Anak-Anak Semestinya Memikirkan Bapak

……..1998

Kepada

Yth. Bapak Soeharto

di rumah

ANAK-ANAK SEMESTINYA MEMIKIRKAN BAPAK [1]

Assalamu’alaikum wr. wb.

Sepeninggal surat ini saya selalu keadaan sehat-sehat saja dan begitu jugalah hendaknya Bapak beserta keluarga.

Bagi saya, Yang Mulia Suharto baik sebagai presiden maupun sebagai warga negara biasa adalah sosok pemimpin yang kukagumi dan kucintai.

Ada 2 hal yang melatar belakangi kenapa saya begitu kagum dan cinta kepada Bapak.

  1. Keberhasilan Bapak menumpas G-30-S/PKI, kalau PKI tidak Bapak tumpas, belum tentu saya beragama Islam.
  2. Saya anak petani. Sewaktu Bapak menjadi Presiden, setiap mengadakan temu wicara dengan para petani Bapak senantiasa ramah, sopan, dan santun. Ini merupakan suatu penghormatan kepada saya, orangtua dan seluruh keluarga.

Mengenai isu yang berkembang akhir-akhir yang menyudutkan Bapak, itu bukan urusan saya. Dan itu tidak membuat cinta dan kagum saya berkurang terhadap Bapak.

Kepemimpinan Bapak selama 32 tahun pasti mempunyai keberhasilan dan kegagalan. Atas keberhasilan saya ucapkan terima kasih dan atas kegagalan jauh-jauh hari telah saya maafkan, karena Bapak adalah manusia biasa yang tak luput dari kekilapan dan keterbatasan.

Sebelum saya mengakhiri surat ini ada beberapa saran saya:

  1. Dekatkan dengan sedekat-dekatnya diri Bapak kepada Allah SWT, sembahyang wajib dan sunat, perbanyak zikir dan baca Al Qur’an.
  2. Gunakan waktu senggang untuk bercengkerama dengan para cucu menyalurkan hobby Bapak misalnya: memancing, melihat-lihat burung atau berkebun.
  3. Usahakan tampil di depan umum satu atau dua bulan sekali.
  4. Laksanakan Ibadah Haji atau Umroh setiap tahun.
  5. Mengenai anak-anak Bapak, mereka semua telah dewasa. Mereka telah tahu apa yang seharusnya dilakukan. Mereka inilah semestinya memikirkan Bapak, bukan sebaliknya. (DTS)

Wassalam,

Muhammad Nurdin, S.H.

Bekasi – Jawa Barat

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 147-148. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.