Presiden Pernah Menyelam

Puncak dari acara itu adalah ketika TNI-AL menunjukkan kemahirannya di laut dengan melakukan berbagai demonstrasi laut (Kompas 3 dan 4 Oktober). Di antaranya adalah penerjunan di laut dari udara oleh pasukan-pasukan Intai Amfibi Marinir TNI-AL maupun penerjunan pasukan katak Angkatan Laut dari kapal-kapal perang RI.

Mungkin ini adalah untuk pertama kali masyarakat bisa menyaksikan demonstrasi di laut oleh warga TNI-AL. Beberapa anggota pasukan katak dan intai amfibi TNI-AL kemudian muncul ke permukaan laut lalu menaiki tangga pelabuhan dan muncul di darat.

Tak lama kemudian delapan anggota pasukan katak dan intai amfibi TNI-AL berdiri rapi di depan Presiden dan Ny. Tien Soeharto. Kemudian Panglima Armada TNI-AL Laksamana Muda R. Kasenda memberi hormat kepada Kepala Negara diikuti anak buahnya.

Para penyelam itu lalu menyerahkan tanda kenang­kenangan kepada Presiden Soeharto berupa miniatur kapal selam dan karangan kembang untuk Ny. Tien Soeharto.

Presiden dan Ny. Tien Soeharto kemudian menjabat tangan para penyelam itu satu per satu, sementara itu terdengar teriakan lantang

"Hidup Angkatan Laut, Hidup Angkatan Laut….!!!".

Ketika hadirin berpaling ke suara yang lantang itu, ternyata yang menyerukannya adalah seorang perwira tinggi berbintang dua yakni Laksamana Muda John Lie yang dikenal pula dengan nama Yahya Daniel

Dharma

Purnawirawan ABRI yang mengenakan pakaian dinas upacara ABRI itu kelihatan berapi-api dan berulangkali berseru lantang "Hidup Angkatan Laut…!".

Dia memang terkenal sebagai pejuang yang pelaut dengan seringkali melakukan penyelundupan pada masa perjuangan kemerdekaan RI guna menunjang kegiatan para pejuang.

Presiden Soeharto yang kemarin menerima tanda mata dari para penyelam TNI-AL secara diam-diam pernah berada di dasar laut Selat Makassar tanggal 9 Maret 1963 jam 11.00 Waktu Indonesia Tengah, dalam kapal selam "Naga Rangsang". Bila dilihat waktu dan tanggalnya, berarti waktu itu Pak Harto adalah Panglima Mandala untuk Operasi Pembebasan Irian Jaya.

Sampai Menangis

Sebagai "pesta rakyat", peringatan di Cilegon kemarin kalah dengan yang di Jagorawi tahun lalu. Di Jagorawi massa rakyat lebih membaur dan seperti tidak ada perbedaan antara mereka dengan undangan. Di Cilegon kemarin massa rakyat benar­benar hanya sebagai penonton. Tetapi dari segi ketertiban, di Cigading jauh lebih baik.

Hanya dari segi tontonan, acara di Cigading jauh lebih lengkap dan menarik karena ada demonstrasi laut, malah yang justru lebih diutamakan dalam peringatan tahun ini

"Saya baru pertama melihat seperti ini. Bukan main saya bangga, ternyata ABRI kita cukup maju. Saya terharu sekali sampai saya menangis. Air mata saya keluar," komentar Pak Fudel, Lurah Kragilan, Kabupaten Serang tentang berbagai demonstrasi kemarin.

Komentar serupa juga diberikan pak Sukardjo, seorang veteran dari Pandeglang. Ia juga baru pertama kali. melihat berbagai demonstrasi militer, khususnya oleh Angkatan Laut seperti kemarin.

"Rupanya Angkatan Laut kita kuat juga. Sekali-sekali seperti ini perlu juga, biar musuh tahu kekuatan kita dan mereka terpaksa pikir-pikir," ujarnya.

Sementara pak Darna, seorang tokoh tani desa Neglasari, Kecamatan Bayak, Kabupaten Lebak, berkomentar,

"Ternyata ada kemajuan negara kita. Ternyata kita kuat, jauh lebih baik dari dulu. Aduuhh… bapak senang sekali," kata kakek berusia 70 tahun itu.

Petunjuk Adanya Disiplin

"Dari segi persenjataan temyata bertambah kuat. Lebih maju dari tahun lalu yang saya lihat di Jagorawi," ujar Kolonel Yi, Atase Pertahanan Republik Korea di Jakarta. Menurut Yi, dari segi keterampilan juga baik.

Ia menunjuk penerjunan yang dilakukan oleh Kopassandha. Juga kerapihan pasukan dalam defile dan parade. lni, menurut Yi, berarti latihannya baik. Tetapi lebih dari itu, kerapihan itu memberikan adanya petunjuk tentang adanya disiplin yang baik. Tanpa disiplin yang baik dalam latihan, tidak mungkin begitu," tambahnya.

Sementara Haji Muhammad Ali, pimpinan Pondok Pesantren Kampung Pagelaran, Kecamatan Malingking Kabupaten, Lebak menilai, ABRI sekarang makin maju sesuai hasil pembangunan itu sendiri. Dari segi disiplin pun demikian, lebih baik daripada tahun yang sudah-sudah.

"Paling tidak di daerah saya mereka baik. Berikan teladan kepada masyarakat dan suka bergotong­royong bersama".

M. Jusuf, seorang wartawan mengemukakan lelucon. Ada tiga kapal selam Indonesia. Tapi orang bilang, yang satu hanya bisa terapung. Yang satu kalau sudah naik, tidak bisa nyelam lagi. Dan yang lain kalau sudah nyelam tidak bisa muncul. Tapi ternyata apa yang kita saksikan di Cilegon pagi ini, sama sekali tidak seperti lelucon itu. "Angkatan Laut kita cukup maju."

Menurut wartawan Mimbar Umum Medan, inidibandingkan dengan luar negeri, mungkin kita masih kurang. Tapi ini bisa dimengerti karena konsolidasi ABRI kita juga baru dimulai.

Tetapi dari segi kita sendiri, kemampuan ABRI kita sekarang memang lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya. Tentu hal ini juga disebabkan karena keadaan ekonomi kita sekarang memang sudah lebih baik.

Sedangkan Dra. Adesorta R.H., seorang bekas anggota Menwa (Mahajaya) mengemukakan, merasa puas dengan apa yang disaksikannya di Cilegon kemarin, karena langsung melihat sendiri perkembangan Angkatan Bersenjata Indonesia. Walaupun persenjataan-persenjataan itu hasil produksi luar negeri.

Tapi ia juga mengharapkan agar apa yang disaksikannya di Cilegon kemarin, tidak hanya berupa suatu "show" saja, tetapi supaya menjadi kenyataan dalam masyarakat.

Terutama dalam soal disiplin dan tingkah laku ABRI dalam masyarakat, tapi syukurlah karena hal ini pun sudah jauh lebih baik.

Menurutnya, apa yang terjadi kemarin juga dapat menunjukkan kekompakan ABRI itu sendiri (tiga angkatan dan Polri). Tapi sebagai seorang wanita, satu hal yang bangga yakni Polwan kita sekarang makin maju, demikian ujarnya. (DTS).

Jakarta, Kompas

Sumber: KOMPAS (06/10/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 464-469.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.