ADU-DOMBA DGN PIAGAM DJAKARTA

Tadjuk Rentjana:

ADU-DOMBA DGN PIAGAM DJAKARTA? [1]

 

Djakarta, ABADI

ASPRI Presiden merangkap Kepala Opsus dan tokoh Dewan Pemimpin Golkar Majdjen Ali Murtopo pada tgl. 8 Oktober 1971 di Gedung Pertemuan Stanja, Djakarta, berkata bahwa dalam fase post – Pemilu sekarang semua fikiran dan tenaga hendaknja ditudjukan kepada tiga sasaran, jaitu fungsionalisasi, professionalisassi dan konstitusionalisasi. Untuk itu maka keluarga besar “Bulan Bintang” djangan lagi membuang-buang energi untuk mempersoalkan berlakunja “Piagam Djakarta”, karena dokumen tsb. sudah tidak dipakai lagi.

Ditegaskannja agar illusi jang mau menghidupkan lagi “Piagam Djakarta” dibuang djauh-djauh, karena jang berlaku sekarang ialah Pembukaan UUD 1945, dimana “7 kata” dengan kewadjiban mendjalankan sjariat Islam bagi pemeluk2nja. setjara konstitusionil sedjak tahun ’45 telah dihapus. Demikian antara lain Ali Murtopo.

UUD 1945 Bab I Pasal I (2) menjatakan sepenuhnja oleh Madjelis Pemusjawaratan Rakjat, Kemudian Bab. II Pasal 3, Madjelis Pemusjawaratan Rakjat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar dari pada haluan negara.

Lembaga legislatif tertinggi ini telah mengeluarkan Keputusan MPRS No. XX/MPRS/1966, jang dalam Pasal I-nja menetapkan: Menerima baik isi Memorandum DPR-GR dan Tata Urutan Peraturan Perundangan RI.

Memorandum DPRGR tersebut mengatakan antara lain: Dalam konsiderans Dekrit 5 Djuli 1959 itu ada ditegaskan bahwa Piagam Djakarta tertgl 22 Djuni 1945 dan adalah merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tsb. Penjusunan Pembukaan UUD 1945 sesungguhnja dilandasi oleh djiwa Piagam Djakarta 22 Djuni 1945, demikian Memorandum tsb.

Keputusan MPRS No. XX/MPRS/1966 sampai sekarang masih tetap berlaku. Ini adalah suatu kenjataan jang punja kekuatan konstitusionil. Djadi bukan suatu illusi. Memang karena itu tidak perlu membuang energi dengan mengatakan Piagam Djakarta tidak dipakai lagi, atau dibuang djauh-djauh, atau telah dihapus.

Kegiatan seperti itu suatu pengadu-dombaan. Persis seperti apa jang ditjanangkan oleh Djenderal Dr. S.H. Nasution disekitar waktu, Keputusan MPRS No. XX/MPRS/1966 dikeluarkan.

Tegasnja Djenderal Nasution menjatakan kepada peserta Refreeshing course Pendidikan Tinggi Dakwah Islam di Djakarta pada tgl. 21 Agustus 1966, agar waspada terhadap usaha petjah-belah melalui Piagam Djakarta. Piagam Djakarta menurut Dekrit 5 Djuli 1959 mendjiwai UUD 1945 dan harus ditafsirkan menurut Proporsinja. Pihak Parpol menggunakan Piagam Djakarta ini untuk adu domba antara golongan Islam dengan golongan lain demikian Djenderal Nasution.

Menurut hemat kami, Ali Murtopo telah mengadakan tafsiran diluar proporsi, melampaui ukuran dan kadar.

Dekrit Presiden 5 Djuli 1959 telah diterima dengan sikap formil dan setjara aklamasi pada tgl. 22 Djuli 1959 dengan pernjataan resmi oleh wakil-wakil Ummat Islam dalam DPR-Pilihan-Rakjat. (Masjumi, NU, PSII, Perti dll).

Djadi bukan terbatas keluarga besar Bulan Bintang – dengan menjatakan berlakunja UUD 1945 jang didjiwai Piagam Djakarta.

Sebaiknja Majden Ali Murtopo djuga menjediakan energi meneliti fakta-fakta ini dahulu; untuk selandjutnja kita pusatkan sadja energi kita bersama guna karja-kara pembangunan. (DTS)

Sumber: ABADI (13/1 0/1971)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 931-933.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.