ALWI DAHLAN: KADER GOLKAR KURANG BERINISIATIF[1]
Jakarta, Antara
Seorang doktor dalam ilmu komunikasi, Alwi Dahlan, berpendapat bahwa kendala psikologi skurang berinisiatif dan ”takut mendahului” menjadi penyebab belum maksimalnya kader Golkar menanggapi aspirasi hangat yang berkembang di masyarakat.
“Akibat kendala psikologis itu kader Golkar tidak berani menjabarkan program pusat ke daerah-daerah dengan inisiatifnya sendiri,” kata DR Alwi Dahlan kepada ANTARA saatjeda acara pemandangan urnurn Munas V Golkar di Jakarta, Jum’at.
Ketika dimintai tanggapan atas evaluasi Dewan Pembina Golkar yang tertuang dalam laporan yang ditandatangani Presiden Soeharto dan dibacakan Koordinator Presidium Harian BJ Habibie pada hari Kamis, Alwi mengatakan kritik Dewan Pembina itu perlu menjadi perhatian kader Golkar.
Dewan Pembina menyatakan, Golkar belum bisa secara memadai merespons dinamika masyarakat yang berkembang begitu cepat seperti soal keterbukaan, hak asasi manusia, demokratisasi, keadilan hukurn dan lingkungan hidup.
Lebih lanjut Alwi mengemukakan, semua itu disebabkan kader Golkar lebih mengandalkan kemampuan menduplikasi program pusat tanpa mengkajinya secara kritis. Akibatnya, muncul fenomena bahwa program Golkar belum memasyarakat secara optimal.
“Kalau ada masukan kritis terhadap perkembangan kualitas demokrasi, orang lantas menjadi khawatir. Padahal, ide pambaruan harus mulai digulirkan sejak dini,” katanya.
Peningkatan Kualitas Program
Ia menilai, upaya melontarkan ide pembaruan hendaknya tidak menutup kesempatan bagi kader Golkar di daerah untuk memberi masukan positifbagi peningkatan kualitas program.
“Sebenarnya banyak kader Golkar yang bermutu, sekarang apakah proses rekrutmen benar-benar maksimal untuk menjaring mereka,”katanya.
Untuk memperoleh kader Golkar pilihan, ia mengusulkan agar disusun rencana bertahap (gradual) dalam proses pengkaderan Golkar, baik di daerah maupun pusat dan terbukanya peluang yang sama bagi semua kader.
“Dengan rencana gradual diharapkan proses kaderisasi mengakar dalam masyarakat setempat, untuk itu kader dituntut semakin mengetahui secara seksama masalah daerahnya masing-masing. Tolok ukurnya yakni karya nyata di lapangan,” katanya.
Dengan rencana bertahap proses kaderisasi itu, diharapkan muncul semangat adu argumentasi untuk memperoleh program terpadu dan teruji, katanya. (T.PU07/12.00/ DN04/DN06/22/10/93 12:59/SRl)
Sumber: ANTARA (22/10/1993)
____________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 268-269.