Moh. Roem Sh. Tentang Golongan Ex Masjumi
“ADALAH FITNAH BAHWA MEREKA MERUPAKAN ANTJAMAN BAGI UUD 1945″ [1]
Djakarta, Sinar Harapan
Dibawah ini adalah hasil wawantjara selengkapnja oleh wartawan SH dengan tokoh bekas Menlu Moh. Roem, SH, menjusul berita jang telah dimuat Kamis kemarin.
Menurut pendapat Bapak, mengapa parpol2 Islam tidak bisa keluar dalam suatu front pada Pemilu jad ?
Djawab : Alasannja sama dengan sebabnja Partai Katolik tidak keluar dalam suara united front dengan Parkindo dalam Pemilu jad. Malah setahu saja, tidak pernah dipikirkan oleh partai2 Islam untuk keluar dalam satu kesatuan, dengan satu tanda gambar dalam pemilu ini.
Adanja berbagai partai Islam ditanah air, adalah suatu jang wadjar, jang telah bertumbuh dan berkembang dimasa jang lampau, malah sedjak djaman kolonial. Hal itu tidak menghalangi perdjoangan mentjapai kemerdekaan negara dan menegakkan hak azasi. Diluar partai2 Islam ada djuga berbagai partai jang dasarnja dalam pokoknja sama, seperti partai2 berdasarkan Sosialisme.
Kalau kita melihat diluar negeri, kita melihat negara2 dimana ada djuga berbagai partai, jang ikut serta dalam Pemilu. Ada djuga negara2 dimana ada “United front” malah hanja ada satu partai, jaitu dinegara2 totaliter.
Kalau saja tidak keliru pandangan bangsa Indonesia, bukan negara totaliter jang mendjadi tjita2nja.
Apakah aspirasi Masjumi sudah tersalur dalam Parmusi sekarang? Djika tidak. mengapa? Dan djika benar mengapa?
Djawab : Masjumi sudah dibubarkan oleh Sukarno pada tahun 1960. Dan meskipun Kongres Persatuan Sardjana Hukum Indonesia pada achir tahun 1966, menjatakan, bahwa pembubaran Masjumi, P.S.I., Murba” juridis materiil tidak beralasan” Pemerintah Soeharto tidak meluluskan permintaan Prawoto Mangkusasmito untuk merehabilitir Masjumi. Karena itu tidak tepat untuk bitjara tentang aspirasi Masjumi.
Dalam pada itu, bekas anggauta2nja sebagai warganegara jang dalam surat penolakan Presiden Soeharto dikatakan “sebagai warga negara mempunjai hak dan kewadjiban jang sama, dan dilindungi oleh hukum”, tentu mempunjai aspirasi.
Baik Masjumi, maupun Parmusi, adalah partai jang keanggautaannja setjara perseorangan.
Waktu Parmusi didirikan dengan izin Pemerintah dalam bulan Februari Tahun 1968, dengan Susunan Pengurus jang ditundjuk oleh Presiden, lahirnja Parmusi itu tidak diterima dengan kegembiraan jang menjeluruh. Banjak jang ketjewa dan banjak djuga jang tetap diluar Parmusi.
Mu’tamar Parmusi jang pertama pun menimbulkan keketjewaan, karena tjampur tangan Pemerintah jang berbentuk tidak mengakui Pengurus Parmusi Pilihan Mu’tamar.
Kemudian tjampurtangan Pemerintah dengan adanja SK 77/1970, menimbulkan tambahannja keketjewaan dikalangan anggauta bekas Masjumi. Sehingga saja sepenuhnja menjetudjui penilaian M. Natsir, bahwa Parmusi sekarang ini tidak merupakan lagi satu2nja saluran aspirasi politik keluarga Besar Bulan Bintang dalarn arti semua mereka anggauta2 dari ormas pendukung pendiri Parmusi jang dengan tjara pribadi mendjadi anggauta dari Parmusi, atau bermaksud memberikan suaranja kepada tanda gambar Bulan Bintang.
Perlu saja tambahkan, bahwa djawab saja tersebut adalah djawab saja pribadi, berdasarkan observasi saja pribadi djuga.
Sementara pihak menganggap bahwa golongan ex Masjumi merupakan suatu “political thread” bagi UUD 45 dan Pantjasila. Mereka bahkan mengatakan bahwa golongan Masjumi selama ini mengadakan politik konfrontasi terhadap Pemerintah Soeharto jang berintikan golongan militer. Tepatkah pendapat itu?
Djawab : Pendapat itu tidak tepat. Sebelum Masjumi dibubarkan, berkenaan dengan peristiwa PRRI, Perdana Menteri Djuanda telah membersihkan Masjumi dari tuduhan2 tersangkut dengan pemberontakan tersebut, dengan keterangan bahwa kalau anggauta2 suatu partai melakukan pemberontakan, tidak berarti partainja ikut serta.
Berkenaan dengan orang2 jang ikut serta dalam ex Masjumi karena pemberontakan dapat diselesaikan setjara hukum maka pelaku2nja sudah dapat amnesti, Presiden Soeharto, mendjalankannja jang sesuai dengan penjelesaian damai itu. Buktinja pelaku2 penting dalam pemberontakan tsb, sekarang ikut serta dalam putjuk pimpinan Pemerintahan atau dalam tempat2 jang penting seperti Dr. Sumitro, Ventje Sumual, Kawilarang, Achmad Husin, Simbolon Zulkifli, Lubis dll.
Waktu Sukarno membubarkan Masjumi dan PSI masih dipakai alasan tersangkutnja dua partai itu dengan PRRI, tapi itulah jang dinamakan oleh Persahi lurid Formil tidak sah, dan jurid materiil tidak berasalan.
Adapun tuduhan golongan ex Masjumi merupakan antjaman bagi UUD 45 dan Pantjasila itu adalah fitnah semata2. Dirapat konstuante Partai2 Islam mengusulkan dasar negara adalah Islam.
Sebagai kita ketahui sebelum ada keputusan Konstitutuante dibubarkan. Sekarang kita hidup dibawah UUD 45 dan Pantjasila kita tunduk kepada dasar hukum itu.
Baru2 ini Sekdjen Parkindo Sabam Sirait mengatakan bahwa ia tidak malu dan takut2 lagi oleh Negara Islam. Keterangan itu menggambarkan bagi saja betapa hebatnja dimasa jang sudah, PKI dan antek2nja mempergunakan fitnah terhadap Umat Islam umumnja anggauta bekas Masjumi chususnja. Sebenarnja pertanjaan sematjam ini bagi saja sudah membosankan. Tapi saja tjukup sabar untuk mendjawabnja. (DTS)
Sumber: SINAR HARAPAN (04/06/1971)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 733-735.