ABRI TIDAK KHAWATIR, “NANTI KAN ADA INDUK BARU”[1]
Jakarta, Merdeka
Kassospol ABRI Leen Syarwan Hamid sependapat dengan Ketua Umum ICMI BJ Habibie bahwa pasca Soeharto tidak perlu ada yang dikhawatirkan kendati sampai saat ini belum ada figur nasional yang sepadan dengan Presiden Soeharto.
“ABRI tidak melihat ada persoalan serius dan perlu dikhawatirkan.” katanya menjawab pertanyaan wartawan seusai memberikan ceramah dalam acara Orientasi Juru Kampanye Tingkat Nasio nal DPP PPP di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta, Kamis.
Selain itu, kata Syarwan, ABRI akan tetap menjalankan mekanisme yang sudah merupakan ketetapan dan yang terbaik yang akan menjadi andalan ABRI, termasuk untuk jabatan wakil Presiden.
“Kita tidak akan memilih semata-mata orang itu harus ABRI, tapi kita pilih yang terbaik untuk bangsa dan Negara.” katanya.
“Jadi persoalannya bukan berasal dari ABRI atau sipil. Pokoknya bukan harga mati harus dari ABRI.” tambahnya.
Ketika ditanyakan apakah akan mel akukan manuver politik seperti bekas Kassospol ABRI Letjen (Pur) Harsudiono Hartas yang menyebutkan nama Wapres sebelum berlangsungnya Sidang Umum, Syarwan mengatakan, tidak.
“Kita akan mengikuti aturan main Sidang Umum.” katanya.
“Saya beda, saya tidak akan lakukan seperti Pak Hartas.” Mengenai syarat untuk menjadi Wapres mendatang, menurut Syarwan, harus kapabel, akseptabel, mempunyai akses internasional dan sesuai tuntutan zaman. Tapi bagi ABRI yang terpenting adalah menjamin proses berlangsungnya sidang umum dan menjaga hasil-hasilnya.
Namun Syarwan tidak bersedia menyebutkan nama atau jago yang sedang dielus-elus ABRI.
Berikut petikan wawancara wartawan dengan Syarwan Hamid.
Bagaimana dengan komentar Pak Habibie soal suksesi dan pasca Soeharto?
Saya kira kalau dari kacamata ABRI meman g tidak ada persoalan, karena memang tidak ada yang kita khawatirkan.
Apa ada figur sehebat Pak Harto?
Ya mungkin yang sepadan dengan beliau bel um kita lihat.
Kalau bukan sehebat Pak Harto apa akan bisa berjalan nantinya?
Bisa saja dong, kenapa? Seperti Pancasila dan segala macam yang kita miliki sekarang itu bukan milik satu orang. Itu milik bangsa Indonesia, itu kan milik kita juga. Jadi kita tetap bisa jalan, karena sudah ada mekanismenya.
Apa mungkin nantinya sipil lebih berperan pasca Soeharto?
Peluang-peluang itu ada tergantung kepada kemampuan, sebab persoalan itu adalah juga persoalan kemampuan.
Jadi pendapat bapak sama dengan Pak Habibie, tidak ada masalah pasca Soeharto?
Nggak ada.
Tentang format politik yang sekarang, apa tetap bisa dijalankan pasca Soeharto?
Formatnya pada dasarnya inilah, sebenarnya dari waktu ke waktu kita juga menyesuaikannya, tapi format ini tidak bisa kita yakini terus. Mesti ada penyesuaian.
Yang sifatnya temporer seperti sistem Pemilu akan tetap dipertahankan atau bagaimana?
Jadi begini ya, konsep-konsep politik itu tidak kaku, apalagi operasionalisasinya sangat disesuaikan, sehingga format besarnya seperti Pancasila dan UUD 1945 tetap tidak akan berubah, kalau yang lain bisa saja itu berubah disesuaikan dengan situasi yang mengelilinginya. Penjabarannya dari waktu ke waktu memang harus ada perubahan, kalau tidak nanti tidak valid lagi dalam menghadapi tantangan keadaannya.
Jadi, pasca Soeharto nanti tidak ada stagnasi, masih bisa berjalan begitu?
Ya kita ndak mau mengatakan begitu, sebab kalau 2 x 24 jam pasti saja ada persoalan, tapi secara makro arus besar itu bisa kita kendalikan.
Katanya ada tarik ulur antaraABRl dengan ICMl menghadapi pasca Soeharto?
