I. ADJIE: WASPADA THD. REVANCHE PKI [1]
Bundung, Antara
Panglima Daerah Militer VI Siliwangi Major Djenderal Ibrahim Adjie dalam amanatnja pada hari ulangtahun ke-20 Siliwangi tgl. 20 Mei 1966, jang ditudjukan kepada para tamtama, bintara dan perwira2 Siliwangi, mengatakan bahwa tugas dan pengalaman Corps Siliwangi mendjelang hari ulangtahunnja jang ke-20 merupakan peringatan kepadanja bahwa musuh2 revolusi, musuh2 Pantjasila, musuh2 Corps Siliwangi belum tersapu bersih dari bumi Tanah Air kita.
Peristiwa petualangan dan pengchianatan Partai Komunis Indonesia jang setjara kedjam telah merenggut Menteri Panglima Angkatan Darat Djenderal Anumerta Ahmad Yani dan Perwira2 Utama Angkatan Darat dari tengah2 kita, adalah merupakan peringatan keras terhadap pembinaan kewaspadaan dan kesiap-siagaan Corps kita, demikian Panglima jang menambahkan bahwa Partai Komunis Indonesia jangan pernah sekali kita hantjurkan didalam peristiwa madiun mentjoba mengambil “revanche” atas kekalahannja ditahun 1948 itu. Dan persiapan untuk mengambil “revanche” ini akan selalu ditjoba melakukannja oleh musuh2 revolusi dan musuh2 Pantjasila dari dalam ataupun dari luar negeri.
Hendaknja dengan peringatan setjara kedjam dan pahit itu mendjadi tjambuk bagi Corps Siliwangi chususnja, bagi Corps Angkatan Bersendjatadan rakjat Pantjasilais umumnja, bahwa pembinaan kedewasaan didalam kewaspadaan dan kesiap siagaan itu tidak pernah akan mentjapai puntjaknja, tidak pernah akan henti2nja, demikian al. Majdjen Ibrahim Adjie.
Sedjak 12 maret 1966 Letnan Djenderal Soeharto telah menafsirkan surat perintah itu dengan tindakan (bukan sadja dengan kata-kata). Tindakan2 itu antara lain ialah pembubaran dan pelarangan Partai Komunis Indonesia.
Bagaimana Reaksi Rakjat ?
Positip atau seperti dikemukakan oleh Letnan Djenderal Soeharto sendiri memenuhi selera rasa keadilan menurut suara hati nurani rakjat.
Rakjat telah mengesahkannja. Rakjat adalah sumber hukum. Sumber hukum itu bukanlan seorang manusia seperti ditegaskan Dr. AM Tambunan, Ketua Kehormatan Partai Kristen Indonesia tanggal 12 april jl. Sumber Hukum itu adalah Tuhan melalui rakjat, maka dengan pengesahan rakjat itu sempurnakan dasar hukum Surat Perintah 11 Maret 1966 itu.
Kemudian Letnan Djenderal Soeharto betindak pula berdasarkan Surat Perintah itu. Ia mengamankan sedjumlah Menteri. Inipun dibenarkan oleh rakjat.
Bagian ketiga kembali bersifat offensif. Meskipun keamanan physic sudah terselesaikan, tugas Letnan Djenderal seperti tertjantum dalam Surat Perintah 11 Maret 1966 itu belum rampung.
Jang belum rampung itu bahkan “lebih luas” lagi. Ia djuga meliputi masalah jang tak dapat dilihat dengan pantjaindera jang mengenai pemulihan keamanan mental psychis (kedjiwaan).
Selama beberapa tahun ini mental psychis kita sakit. Sakit oleh pengaruh “imperialisme ideology jang datang dari Utara” (untuk mengutip kata2 Bung Hatta dalam symposium Universitas Indonesia baru2 ini).
Sakit oleh teladan para pemimpin menegah dan besar jang menghamburkan dan menjalah gunakan uang rakjat.
Sakit oleh meradjalelanja “exploitation de i’homme par i’homme”. Pendeknja tugas Letnan Djenderal Soeharto sebagai pemegang Dokumen 11 Maret masih djauh dari selesai.
Tafsiran pribadi Letnan Djenderal Soeharto ini diberikan dalam siding paripurna Dewan Perwakilan Rakjat. Dengan rendah hati beliau meminta “restu dan pengawalan” dari para anggota Dewan Perwakilan Rakjat.
Tapi pada hakekatnja apa jang diminta itu ialah garansi bahwa tafsiran itu tepat. Kami pertjaja Dewan Pewakilan Rakjat dalam sidang paripurnanja ini akan memberi apa jang diminta itu agar revolusi dari djalan raja perlahan2 dialihkan kegedung Dewan Perwakilan Rakjat dan beberapa hari lagi ke MPRS. (DTS)
Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (23/05/1966)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 303-305.