ALATAS: BIAR SAJA XANANA “NGOCEH”[1]
Jakarta, Antara
Menlu Ali Alatas mengatakan, boleh saja mantan gembong Gerakan Pengacau Keamanan (GPK) Fretilin, Xanana Gusmao minta bantuan Portugal untuk membebaskannya dari penjara, namun Indonesia tetap berpendapat bahwa tuntutan semacam itu tidak ada dasar hukumnya.
“Biar saja Xanana ngoceh,” katanya kepada pers menjelang berlangsungnya Sidang Kabinet pari puma di Gedung Utama Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis.
Ketika ditanya wartawan tentang benar tidaknya Xanana menyelundupkan stirat ke luar negeri, Alatas mengulangi keterangan Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung yang disampaikan Rabu, bahwa kasus tersebut sedang dalam penyelidikan. Menlu Alatas minta agar kasus surat Xanana itu tidak dibesar-besarkan karen a memang bukan masalah besar.
“Kalau dia menulis surat untuk minta didampingi pengacara Portugal atau ingin dibebaskan, maka biarkan saja. Itu semua tidak ada dasar hukumnya, “kata Alatas.
Harian Portugal “Publico” awal pekan ini memberitakan, surat enam halaman yang seolah olah ditulis sendiri oleh Xanana di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta dan diselundupkan ke luar penjara.
Dalam suratnya itu, Xanana mendesak pemerintah Portugal untuk membantu repatriasi dirinya selaku seorang warga Portugal. Xanana dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Negeri Dili, TimorTimur dengan tuduhan bertanggungjawab atas terjadinya peristiwa Dili, November, 1991, yang mengakibatkan sekitar 50 orang tewas. Ia ditangkap di Dili akhir tahun 1992. Ia memohon grasi kepada Presiden Soeharto sehingga hukum ann ya dikurangi menjadi 20 tahun.
Ia juga menyebutkan bahwa pengacara yang selama ini mendampinginya dalam proses pengadilan lebih berpihak kepada pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, seperti tertulis di “Publico”, ia meminta agar dirinya didampingi oleh pengacara Portugal. Harian Portugal yang mengutip tulisan Xanana tersebut juga menyebutkan bahwa surat yang sama telah dikirim ke Komisi Hukum Internasional (ICJ) PBB di Jenewa, Swiss.
Mahasiswa Timtim
Menjawab pertanyaan tentang kepergian tujuh mahasiswa Timtim ke luar negeri, Alatas menegaskan bahwa pemerintah Indonesia mengijinkan mereka pergi semata mata atas dasar kemanusiaan.
“Sejak semula kita berpendirian tidak ada alasan hukum untuk memberikan suaka politik kepada mereka .Hal ini juga dibenarkan oleh Kedubes Swedia dan Finlandia tempat mereka minta perlindungan,” kata Alatas.
Alatas menyebutkan, yang penting mereka telah pergi ke luar negeri dan kalau memang mereka ingin ke Portugal, maka itu adalah hak mereka.
“Kita juga tahu bahwa mungkin pada akhirnya mereka akan ditampung Portugal,” kata Menlu.
Ketika ditanya mengapa Pemerintah Indonesia membiarkan ketujuh mahasiswa itu pergi, Alatas berkata, “Kita tidak akan menghalanginya. Biar mereka alami bagaimana rasanya berada di negeri lain yang belum tentu bisa menampung mereka dengan baik secara fisik dan psikologis “.
Ketujuh mahasiswa Timtim yang pergi ke luar negeri tersebut adalah Florencio Anunciacio Fernandes (22), Profirio da Costa Oliveira (23), Jose Manuel de Oliveira Sousa (24), Mateus Brito Ximenes (23), Ventura Valentim (25), Clementino Faria (27) dan Oscar Goncalves da Silva (20). Menurut Alatas, kepergian mereka dibiayai oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC). (L- EU02/PU18/DN01/30 /12/9312:14)
Sumber: ANTARA(30/12/1994)
_____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 139-140.