Tarik-ulur bagaimana? Masing-masing kan punya persoalan sendiri-sendiri, jadi
tidak ada persoalan.
Jadi tidak ada tarik-menarik? Apanya yang ditarik-tarik? Kepentingan?
Ndak ada-ndak ada. ICMI itu kan punya peran memberdayakan umat, dari segi itu sebenarnya sesuai dengan kita. ABRI juga ingin sumber daya manusia semakin baik. ICMI kan selama ini masih dalam konteks itu.
Pasca Soeharto nanti apakah Golkar akan tetap dipertahankan sebagai single majority, atau mungkin yang lain (PPP atau PDI)?
Ya peluang itu ada, tapi tergantung kepada masing-masing pihak. Ini kan sebenarnya soal siapa yang paling bisa atau programnya bisa menjawab keinginan rakyat.
Figur Pak Harto kan sangat berperan dalam perkembangan Golkar selama ini, apa bisa setelah ditinggal Pak Harto?
Beliau kan memang figur sentral, tapi landasan-landasannya kan sudah ada, sudah berjalan.
Apa tidak seperti anak ayam kehilangan induknya?
Ah nggak, induk-induk baru kan ada. Kamu kok pesimis sekali sih.
Untuk periode mendatang, bagi ABRI figur seperti apa yang dibutuhkan untuk seorang Wapres?
Potretnya?
lya
Begini ya, syarat-syaratnya kan ada, akseptabel, kapabel, mempunyai kemampuan-kemampuan akses internasional, banyak syaratnya sesuai tuntutan zamannya. Tapi bagi ABRI dalam masalah suksesi, kita berusaha menjamin proses itu berjalan sesuai dengan aturan-aturannya.
Bisa diungkapkan figure ABRI tersebut? Mautahu?
Ya
Ah belum boleh. Tapi ada kan? Ada-ada.
Siapa yang dielus-elus?
Ah itu yang belum boleh diberitahu.
Inisial saja?
Nggak juga, nanti kalian ramal yang bukan-bukan lagi.
Dulu Pak Hartas (bekas Kassospol ABRI Letjen Harsudiono Hartas) sudah memunculkan nama calon Wapres sebelum sidang umum, apa upaya ini juga akan dilakukan bapak sebagai Kassospol ABRI?
Ndak, Pak Harto lain sama saya. Nanti kita lihat situasilah.
Soal Wapres nanti, apakah ABRI akan berkoalisi dengan ICMI?
Waduh ramalannya, pokoknya kita melihat siapa yang terbaik. Jadi intinya menjamin sistemnya, ABRI concern nya ke situ. Itu nanti sesuai dengan aturan bisa saja muncul si A, si B, si C. Kita menjamin sistem itu berjalan sehingga nanti bisa memproses, siapa yang terbaik muncul dari sistem itu.
Ada bargainning dengan ICMI soal Wapres? Kenapa mesti dengan ICMI?
Karena kuat dan besar?
Kita akan negoisasi dengan siapa saja yang mungkin untuk lancarnya proses ini. Artinya negosiasi untuk calon dari ABRI?
Biasa kan, mengatur segala macam, itu kan biasa, lobby.
Apa ada urut-urutan tokoh yang disiapkan ABRI?
Acta tapi masih dibenak semua. Siapa?
Kalian nggak usah tanya itu, tidak akan keluar jawaban dari saya biar saya ditraktir nasi rawon sekalipun.
Dari ABRI, calonnya adalah yang paling senior saat ini?
Oh, nggak tentu, ABRI bisa saja menyiapkan orang lain untuk itu, tidak harus dari ABRI. Kita melihatnya kader bangsa, berpikirnya mesti nasional dong, bukan berpikirnya harus dari kita. Misalnya dan nyatanya memang lebih bagus, kenapa tidak? Jadi tidak ada harga mati untuk itu. Bisa sipil bisa ABRI.
Artinya sipil itu harus dekat dengan ABRI?
Pasti dong, kalau misalnya kita musuhan masak kita ngangkat musuh. Misalnya orang itu pernah ceramah di Mabes ABRI, begitu?
Ah itu bukan ukuran, masak ukurannya pernah ceramah, gimana sih ha..ha..ha…
Kalau ABRI-nya yang bintang empat, ya? Kalian mau giring-giring saya ya? (SG)
Sumber : MERDEKA (06/12/1996)
______________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVIII (1996), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal 32-36.